Dominasi Merek China, Kemana Industri Lokal EV?

 

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat

Ekonom UPN Veteran Jakarta

 

Industri otomotif global sedang mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir, dan salah satu faktor utama yang mendorong perubahan ini adalah dominasi merek-merek mobil listrik dan hybrid dari China. 

Dalam ajang pameran otomotif seperti Indonesia International Motor Show (IIMS), kita dapat melihat bagaimana merek-merek China tampil semakin kuat dengan beragam model yang mengusung teknologi inovatif, harga kompetitif, dan desain yang semakin menarik. 

Sejak 2022, beberapa merek baru asal China yang masuk ke pasar Indonesia antara lain Neta, Seres, Omoda, dan Voyah. Kehadiran mereka semakin memperkaya pilihan kendaraan listrik dan hybrid di Indonesia, yang pada akhirnya meningkatkan persaingan di industri otomotif nasional.

Di tengah gempuran merek-merek luar, industri lokal kendaraan listrik (EV) di Indonesia ternyata masih berada dalam tahap perkembangan. 

Meskipun pemerintah telah memberikan berbagai insentif untuk menarik investasi, ekosistem industri kendaraan listrik dalam negeri masih menghadapi berbagai tantangan, seperti ketersediaan infrastruktur pengisian daya, teknologi baterai yang masih bergantung pada impor, serta daya saing dalam hal harga dan fitur dibandingkan dengan merek-merek asing. Namun, beberapa pabrikan lokal seperti Gesits dan Wika Industri Manufaktur mulai berusaha membangun pijakan di industri ini dengan memproduksi motor listrik buatan dalam negeri.

Merek-merek China, seperti BYD, Wuling, dan Chery, telah membuktikan bahwa mereka mampu menghadirkan kendaraan listrik yang tidak hanya terjangkau tetapi juga memiliki kualitas yang terus meningkat. Hal ini jelas menjadi tantangan besar bagi pabrikan Jepang yang selama ini mendominasi pasar otomotif, terutama di segmen kendaraan konvensional dan hybrid. Jika melihat tren saat ini, ada kemungkinan besar bahwa dominasi Jepang akan tergeser secara perlahan.

Pabrikan Jepang selama ini dikenal sangat hati-hati dalam mengadopsi teknologi baru. Toyota dan Honda, misalnya, lebih banyak fokus pada teknologi hybrid daripada sepenuhnya beralih ke kendaraan listrik. Namun, pendekatan ini bisa menjadi bumerang di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap keberlanjutan dan tekanan regulasi yang mengarah pada transisi ke kendaraan listrik. 

Sementara Jepang masih mempertahankan dominasi di beberapa segmen, pabrikan China telah lebih agresif dalam riset dan pengembangan (R&D) serta ekspansi ke berbagai pasar, termasuk Indonesia.

Dengan harga yang lebih bersaing dibandingkan dengan mobil listrik asal Jepang, konsumen memiliki lebih banyak pilihan yang lebih terjangkau. Selain itu, merek-merek China juga berani menawarkan teknologi yang lebih canggih dengan fitur yang lebih lengkap, yang mungkin sulit ditandingi oleh pabrikan Jepang dengan struktur biaya produksi yang lebih tinggi.

Dari perspektif geopolitik dan industri, dominasi China dalam sektor kendaraan listrik juga didorong oleh kebijakan strategis pemerintahnya. Pemerintah China telah lama memberikan insentif besar untuk industri kendaraan listrik, mendorong investasi dalam teknologi baterai, dan membangun ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri ini. 

Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri kendaraan listriknya sendiri. Dengan cadangan nikel yang melimpah sebagai bahan utama baterai, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik global. 

Jika pemerintah dan industri dalam negeri dapat bersinergi dengan baik, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi pusat produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara, mengurangi ketergantungan pada produk impor, dan sekaligus meningkatkan daya saing industri otomotif lokal.

BERITA TERKAIT

Pemotongan Anggaran dan Risiko Pertumbuhan Ekonomi

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemerintah baru mengumumkan kebijakan  pemotongan anggaran kementerian dan lembaga (K/L)…

MBG & Sertifikasi Halal

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Program makan bergizi gratis (MBG) yang merupakan program unggulan  Presiden Prabowo Subianto telah terealisasikan…

Efisiensi Anggaran

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Efisiensi dan produktivitas adalah dua kata kunci…

BERITA LAINNYA DI

Pemotongan Anggaran dan Risiko Pertumbuhan Ekonomi

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemerintah baru mengumumkan kebijakan  pemotongan anggaran kementerian dan lembaga (K/L)…

Dominasi Merek China, Kemana Industri Lokal EV?

    Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Industri otomotif global sedang mengalami perubahan besar dalam beberapa…

MBG & Sertifikasi Halal

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Program makan bergizi gratis (MBG) yang merupakan program unggulan  Presiden Prabowo Subianto telah terealisasikan…