MESKI PEMERINTAH MENYIAPKAN PAKET REVITALISASI DAN RELAKSASI TKDN: - Ekonom Prediksi Pertumbuhan di Bawah 5%

 

Jakarta-Sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini bisa merosot di bawah 5%. Kondisi ini terjadi akibat kebijakan tarif impor Presiden AS  Donald Trump terhadap puluhan negara. Sementara itu, Pemerintah tengah menyiapkan paket negosiasi melalui revitalisasi Perjanjian Kerja Sama Perdagangan dan Investasi (TIFA), relaksasi kebijakan non-tarif seperti Tingkat Komponen Dasar Negeri (TKDN), serta penyeimbangan neraca dagang melalui pembelian produk strategis dari AS.

NERACA

Menurut ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin,  ekonomi RI akan tumbuh di bawah 5% pada tahun ini. Kisaran pertumbuhan ekonomi RI akan tergantung kebijakan Trump dan respon kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Jika Trump menerapkan Trump Reciprocal Tariff  (TRT) sesuai rencana, kemungkinan akan tumbuh di kisaran 4,5-4,8%, jika ternyata lebih lunak kemungkinan pertumbuhan akan di level 4,6-4,9%,” kata Wijayanto seperti dikutip  Katadata.co.id, Kamis (10/4).

Dengan kondisi ini, pemerintah harus melakukan antisipasi dengan membuka pasar ekspor baru. Langkah lainnya adalah pemberian stimulus bagi peningkatan utilisasi sektor manufaktur. Tak hanya itu, Wijayanto mengatakan rekalibrasi program besar jangka panjang dan merelokasi sumber daya kepada program jangka pendek yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan daya beli masyarakat perlu dilakukan.

Terakhir, pemerintah perlu menjalankan dengan baik ebijakan baru terkait devisa hasil ekspor yang 100% harus ditampung di dalam negeri. “Ini untuk memperkuat cadangan devisa guna menstabilkan rupiah,” ujarnya.   

Ekonom lainnya dari UPN Veteran Jakarta,  Achmad Nur Hidayat,  mengatakan sejak memasuki kuartal kedua 2025, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami koreksi yang lebih tajam. “Proyeksi ini menjadi cermin dari ketidakmampuan kebijakan domestik dalam beradaptasi cepat terhadap guncangan eksternal,” ujarnya, kemarin  (10/4).

 Perkembangan global yang tidak menguntungkan Indonesia, menurut Hidayat, dapat membuat angka-angka target pemerintah sekadar ilusi. "Proyeksi yang lebih jujur dan kritis, menurut kami, pertumbuhan negara ini di kisaran 4,2% hingga 4,5%," katanya.

Bahkan angka itu dapat lebih rendah lagi apabila respon kebijakan pemerintah tetap pasif. Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara alias APBN 2025, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,2%.

Proyeksi Bank Dunia, RI tahun ini dapat tumbuh 5,1% dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan di angka 4,9%.

Hidayat mengatakan, gejolak ekonomi akibat kebijakan tarif Trump memang tidak eksklusif terhadap Indonesia. Negara-negara Asia seperti China, India, dan Vietnam juga akan terguncang. “Namun, prediksi sementara menunjukkan kontraksi ekonomi di Indonesia bisa lebih dalam 1%-1,5% dibandingkan proyeksi awal, menjadikannya salah satu negara dengan koreksi pertumbuhan terbesar di Asia Tenggara,” ujar Achmad. 

Hal itu disebabkan ketergantungan tinggi Indonesia terhadap ekspor komoditas dan barang manufaktur berbiaya rendah, serta lemahnya permintaan domestik akibat inflasi yang tak terkendali. Berbeda dengan China yang sudah lama mempersiapkan pasar baru, selain AS, dalam perdagangan Internasionalnya.

Sebelumnya, Menkeu  Sri Mulyani Indrawati mengumumkan  APBN mengalami defisit sebesar Rp 104,2 triliun per Maret 2025. Jumlah ini setara dengan 0,43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dalam paparannya,  Sri Mulyani mengatakan  defisit ini berasal dari pendapatan negara sebesar Rp 516,1 triliun atau setara 17,2 persen dari target Rp 3.005,1 triliun serta belanja negara sebesar Rp 620,3 triliun atau setara 17,1 persen dari target Rp 3.621,3 triliun.

Kendati demikian, Menkeu  menilai postur APBN sampai dengan akhir Maret sudah dalam situasi membaik. Pasalnya, penerimaan pajak bruto mengalami tren positif 9,1 persen pada Maret 2025, dari yang sebelumnya negatif 4 persen pada Februari 2025.

APBN, kata Sri Mulyani, juga didesain dengan defisit 2,53 persen, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 64 tahun 2024 yang sudah disetujui DPR. “Defisit 2,53 persen itu artinya defisit Rp 616 triliun,” katanya di Jakarta pada Selasa, 8 April 2025, dikutip dari siaran YouTube Sekretariat Presiden.

Adapun pendapatan negara sebagian besar bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun yang terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 322,6 triliun serta peneriman kepabeanan dan cukai sebesar Rp 77,5 triliun.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 115,9 triliun. Sedangkan belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 413,2 dan transfer ke daerah sebesar Rp 207,1 triliun

 Sri Mulyani mengklaim belanja pemerintah masih on track, meskipun ada banyak program pemerintah yang harus dibiayai. Program-program itu di antaranya adalah makan bergizi gratis, ketahanan pangan, serta ketahanan energi. “Jadi jangan khawatir jebol APBN-nya. Banyak yang mengatakan apakah APBN jebol? Tidak. Program-program Bapak Presiden ada di dalam ruang APBN yang ada,” ujarnya. 

Langkah Deregulasi

Di sisi lain, Pemerintah tengah menyiapkan paket negosiasi melalui revitalisasi Perjanjian Kerja Sama Perdagangan dan Investasi (TIFA), relaksasi kebijakan non-tarif seperti Tingkat Komponen Dasar Negeri (TKDN), serta penyeimbangan neraca dagang melalui pembelian produk strategis dari AS.

Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai langkah Indonesia menempuh jalur diplomasi ketimbang retaliasi sebagai pilihan yang pragmatis dan strategis. “Terkait dengan paket negosiasi, ini saya rasa cukup baik daripada kita retaliasi. Memang lebih baik kita melakukan negosiasi,” ujarnya, Rabu (9/4).

Menurut dia,  hambatan non-tarif seperti TKDN selama ini kerap menjadi tantangan besar bagi daya saing industri dalam negeri. Dalam konteks ekonomi global yang saling terhubung, proteksionisme justru bisa menjadi bumerang. “Kebijakan seperti TKDN yang terlalu kaku justru meningkatkan ongkos produksi dan menurunkan daya saing ekspor kita. Relaksasi menjadi langkah awal yang tepat,” ujarnya pada Rabu (9/4).

Riefky mencontohkan kasus peluncuran iPhone 16 yang sempat terhambat masuk ke pasar Indonesia akibat kendala aturan TKDN. Hal ini menunjukkan bahwa hambatan regulasi dapat kontraproduktif terhadap inovasi dan keterjangkauan teknologi. "Kebijakan TKDN sempat membuat kita terhalang mendapatkan produk iPhone 16 yang mau masuk ke Indonesia," tutur dia. 

Namun, pelonggaran aturan TKDN juga menuai peringatan serius dari kalangan pemerhati digital. Direktur Eksekutif Indonesian Digital & Cyber Institute (IDCI) Yayang Ruzaldy menilai relaksasi TKDN memang bisa membuka peluang kerja sama teknologi dengan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Apple, Microsoft, dan General Electric. Namun, langkah ini harus dikawal dengan strategi jangka panjang yang terukur.

 “Tapi jika relaksasi ini dilakukan tanpa kerangka jangka panjang, industri lokal dapat kehilangan daya saing, dan Indonesia akan kembali terjebak dalam ketergangungan teknologi asing, baik dari sisi perangkat keras maupun lunak," ujarnya.

IDCI mengusulkan pendekatan TKDN 2.0 yang tidak hanya menghitung komponen fisik, tetapi juga nilai lokal seperti penguasaan kekayaan intelektual, kontribusi terhadap riset nasional, dan keterlibatan tenaga kerja lokal terampil.

“Relaksasi TKDN seharusnya menjadi jembatan negosiasi, bukan kemunduran. Harus ada prasyarat ketat seperti alih teknologi, kolaborasi riset, pelibatan tenaga kerja dan pembangunan pusat inovasi bersama,” kata Yayang.

IDCI juga memperingatkan agar relaksasi TKDN ini tidak menjadi preseden buruk di mana Indonesia dianggap mudah ditekan lewat instrumen tarif, dan kemudian merespons dengan kelonggaran regulasi yang bersifat jangka pendek.

Sebelumnya,  Menkeu  mengungkapkan empat langkah deregulasi di bidang pajak dan kepabeanan untuk memangkas beban tarif yang dirasakan pelaku usaha hingga 14 persen. Hal ini diambil menyusul keputusan pemerintahan Donald Trump yang menetapkan tarif impor terhadap produk Indonesia menjadi 32 persen.

Pertama, Pemerintah Indonesia akan memangkas beban 2 persen yang berasal dari reformasi administrasi perpajakan dan bea cukai. Dengan langkah penyederhanaan administrasi, beban tarif dapat ditekan menjadi 30 persen.

Kedua, pemangkasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor dari yang sebelumnya 2,5 persen menjadi hanya 0,5 persen. Hal ini diklaim dapat memangkas beban tarif tambahan sebesar 2 persen sehingga membuat total beban tarif turun menjadi sekitar 28 persen.

Ketiga, penyesuaian tarif bea masuk produk impor yang berasal dari AS dan masuk kategori most favored nation (MFN). Tarif yang semula dikenakan sebesar 5 persen hingga 10 persen, akan diturunkan menjadi 0 persen sampai 5 persen.

Keempat, penyesuaian terhadap tarif bea keluar untuk komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), yang diklaim ekuivalen menurunkan beban pengusaha sebesar 5 persen. Dengan begitu, total pengurangan beban dari empat langkah tersebut mencapai 14 persen dan beban tarif akibat kebijakan Trump tinggal 18 persen. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

BEI Siap Mitigasi Jika Ada Efek Lanjutan

NERACA  Jakarta  -Meksipun pada perdagangan Kamis (10/4), indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia berada di zona hijau…

RUU Perampasan Aset Jadi Kebutuhan Mendesak Perkuat Hukum

NERACA Jakarta - Pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan…

EKONOM INDEF: - Kebijakan Impor Perlu Dikawal Regulasi Ketat

Jakarta-Ekonom Indef   Andry Satrio Nugroho mengingatkan keras, langkah kebijakan impor  justru berisiko besar mempercepat kerusakan ekonomi nasional jika tidak dikawal…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI PEMERINTAH MENYIAPKAN PAKET REVITALISASI DAN RELAKSASI TKDN: - Ekonom Prediksi Pertumbuhan di Bawah 5%

  Jakarta-Sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini bisa merosot di bawah 5%. Kondisi ini terjadi akibat kebijakan…

BEI Siap Mitigasi Jika Ada Efek Lanjutan

NERACA  Jakarta  -Meksipun pada perdagangan Kamis (10/4), indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia berada di zona hijau…

RUU Perampasan Aset Jadi Kebutuhan Mendesak Perkuat Hukum

NERACA Jakarta - Pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan…