NERACA
Jakarta - Pemerintah terus mengambil langkah strategis untuk mempertahankan daya saing ekspor nasional menyusul indikasi kebijakan proteksionisme yang kembali digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan Indonesia memilih jalur negosiasi karena AS tetap merupakan mitra strategis. Presiden Prabowo Subianto juga mendukung penuh langkah ini, sembari membangun kekuatan ekonomi nasional yang tangguh dan mempertahankan daya saing ekspor Indonesia.
"Jalur negosiasi akan terus ditempuh karena AS tetap menjadi mitra strategis Indonesia dalam perdagangan global. Sementara itu, kami mendukung penuh langkah tersebut, sambil menekankan bahwa kekuatan ekonomi nasional yang tangguh dan daya saing ekspor harus terus kita pertahankan," ujar Airlangga.
Pemerintah juga terus memperluas pasar ekspor ke kawasan Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah, guna mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Program hilirisasi industri dan insentif fiskal juga terus digenjot bagi pelaku ekspor yang mengutamakan nilai tambah produk lokal.
Langkah-langkah ini dinilai penting untuk memastikan bahwa produk Indonesia tetap kompetitif secara harga dan kualitas di pasar global, meski menghadapi tekanan tarif.
Founder & Chairman CT Corp, Chairul Tanjung memandang kebijakan Trump dapat memicu efek domino bagi negara-negara berkembang. Sehingga, Indonesia tidak perlu mengambil sikap konfrontatif, melainkan memilih jalur negosiasi yang konstruktif.
“AS tetap merupakan mitra strategis Indonesia, dan solusi terbaik dapat dicapai melalui komunikasi ekonomi yang terbuka,” ucap Chairul Tanjung.
Ke depan, sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan asosiasi eksportir menjadi kunci dalam menjaga momentum ekspor nasional. Kebijakan Trump dapat menjadi ujian serius, namun juga peluang bagi Indonesia untuk memperkuat fundamental ekonomi dan mempercepat transformasi industri nasional.
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu mengungkapkan upaya jangka menengah, pemerintah juga memperkuat posisi tawar dalam forum multilateral seperti ASEAN dan G20 untuk menekan dominasi kebijakan sepihak negara besar.
“Sebagai upaya jangka menengah, pemerintah memperkuat posisi tawar Indonesia di forum-forum multilateral seperti ASEAN dan G20. Langkah ini penting untuk menekan dominasi kebijakan sepihak dari negara-negara besar yang dapat merugikan stabilitas perdagangan global.” Jelas Mari.
Sehingga dengan pendekatan diplomasi dagang aktif dan kebijakan strategis berbasis data, Indonesia berharap tetap dapat menjaga pertumbuhan ekspor positif di tengah ketidakpastian global.
Pemerintah menegaskan bahwa sinergi antara sektor publik dan swasta yang menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya bertahan, tapi mampu unggul dalam lanskap perdagangan global yang terus berubah.
Lebih lanjut, pada Februari 2025, total nilai ekspor Indonesia mencapai USD 1,98 miliar. Nilai ini naik 2,58 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM) dan naik 14,05 persen dibanding Februari 2024 (YoY).
Peningkatan ekspor tersebut disebabkan adanya kenaikan ekspor nonmigas sebesar 2,29 persen dan migas sebesar 8,25 persen (MoM).
“Pada Februari 2025, kontribusi ekspor sektor industri Indonesia tertinggi dibandingkan sektor yang lain. Pangsa ekspor sektor industri mencapai 84,69 persen, lebih tinggi dibandingkan Januari 2025 sebesar 83,97 persen dari nilai ekspor nonmigas,” ungkap Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Sektor pertambangan dan lainnya berkontribusi sebesar 12,60 persen dan pertanian sebesar 2,71 persen. Peningkatan ekspor nonmigas pada Februari 2025 secara bulanan terjadi karena adanya peningkatan ekspor sektor industri sebesar 3,17 persen dan sektor pertanian sebesar 3,06 persen (MoM). Sedangkan, ekspor sektor pertambangan dan lainnya turun sebesar 3,41 persen (MoM) akibat penurunan ekspor batu bara.
Beberapa produk utama ekspor sektor industri dengan kenaikan tertinggi pada Februari 2025 di antaranya mesin dan peralatan mekanis (HS 84) yang naik 37,85 persen; lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) 37,04 persen; berbagai makanan olahan (HS 21) 20,30 persen; logam mulia, perhiasan/permata (HS 71) 16,45 persen; serta barang dari kulit samak (HS 42) 15,66 persen (MoM).
Pada Februari 2025, Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai ekspor sebesar USD8,29 miliar dan pangsa ketiga negara tersebut sebesar 39,79 persen terhadap ekspor nonmigas nasional.
Perusahaan Migas Indonesia Berpotensi Investasi di AS Jakarta – Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)…
Indonesia Berencana Tambah Tmpor dariAS Senilai USD18-19 miliar Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana untuk menambah impor dari Amerika (AS) senilai…
Nilai Tambah dan Daya Saing Industri Sawit Dalam Negeri Terus Ditingkatkan Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus meningkatkan nilai tambah…
Perusahaan Migas Indonesia Berpotensi Investasi di AS Jakarta – Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)…
Indonesia Berencana Tambah Tmpor dariAS Senilai USD18-19 miliar Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana untuk menambah impor dari Amerika (AS) senilai…
Pemerintah Pertahankan Daya Saing Ekspor Indonesia Hadapi Kebijakan Trump Jakarta - Pemerintah terus mengambil langkah strategis untuk mempertahankan daya saing…