Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Untuk memutus benang rantai kemiskinan, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berencana akan mendirikan Koperasi Merah Putih Desa. Hal itu tidak lepas dari 44 persen masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan dan jika tak ada intervensi secara tepat akan mengalami kemunduran ekonomi seperti halnya di berbagai negara lain. Tentang Koperasi Merah Putih Desa informasinya akan diluncurkan pada 12 Juli 2025 di acara Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) kedepan.
Untuk membahas Koperasi Merah Putih Desa yang kini dalam proses kebijakan, di view ini, penulis ingin memberikan urun rembug dan sekaligus sudut pandang tersendiri. Dimana berbicara koperasi dengan jenis dan bentuk apapun tak bisa dipisahkan dengan konstitusi di pasal 33 UUD 1945 dan regulasi UU No 25 Tahun 1992. Dimana koperasi adalah badan usaha yang didirikan oleh sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan bersama. Koperasi dapat dibentuk oleh perorangan atau badan hukum.
Tujuan didirkan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Secara luas, koperasi juga ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi prioritas untuk disejahterakan dalam praktik pelaksanaannya adalah anggota koperasi itu sendiri. Koperasi diharapkan juga mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dari pemaparan di atas jika koperasi itu dihadirkan di masyarakat pedesaan sangat relevan sesuai dengan kebutuhan ketika lembaga keuangan formal tak mampu diakses oleh masyarakat desa. Namun yang menjadi pertanyaannya, konsep Koperasi Merah Putih Desa yang akan dihadirkan di masyarakat itu seperti apa?
Sebab, selama ini di masyarakat bawah sudah sering sekali mendengar program pemerintah sebelumnya tentang pendirian koperasi. Bahkan ada guyonan mereka dalam mengklasifikasikan tentang program koperasi itu, yaitu pertama, koperasi burung merpati dimana koperasi itu lahir dikarenakan ada program - program pemerintah atau pihak swasta dan menjadikan peluang untuk berdiri.
Kedua, koperasi pedati yaitu koperasi yang mati suri bisa bangkit kembali dikarenakan di cambuki dengan iming-iming program baru. Ketiga, koperasi mandiri yaitu koperasi yang berdiri dikarenakan kesadaran dari ekosistem atau komunitas atas pentingnya koperasi sebagai tempat berkumpul berserikat, akses permodalan dan pengembangan kewirausahaan. Kehadiran koperasi mandiri selama ini genuine karena memang berangkat merangkak dari bawah, tumbuh dan membesar. Jenis koperasi yang demikian akan terus hidup dan tak lekang dengan waktu.
Lantas bagaimana dengan Koperasi Merah Putih Desa ? Sebagai sebuah program unggulan pemerintah yang pro rakyat tentunya pilihannya adalah bukan koperasi burung merpati dan pedati tapi adalah koperasi mandiri. Untuk menjadi koperasi mandiri konsep yang ditawarkan adalah koperasi berparadigma SHO (Self Help Organization) atau membangun koperasi dengan cara kemandirian dan tidak tergantung dengan pihak lain atau eksternal. Hal ini didasarkan karena melihat banyaknya koperasi-koperasi yang ada di tanah air saat ini sudah banyak keluar dari semangatnya yakni kepemilikian secara kegotong royongan telah berubah menjadi koperasi milik pribadi.
Dampaknya fungsi koperasi yang selama ini berperan dalam pemberdayaan ekonomi dan sebagai kemudahan dalam mengakses permodalan berubah menjadi bisnis-bisnis pribadi para pengelola. Jika ini dilakukan—yang terjadi adalah koperasi akan mengalami krisis identitas. Maka dari itu orientasi Koperasi Merah Putih Desa harus jelas, apalagi ditengah persaingan lembaga keuangan yang memiliki produk dan segmentasi Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM).
Terkait dengan hal ini, SHO merupakan salah satu bentuk dari koperasi yang ingin mandiri dan dibangun berdasarkan dari kekuatan dari, oleh dan untuk anggota. Maka dari itu kemandirian ini bisa dilakukan jika konsolidasi permodalan berupa simpanan pokok, wajib dan sukarela koperasi bisa dimaksimalkan untuk melayani bagi para anggota dan didistribusikan dalam bentuk aktivitas sektor rill produktif.
Lalu bagaimana Koperasi Merah Putih Desa? Apakah berparadigma demikian?
Semoga Koperasi Merah Putih Desa berfikir demikian dan bukan asal berharap mendapatkan suntikan dana dari pihak luar atau disebut external help organization (EHO) yang informasinya dari Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) Rp 5 Milyar per Koperasi. Sehingga koperasi itu hanya sekedar agen atau sales dari pihak luar berupa perbankan dan lembaga keuangan lainya. Paradigma ini jika diteruskan menjadi koperasi ketergantungan dari pihak lain dan tidak mampu menjawab persoalan yang dihadapinya.
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Ramadhan selalu menjadi momen puncak konsumsi bagi masyarakat Indonesia. Setiap…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Beban APBN 2025 diperkirakan akan lebih berat dari saat disetujui pada Oktober…
Konsisten Catatkan Surplus Menteri Perdagangan Budi Santoso, atau MendagBusan, menyampaikan, Neraca perdagangan Indonesia masih melanjutkan surplus bulanan di awal…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Ramadhan selalu menjadi momen puncak konsumsi bagi masyarakat Indonesia. Setiap…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Untuk memutus benang rantai kemiskinan, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa, pemerintah di…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Beban APBN 2025 diperkirakan akan lebih berat dari saat disetujui pada Oktober…