Jakarta-Chief Information Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara, Pandu Sjahrir, mengungkapkan rencana investasi Qatar dan Danantara. Rencana yang muncul usai Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al-Thani itu akan dimulai dengan investasi dari masing-masing negara sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 33,4 triliun.
NERACA
"Pak Prabowo kan udah bicara juga dengan Qatar untuk memasukkan dana, melakukan investment fund bareng sama Qatar (dananya) US$ 4 miliar," ujar Pandu saat ditemui wartawan di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (14/4).
Menurut Pandu, investasi tersebut akan diarahkan untuk mendukung proyek bersama Danantara. Ia menyebut dana investasi akan difokuskan pada sektor-sektor yang selaras dengan prioritas Kabinet Indonesia Maju seperti ketahanan pangan, energi, hilirisasi sumber daya alam, serta pengembangan infrastruktur digital. “Ya hal-hal seperti itu, health care juga menurut saya bagus, hospitality di Indonesia juga bagus,” ujarnya.
Pandu mengatakan tujuan utama dari investasi tersebut adalah menciptakan nilai tambah berkelanjutan. Investasi itu selanjutnya tidak sekadar membangun pabrik untuk kemudian dijual tanpa dampak jangka panjang bagi perekonomian dalam negeri. “Jadi harus membawa nilai tambah tertentu yang bisa meningkatkan produktivitas dan output,” tutur dia.
Sebelumnya Prabowo mengungkapkan bahwa Emir Qatar, Sheikh Tamim Bin Hamad Al-Thani, menyampaikan komitmen investasi senilai US$ 2 miliar untuk proyek bersama dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Investasi tersebut akan dilakukan melalui pembentukan dana bersama antara kedua pihak.
Prabowo menyebut pertemuan dengan Emir Qatar berlangsung sangat baik dan produktif, dan menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama bilateral. Sayangnya, Prabowo tak merinci proyek apa yang akan diinvestasikan bersama Danantara. “Satu dana bersama, beliau komit US$ 2 miliar ya tadi," papar Prabowo pada saat memberi keterangan pers usai pertemuan, dikutip Senin (14/4).
Presiden Prabowo Subianto melanjutkan rangkaian lawatan kenegaraannya di kawasan Timur Tengah dengan mengunjungi Istana Amiri Diwan, Doha, Qatar, Minggu, untuk bertemu Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Than. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana mengatakan kunjungan ini menjadi agenda utama Presiden dalam rangka mempererat hubungan bilateral antara Indonesia dan Qatar, terutama dalam kerja sama strategis lintas sektor.
Presiden Prabowo tiba di Doha pada hari Sabtu (12/4) sekitar pukul 21.12 waktu setempat setelah menempuh penerbangan dari Kairo, Mesir. Kedatangannya disambut hangat oleh perwakilan pemerintah Qatar dan jajaran Kedutaan Besar Republik Indonesia di Doha.
Saat berkunjung ke Istana Amiri Diwan, kata Yusuf, Presiden akan disambut dalam sebuah upacara kenegaraan yang mencakup pengumandangan lagu kebangsaan kedua negara serta inspeksi pasukan kehormatan.
Presiden Prabowo dan Emir Qatar lantas menggelar pertemuan bilateral untuk membahas berbagai isu strategis dan peluang kerja sama. Dalam pertemuan tersebut, kedua kepala negara juga menyaksikan penandatanganan sejumlah nota kesepahaman (MoU) penting yang diyakini akan makin memperkuat hubungan ekonomi, investasi, dan pembangunan antara Indonesia dan Qatar.
Komitmen Investasi Nyata?
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa Qatar siap berinvestasi sebesar US$ 2 miliar melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) patut diapresiasi sebagai langkah strategis diplomasi ekonomi.
Komitmen tersebut, yang diumumkan seusai pertemuan dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, memberi sinyal positif terhadap hubungan bilateral Indonesia-Qatar, sekaligus menunjukkan meningkatnya daya tarik ekonomi Indonesia di mata investor asing. Namun, pertanyaan kunci yang muncul adalah: apakah komitmen investasi ini dapat segera direalisasikan, ataukah akan melalui proses panjang yang penuh tantangan?
Tentunya secara normatif, investasi asing langsung semacam ini tidak serta-merta cair hanya karena ada pernyataan politik atau penandatanganan nota kesepahaman. Mengapa?
Menurut Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta, proses realisasi dana investasi Qatar kemungkinan besar akan melalui beberapa tahap penting: (1) penyusunan struktur investasi dan skema dana bersama (co-investment fund), (2) due diligence atas proyek-proyek strategis danantara yang akan didanai, (3) negosiasi dan kesepakatan atas mekanisme pembagian risiko dan keuntungan, serta (4) persetujuan teknokratis dan administratif dari masing-masing negara.
Pernyataan Pandu Sjahrir, Chief Investment Officer Danantara, yang mengungkapkan bahwa dana tersebut akan dipakai untuk mendanai proyek-proyek strategis seperti ketahanan pangan, energi, digitalisasi, dan infrastruktur, memperjelas bahwa ini bukan hanya investasi portofolio, melainkan berbentuk investasi langsung yang membutuhkan perencanaan dan eksekusi terukur.
Maka dari itu, menurut Achmad, meskipun niat politik sudah kuat, implementasi di lapangan akan membutuhkan waktu, kemungkinan dalam rentang menengah (6 bulan hingga 2 tahun), tergantung kesiapan proyek dan respon birokrasi nasional.
Sebagai catatan penting, publik masih mengingat bagaimana investasi dari Qatar juga pernah digadang-gadang akan masuk ke proyek Ibu Kota Negara (IKN). Pemerintah saat itu menyampaikan bahwa beberapa sovereign wealth fund dari Timur Tengah, termasuk Qatar Investment Authority (QIA), tertarik mendanai proyek ambisius tersebut. Namun, hingga kini tidak ada realisasi konkret dari komitmen tersebut.
Tidak ada alokasi dana, tidak ada proyek yang dibiayai, dan yang tersisa hanya narasi optimisme dari para pejabat. Ini menjadi pelajaran penting bahwa komitmen politik tinggi tidak menjamin eksekusi yang nyata tanpa kesiapan proyek yang matang, transparansi, dan kepastian hukum yang kuat.
“Kegagalan dalam menarik dana Qatar ke IKN harus menjadi cermin bagi Danantara agar tidak mengulangi pendekatan yang sama: menjual mimpi tanpa kesiapan teknokratis, ujar dosen PTN itu.
Dalam jangka pendek, pengumuman komitmen investasi sebesar US$ 2 miliar ini akan menciptakan sentimen positif di pasar keuangan domestik. Dampak ini dapat terlihat dalam bentuk peningkatan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, terhadap stabilitas politik dan prospek ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo.
Pernyataan bahwa dana tersebut juga akan dialokasikan ke saham dan obligasi membuka peluang masuknya likuiditas baru ke pasar modal Indonesia. “Ini bisa memperkuat IHSG, memperkuat rupiah dan menurunkan yield obligasi pemerintah, yang pada akhirnya menurunkan biaya utang negara dan sektor swasta,” tutur Achmad.
Selain itu, Danantara sebagai SWF baru akan mendapat pengakuan internasional lebih besar dengan mulai dilibatkan dalam platform investasi global. Hal ini mempercepat legitimasi kelembagaan Danantara sebagai instrumen strategis pembiayaan pembangunan nasional. Namun, dampak likuiditas ini bersifat temporer apabila tidak disertai dengan realisasi proyek yang konkret. “Jika dalam beberapa bulan ke depan tidak ada perkembangan signifikan, sentimen positif dapat berubah menjadi skeptisisme, bahkan potensi capital outflow jika ekspektasi pasar tidak terpenuhi,” ujarnya.
Pasar Modal
Jika Danantara menjadi penyedia likuiditas di pasar modal, ada keuntungan strategis yang bisa diraih. Pertama, intervensi Danantara dapat menstabilkan fluktuasi pasar, terutama saat volatilitas tinggi, sehingga menciptakan rasa aman bagi investor ritel dan institusional. Kedua, Danantara bisa berperan sebagai anchor investor untuk IPO BUMN atau startup teknologi, sehingga meningkatkan valuasi dan daya tarik emiten domestik.
Ketiga, keberadaan likuiditas dari Danantara berpotensi memperkuat fungsi pasar modal sebagai sumber pembiayaan jangka panjang pembangunan nasional, bukan sekadar tempat transaksi spekulatif. Namun, risikonya juga tidak kecil.
Jika Danantara terlalu sering masuk pasar tanpa strategi jangka panjang, maka ada risiko moral hazard, di mana investor lain menggantungkan diri pada intervensi negara. “Selain itu, alokasi dana ke instrumen pasar yang berisiko tinggi bisa menimbulkan kerugian bagi negara jika manajemen aset tidak dilakukan secara professional,” ujarnya.
Terakhir, jika fungsi likuiditas ini terlalu dominan, maka Danantara bisa kehilangan fungsi utamanya sebagai sovereign development fund yang fokus pada proyek strategis berjangka panjang. Oleh karena itu, fungsi pasar dan fungsi pembangunan harus dijaga dalam keseimbangan. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Perang dagang yang digaungkan Donald Trump, presiden Amerika Serikat sangat terasa dampaknya terhadap negara-negara berkembang dan termasuk.…
Jakarta-Untuk mendapatkan data yang akurat, mutakhir, dan berkualitas yang dapat menggambarkan kondisi sektor industri lokal secara aktual, Kementerian Perindustrian…
Presiden Prabowo ke Timur Tengah Atasi Gangguan Stabilitas Global Jakarta - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memulai kunjungan kerja…
NERACA Jakarta – Perang dagang yang digaungkan Donald Trump, presiden Amerika Serikat sangat terasa dampaknya terhadap negara-negara berkembang dan termasuk.…
Jakarta-Chief Information Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara, Pandu Sjahrir, mengungkapkan rencana investasi Qatar…
Jakarta-Untuk mendapatkan data yang akurat, mutakhir, dan berkualitas yang dapat menggambarkan kondisi sektor industri lokal secara aktual, Kementerian Perindustrian…