Menakar Beban APBN, Jaga Kesinambungan Fiskal

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Beban APBN 2025 diperkirakan akan lebih berat  dari saat disetujui pada Oktober 2024 lalu. Kala itu, beban belanja yang menjadi kekhawatiran publik adalah membengkaknya jumlah K/L yang harus dibiayai dari APBN. Belakangan, ditundanya  kenaikan tarif PPN untuk sebagian barang/jasa dipandang  akan membebani kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan negara.

Belum lagi, kondisi perekonomian domestik  dan global, nampaknya tidak secerah perkiraan semula. Padahal beban APBN yang berat, akan berisiko terhadap pencapaian kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dalam jangka panjang. Perkembangan ini perlu mendapat perhatian serius semua stakeholder negara.

Beban APBN ini  nampaknya  akan semakin  berat bila pengelolaan BPI Danantara kurang hati-hati. Danantara dirancang  menjadi lembaga yang strategis untuk memperkuat pembiayaan investasi yang bersumber dari dalam negeri. Badan strategis  ini diharapkan mampu mengelola aset negara dengan lebih efisien dan lebih optimal, sehingga  akan mampu menyediaan dana pembiayaan investasi unggulan masa depan.

Dalam konteks fiskal, BUMN  memiliki peran penting dalam mengelola aset (kekayaan) negara yang dipisahkan. BUMN harus menyetorkan sebagian keuntungannya sebagai deviden kepada negara. Penerimaan deviden BUMN ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara dalam komponen penerimaan bukan pajak (PNBP) yang cukup dominan.

Dalam APBN 2025, penerimaan deviden BUMN ini direncanakan dapat mencapai sekitar Rp 90 triliun. Namun, dengan pembentukan Danantara, ada kemungkinan bahwa deviden BUMN tidak lagi disetor ke kas negara, melainkan diputar sebagai bagian investasi, atau untuk keperluan menambah modal. Kondisi ini dapat menyebabkan APBN 2025 beresiko  kehilangan deviden BUMN  yang sebelumnya disetor ke kas negara tersebut.

Situasi ini juga terkonfirmasi dari pernyataan  CEO Danantara yang menyampaikan  bahwa saham semua BUMN yang masuk dalam pengelolaan Danantara terbagi dua, yakni  99 persen dimiliki Danantara, dan 1 persen saham  adalah saham merah putih (negara). Dengan begitu, kalaupun   deviden BUMN tersebut disetorkan ke kas negara, diperkirakan dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari masa sebelumnya.

Pertanyaan yang muncul adalah dari mana pemerintah harus mencari pengganti hilangnya deviden tersebut. Akankah muncul  risiko fiskal baru pada pelaksanaan APBN 2025. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan kebijakan deviden yang tepat untuk menghindari terganggunya kesinambungan fiskal di masa depan.

Dalam menyusun PP yang terkait dengan UU BUMN yang baru, perlu dengan hati-hati diperhitungkan risiko fiskal ini. Perlu dilihat best practice yang terjadi di negara lain, seperti Singapura, Qatar, Kuwait, China, Uni Emirat Arab dan beberapa negara lainnya.

Pengalaman berbagai Sovereign Wealth Fund (SWF) di negara tersebut justru bertujuan untuk mengelola kekayaan negara dan meningkatkan pendapatan negara melalui investasi di berbagai bidang strategis. Kondisi ini akan lebih mendukung tercapainya kesinambungan fiskal di masa depan. Semoga BPI Danantara akan berkinerja sesuai dengan harapan stakeholder negara.

Masyarakat berharap  bahwa di masa mendatang Danantara  akan mampu  meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan tidak membebani  APBN. Dengan demikian, fungsi fiskal dalam mendorong pemerataan, stabilisasi  serta pertumbuhan ekonomi dapat dikelola dengan lebih aman dan sustainable.

BERITA TERKAIT

Ramadhan 2025: Konsumsi Tetap Naik, Tak Semeriah Tahun Lalu

  Oleh:  Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Ramadhan selalu menjadi momen puncak konsumsi bagi masyarakat Indonesia. Setiap…

Koperasi Merah Putih Desa

Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Untuk memutus benang rantai kemiskinan, meningkatkan ekonomi  dan  kesejahteraan masyarakat desa, pemerintah di…

Konsisten Surplus

  Konsisten Catatkan Surplus Menteri Perdagangan Budi Santoso, atau MendagBusan, menyampaikan,  Neraca perdagangan Indonesia masih melanjutkan surplus bulanan di awal…

BERITA LAINNYA DI

Ramadhan 2025: Konsumsi Tetap Naik, Tak Semeriah Tahun Lalu

  Oleh:  Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Ramadhan selalu menjadi momen puncak konsumsi bagi masyarakat Indonesia. Setiap…

Koperasi Merah Putih Desa

Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Untuk memutus benang rantai kemiskinan, meningkatkan ekonomi  dan  kesejahteraan masyarakat desa, pemerintah di…

Menakar Beban APBN, Jaga Kesinambungan Fiskal

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Beban APBN 2025 diperkirakan akan lebih berat  dari saat disetujui pada Oktober…