PENINGKATAN EFISIENSI APBN-P 2014 - Harusnya Belanja Pegawai Dipotong

 

Jakarta – Kalangan pengamat dan akademisi meminta pemerintah melakukan efisiensi APBN-P 2014 dengan pemotongan belanja pegawai, bukan anggaran infrastruktur yang “dikorbankan”. Pasalnya, Indonesia harus memprioritaskan pembangunan industri penghasil bahan baku di dalam negeri.

NERACA

Sejumlah pengamat dan akademisi yang dihubungi Neraca secara terpisah akhir pekan lalu, mengungkapkan pertumbuhan paling tinggi dalam 10 tahun terakhir didominasi 3 sektor utama: ritel dan perdagangan, transportasi dan telekomunikasi, sektor industri keuangan. Sementra sektor manufaktur kian tergusur.

Akibatnya, kebijakan industrial telah menimbulkan komplikasi serius yaitu langkanya investasi di sektor penghasil bahan baku, dan melemahnya sektor manufaktur membuat daya saing ekspor nonmigas juga rendah. Terbukti ketergantungan RI pada asing terlihat dari struktur impor, dimana 77% impor (Maret 2014) berupa bahan baku, 15% barang modal dan 8% saja barang konsumsi. Ini pertanda pemerintah tidak berupaya membangun industri penghasil bahan baku.

Ironisnya, pemerintah malah akan memangkas dan memundurkan jadwal proyek infrastruktur terkait dgn perubahan kebijakan APBN-P  2014. Karena Kementerian PU dipastikan memundurkan pengerjaan sejumlah proyek besar infrastruktur, sebagai dampak rencana pemerintah memangkas anggaran dalam APBN-P 2014.

Menurut Menteri PU Djoko Kirmanto, sejumlah proyek infrastruktur yang belum selesai akan diundur penyelesaiannya hingga menunggu anggaran tahun depan. Seperti diketahui penyediaan infrastruktur bidang PU tahun 2014 dialokasikan Rp 84,1 triliun. Anggaran tersebut sebelumnya untuk memenuhi target Millenium Development Goal’s (MDG’s) di bidang sanitasi dan air minum serta perluasan jaringan infrastruktur bagi masyarakat berpenghasilan rendah.  

Menanggapi hal tersebut, guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan kemajuan infrastruktur merupakan kunci keberhasilan peningkatan perekonomian Indonesia.

"Sebaiknya pemerintah punya kebijakan yang baik dalam waktu jangka pendek untuk mengatasi defisit yang saat ini sedang dialami Indonesia. Pengambil kebijakan harus lebih cermat apa yang mesti dikurangi dan ditambah agar APBN-P menjadi lebih baik," ujarnya.

Lebih lanjut Erani mengatakan seharusnya sebagian besar alokasi dana APBN tidak boleh dipakai untuk kepentingan birokrasi. "Yang perlu menjadi pertimbangan dalam mereformulasi kebijakan anggaran, yaitu bahwa seharusnya sebagian besar alokasi APBN tidak boleh dipakai untuk kepentingan birokrasi," tutur dia.

Terkait dengan upaya untuk memperbaiki permasalahan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan, salah satu pertanyaan fundamental dari masyarakat luas dalam pembahasan kebijakan anggaran atau kebijakan fiskal akhir-akhir ini, adalah hubungan peningkatan APBN dengan kesejahteraan rakyat.

"Sebaiknya indikator kesejahteraan rakyat masuk dalam penyusunan APBN. Hal ini dimaksudkan agar dampak dari APBN atau peran dari stimulus fiskal terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat lebih memberikan dampak yang terukur," ujarnya.

Menurut dia, beberapa indikator penting yang disarankan untuk dimasukkan dalam penyusunan APBN ke depan, yaitu tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan masalah ketimpangan distribusi pendapatan yang dilihat dari Koefisien Gini.

"Seharusnya, semakin meningkat dana APBN, semakin rendah tingkat kemiskinan dan pengangguran dengan proporsi persentase yang sesuai dan relevan," ujarnya.

Kebijakan Salah

Ketua Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FEUI Telisa Aulia Falianty mengatakan,  langkah pemerintah dalam rencana pengetatan terhadap anggaran infrastruktur APBN-P 2014 adalah kebijakan yang salah.

Mengingat masalah yang muncul adalah lemahnya Indonesia dalam menjalankan hillirisasi industri produk nasional, malah pemerintah lebih memilih memangkas anggaran infrastruktur. Harusnya pemerintah lebih bisa memberikan kebijakan moratorium pegawai negeri sipil (PNS) ketimbang mengorbankan pengetatan infrastruktur.

“Jika pemerintah ingin meningkatkan daya saing produk nasional, harusnya jangan anggaran infrastruktur yang dipangkas, harusnya melakukan moratorium PNS,” ujarnya.

Menurut dia, pembiayaan infrastruktur dalam jangka panjang akan lebih menguntungkan, sedangkan belanja pegawai hanya akan membebani anggaran APBN ke depannya. Apalagi jika penerimaan negara tidak sebanding tentu akan berdampak melebarnya defisit APBN nasional dan transaksi berjalan untuk jangka panjang.

Jadi intinya,  pemerintah harus mempertahankan pembangunan infrastruktur dan jika ingin melakukan pemangkasan anggaran harus berani memoratorium PNS jika menginginkan fiskal yang sustainable.  

Pengamat ekonomi Iman Sugema juga merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah yang akan melakukan pemangkasan terhadap anggaran infrastruktur. Padahal menurut dia, saat ini sektor infrastruktur adalah salah satu sektor yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia dalam memperbaiki ekonomi Indonesia. “Kalau mau menghemat atau memangkas anggaran boleh saja, tetapi jangan yang sektor-sektor produktif seperti infrastruktur. Karena infrastruktur sangat dibutuhkan oleh Indonesia,” tutur dia,  

Dia mengatakan, saat ini anggaran untuk infrastruktur Rp206 triliun dalam APBN masih kalah dibandingkan dengan anggaran subsidi atau belanja pemerintah. “Masih sangat sedikit untuk infrastruktur. Saat ini yang menjadi kendala adalah soal konektivitas, nah untuk mengatasinya adalah infrastruktur. Kok malah dipangkas anggarannya,” ujarnya. 

Iman juga menilai anggaran yang sedikit tidak dipergunakan oleh pememerintah untuk membangun infrastruktur baru. Pasalnya menurut dia, anggaran untuk infrastruktur hanya digunakan untuk perawatan dan feasibility study.

“Saat ini infrastruktur masih fokus di darat. Padahal sebagai negara maritim, pembangunan infrastruktur sudah seharusnya diarahkan kepada konektivitas antar-pulau. Ketidakjelasan grand design pembangunan infrastruktur juga membuat beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) terus membengkak,” katanya. 

Jika anggaran untuk infrastruktur berkurang, menurut Iman, nantinya infrastruktur di Indonesia tidak akan maju dan tidak mengalami perubahan. Padahal, pembenahan sektor infrastruktur adalah sektor yang sangat ditunggu-tunggu oleh investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. “Kondisi infrastruktur yang kurang memadai maka akan menghambat pertumbuhan investasi. Akibatnya potensi perekonomian indonesia untuk memancaing investasi jadi berkurang,” pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, pemerintah tidak seharusnya memangkas anggaran infrastruktur dan semestinya pemerintah memangkas belanja yang tidak penting untuk menutup pembengkakan subsidi energi, bukan malah memperbesar belanja alias memperlebar defisit anggaran yang berujung pada penambahan utang, seperti yang terjadi dalam 6 tahun terakhir ini. Anggaran infrastruktur masih dianggap penting dibandingkan anggaran belanja pemerintah lainnya dimana sarana infrastruktur sangat dibutuhkaan untuk mengembangkan perekonomian Indonesia.

“Saya tidak setuju defisit . Pembiayaan defisit itu harus untuk proyek, bukan untuk program. Saya tidak setuju kalau akhirnya kita harus utang lagi untuk subsidi. Belanjanya yang harus dikurangi,” ujarnya.

Bahkan untuk menggenjot sektor infrastruktur, lanjut dia, pemerintah sebenarnya bisa merelokasi Sisa Anggaran Lebih (SAL) ke proyek infrastruktur, terutama infrastruktur minyak dan gas (migas) serta transportasi umum untuk mengurangi beban dan menjaga daya beli masyarakat akibat kontraksi perekonomian.

SAL menurut dia, sebenarnya menunjukkan bahwa perencanaan pemerintah tidak mampu mengalokasikan dan menyerap anggaran secara optimal, sehingga anggaran sisa selalu berulang setiap tahun anggaran. Oleh karena itu, pemerintah bisa merelokasikan SAL untuk berbagai kegiatan prioritas jangka menengah maupun panjang, namun dengan memperhatikan berbagai aturan yang berlaku. 

"Kami telah mendesak pemerintah untuk merealokasikan saldo anggaran lebih (SAL) tahun 2013 yang lalu sekitar Rp20,5 triliun pada dua proyek infrastruktur mendesak yang harus dijalankan. Dua proyek infrastruktur prioritas tersebut, yakni infrastruktur gas dan kilang minyak, sehingga bisa memberikan kekuatan ekonomi bagi masyarakat untuk jangka panjang,” ujar Harry.

Menurut Harry, pada dasarnya SAL hanya sebagai cash flow APBN karena belum adanya pendapatan negara yang masuk. Oleh karenanya, penggunaan anggaran SAL harus melalui prosedur penganggaran, sehingga penggunaan SAL meski untuk kegiatan prioritas pemerintah, tetap harus mendapat persetujuan DPR. agus/mohar/bari/iwan

BERITA TERKAIT

PEMERINTAHAN PRABOWO SUBIANTO: - Berencana Ubah Bulog Jadi Lembaga Non Profit

Jakarta-Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana mengubah Perum Bulog menjadi lembaga non-komersial yang tidak lagi berorientasi pada profit. Langkah ini salah…

Bappenas Buka Prasyarat Kunci Tingkatkan Pendapatan per Kapita

NERACA Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan prasyarat kunci meningkatkan pendapatan per kapita setara dengan…

PENUH TANTANGAN EKONOMI 2025 - Indonesia Makin Bergantung pada China

Jakarta-Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, mengungkapkan, tahun 2025 akan menjadi periode penuh tantangan bagi ekonomi Indonesia. Sementara itu,…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PEMERINTAHAN PRABOWO SUBIANTO: - Berencana Ubah Bulog Jadi Lembaga Non Profit

Jakarta-Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana mengubah Perum Bulog menjadi lembaga non-komersial yang tidak lagi berorientasi pada profit. Langkah ini salah…

Bappenas Buka Prasyarat Kunci Tingkatkan Pendapatan per Kapita

NERACA Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan prasyarat kunci meningkatkan pendapatan per kapita setara dengan…

PENUH TANTANGAN EKONOMI 2025 - Indonesia Makin Bergantung pada China

Jakarta-Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, mengungkapkan, tahun 2025 akan menjadi periode penuh tantangan bagi ekonomi Indonesia. Sementara itu,…