Dalam Penghapusan Kuota Impor, Tidak Ada Monopoli

Dalam Penghapusan Kuota Impor, Tidak Ada Monopoli
Jakarta – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menegaskan bahwa rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem kuota impor komoditas tidak akan mengancam kelangsungan industri pertanian dalam negeri. 
Pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk melindungi kepentingan petani dan pelaku usaha domestik, seiring dengan langkah mendorong tercapainya swasembada pangan nasional.
Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menyampaikan, bahwa kebijakan ini justru ditujukan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan efisien dalam rantai pasok pangan nasional. Ia menekankan bahwa  kebijakan tersebut tidak berarti membuka keran impor secara besar-besaran.
“Bukan berarti kemudian impor besar-besaran, semua diimpor, bukan! Tetap harus melindungi produksi dalam negeri untuk komoditi pangan, komoditi teknologi, komoditi pakaian, komoditi apapun, tetap produksi dalam negeri akan diprioritaskan,” ujar Mas Dar.
Mas Dar juga mengatakan, Indonesia masih memiliki fokus utama untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi. Kuota impor yang akan dihapus hanya terbatas pada sektor tertentu. 
"Maksudnya gini, misalnya butuh impor daging beku, yang butuh industri, ya sudah industri saja yang impor. Nggak usah ada pihak tertentu yang dikasih kuota, kemudian dia yang ngatur jumlahnya, dia yang dikasih hak khusus. Menurut Pak Presiden itu tidak adil," kata Mas Dar.
Lebih lanjut, Mas Dar menjelaskan bahwa kebijakan penghapusan kuota impor tidak akan mematikan industri dalam negeri. Bahkan, sektor pertanian dalam negeri terus didorong untuk mencapai swasembada pangan dan memperkuat daya saing industri nasional.
 “Kita kan melindungi yang di dalam negeri, itu pasti harus tetap dilindungi. Bukan berarti dibuka seluas-seluasnya kemudian industri yang di dalam negeri mati, enggak. Kita tetap harus swasembada,” jelas Mas Dar.
Kebijakan ini juga diyakini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Dengan sistem impor yang lebih terbuka, harga komoditas pangan seperti daging yang mengandung protein tinggi berpotensi menjadi lebih terjangkau.
“Kalau harga beli impornya murah, maka harga jualnya akan lebih murah. Yang menikmati siapa? Rakyat Indonesia,” tambah Mas Dar.
Terkait skema pelaksanaan, Sudaryono menyebut bahwa industri akan dapat mengimpor langsung sesuai kebutuhan tanpa perantara kuota yang selama ini dimonopoli dan diperuntukkan ke segelintir kelompok.
 
“Yang dimaksud dengan tidak ada kuota itu maksudnya jumlah volume yang harus kita impor tidak boleh lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu. Volume yang sudah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan neraca komoditi boleh diimpor, volume itu bisa diimpor oleh siapa saja, tidak lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu lagi. Supaya lebih adil dan tidak ada lagi praktik monopoli dengan pemberian kuota kepada orang-orang tertentu,” tegas Mas Dar.
Kementerian Pertanian memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil akan selalu berpihak pada kepentingan rakyat dan keberlangsungan industri dalam negeri. Melalui sinergi dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia diyakini mampu menciptakan sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan.
Lebih lanjut terkait dengan impor, Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan bahwa negara asal  impor nonmigas  Indonesia  didominasi  Tiongkok,  Jepang,  dan  Thailand dengan total pangsa 51,12 persen dari total impor nonmigas Februari 2025. Beberapa negara asal impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi, diantaranya adalah Argentina 150,68  persen,  Swiss 140,77 persen, Arab Saudi 79,48 persen, Australia 73,59 persen, dan Turki 63,78 persen (MoM). 
Secara kumulatif untuk  periode Januari—Februari 2025, total impor mencapai USD36,80 miliar, turun 0,36 persen (CtC). Penurunan impor tersebut dipicu penurunan impor migas sebesar 5,77 persen, sementara impor nonmigas naik sebesar 0,62 persen (CtC).
Menteri Perdagangan Budi Santoso memaparkan, kinerja impor Februari 2025 masih didominasi bahan baku/penolong dengan pangsa 73,90 persen, diikuti barang modal 18,31 persen dan barang konsumsi 7,79 persen.
Sebelumya, Januari 2025, impor Indonesia tercatat sebesar USD18,00 miliar. Nilai ini turun 15,18  persen dibandingkan Desember 2024 (MoM) dan turun 2,67 persen dibandingkan Januari 2024 (YoY).   

NERACA

Jakarta – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menegaskan bahwa rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem kuota impor komoditas tidak akan mengancam kelangsungan industri pertanian dalam negeri. 

Pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk melindungi kepentingan petani dan pelaku usaha domestik, seiring dengan langkah mendorong tercapainya swasembada pangan nasional.

Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menyampaikan, bahwa kebijakan ini justru ditujukan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan efisien dalam rantai pasok pangan nasional. Ia menekankan bahwa  kebijakan tersebut tidak berarti membuka keran impor secara besar-besaran.

“Bukan berarti kemudian impor besar-besaran, semua diimpor, bukan! Tetap harus melindungi produksi dalam negeri untuk komoditi pangan, komoditi teknologi, komoditi pakaian, komoditi apapun, tetap produksi dalam negeri akan diprioritaskan,” ujar Mas Dar.

Mas Dar juga mengatakan, Indonesia masih memiliki fokus utama untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi. Kuota impor yang akan dihapus hanya terbatas pada sektor tertentu. 

"Maksudnya gini, misalnya butuh impor daging beku, yang butuh industri, ya sudah industri saja yang impor. Nggak usah ada pihak tertentu yang dikasih kuota, kemudian dia yang ngatur jumlahnya, dia yang dikasih hak khusus. Menurut Pak Presiden itu tidak adil," kata Mas Dar.

Lebih lanjut, Mas Dar menjelaskan bahwa kebijakan penghapusan kuota impor tidak akan mematikan industri dalam negeri. Bahkan, sektor pertanian dalam negeri terus didorong untuk mencapai swasembada pangan dan memperkuat daya saing industri nasional.

 “Kita kan melindungi yang di dalam negeri, itu pasti harus tetap dilindungi. Bukan berarti dibuka seluas-seluasnya kemudian industri yang di dalam negeri mati, enggak. Kita tetap harus swasembada,” jelas Mas Dar.

Kebijakan ini juga diyakini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Dengan sistem impor yang lebih terbuka, harga komoditas pangan seperti daging yang mengandung protein tinggi berpotensi menjadi lebih terjangkau.

“Kalau harga beli impornya murah, maka harga jualnya akan lebih murah. Yang menikmati siapa? Rakyat Indonesia,” tambah Mas Dar.

Terkait skema pelaksanaan, Sudaryono menyebut bahwa industri akan dapat mengimpor langsung sesuai kebutuhan tanpa perantara kuota yang selama ini dimonopoli dan diperuntukkan ke segelintir kelompok.

“Yang dimaksud dengan tidak ada kuota itu maksudnya jumlah volume yang harus kita impor tidak boleh lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu. Volume yang sudah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan neraca komoditi boleh diimpor, volume itu bisa diimpor oleh siapa saja, tidak lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu lagi. Supaya lebih adil dan tidak ada lagi praktik monopoli dengan pemberian kuota kepada orang-orang tertentu,” tegas Mas Dar.

Kementerian Pertanian memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil akan selalu berpihak pada kepentingan rakyat dan keberlangsungan industri dalam negeri. Melalui sinergi dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia diyakini mampu menciptakan sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan.

Lebih lanjut terkait dengan impor, Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan bahwa negara asal  impor nonmigas  Indonesia  didominasi  Tiongkok,  Jepang,  dan  Thailand dengan total pangsa 51,12 persen dari total impor nonmigas Februari 2025. Beberapa negara asal impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi, diantaranya adalah Argentina 150,68  persen,  Swiss 140,77 persen, Arab Saudi 79,48 persen, Australia 73,59 persen, dan Turki 63,78 persen (MoM). 

Secara kumulatif untuk  periode Januari—Februari 2025, total impor mencapai USD36,80 miliar, turun 0,36 persen (CtC). Penurunan impor tersebut dipicu penurunan impor migas sebesar 5,77 persen, sementara impor nonmigas naik sebesar 0,62 persen (CtC).

Menteri Perdagangan Budi Santoso memaparkan, kinerja impor Februari 2025 masih didominasi bahan baku/penolong dengan pangsa 73,90 persen, diikuti barang modal 18,31 persen dan barang konsumsi 7,79 persen.

Sebelumya, Januari 2025, impor Indonesia tercatat sebesar USD18,00 miliar. Nilai ini turun 15,18  persen dibandingkan Desember 2024 (MoM) dan turun 2,67 persen dibandingkan Januari 2024 (YoY).   

BERITA TERKAIT

Periode Kedua April 2025, HPE Konsentrat Tembaga Meningkat

Periode Kedua April 2025, HPE Konsentrat Tembaga Meningkat Jakarta – Rata-rata Harga Patokan Ekspor (HPE) komoditas konsentrat tembaga (Cu ≥…

Indonesia Tempuh Jalur Diplomasi dan Negosiasi - HADAPI PENERAPAN TARIF UNILATERAL AS

HADAPI PENERAPAN TARIF UNILATERAL AS  Indonesia Tempuh Jalur Diplomasi dan Negosiasi Jakarta – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso menyampaikan, Indonesia…

Perusahaan Migas Indonesia Berpotensi Investasi di AS

Perusahaan Migas Indonesia Berpotensi Investasi di AS Jakarta – Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)…

BERITA LAINNYA DI Industri

Periode Kedua April 2025, HPE Konsentrat Tembaga Meningkat

Periode Kedua April 2025, HPE Konsentrat Tembaga Meningkat Jakarta – Rata-rata Harga Patokan Ekspor (HPE) komoditas konsentrat tembaga (Cu ≥…

Indonesia Tempuh Jalur Diplomasi dan Negosiasi - HADAPI PENERAPAN TARIF UNILATERAL AS

HADAPI PENERAPAN TARIF UNILATERAL AS  Indonesia Tempuh Jalur Diplomasi dan Negosiasi Jakarta – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso menyampaikan, Indonesia…

Perusahaan Migas Indonesia Berpotensi Investasi di AS

Perusahaan Migas Indonesia Berpotensi Investasi di AS Jakarta – Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)…