NERACA
Bali – Berbagai tantangan yang dihadapi industri sawit Indonesia secara nasional dan global. Untuk mengahadapi tantangan tersebut, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap pemerintah membantu mengatasinya melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung industri sawit yang merupakan komoditas unggulan Indonesia dan berperan sangat strategis dalam perekonomian nasional.
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono mengungkapkan, “industri sawit sekarang ini menghadapi ketidakpastian karena potensi krisis makanan dan energi, dan juga hambatan-hambatan perdagangan yang diberlakukan negara-negara importir, seperti peraturan bebas deforestasi Uni Eropa (EUDR).”
“Kami siap mendukung pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto dalam mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk memelihara daya saing global industri sawit sebagai sumber makanan dan energi yang terbarukan sebagaimana digariskan dalam Asta Cita yang merupakan bagian dari visi dan misi "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045,” kata kata Eddy Martono dalam acara pembukaan konferensi internasional sawit ke-20, Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Outlook (20th IPOC), bertema “Seizing Opportunities Amidst Global Uncertainty” di Nusa Dua, Bali.
Eddy juga menyebutkan tantangan dalam negeri, yakni produksi sawit yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari lambatnya pelaksanaan penanaman kembali di lahan-lahan kebun para petani sawit.
Eddy mengatakan bahwa tindakan-tindakan yang perlu dilakukan termasuk penguatan praktek produksi yang keberlanjutan, sinergi antara pemangku kepentingan industri kelapa sawit, dan memacu pelaksanaan program penanaman kembali lahan sawit petani (PSR). “Ini terutama perlu untuk mendukung program biodiesel pemerintah karena akan ditingkatkan ke B50 di tahun 2026, tanpa mengganggu kebutuhan makanan dan ekspor,” kata Eddy.
Selain itu, menurut Eddy, sangat perlu juga advokasi perdagangan bebas dan fair, karena setiap hambatan perdagangan akan menambah beban dan biaya bagi industri. Eddy menyebutkan bahwa sampai Agustus 2024 produksi sawit mencapai 34.7 juta ton. Dalam periode yang sama ekspor, termasuk biodiesel dan oleokimia, mencapai lebih dari 20.1 juta ton. Ekspor ini menyumbangkan devisa sekitar 17.349 juta US dolar bagi Indonesia. Konsumsi domestik tercatat pada 15.6 juta ton.
“Tapi kinerja itu lebih rendah dari tahun kemarin. Selama periode yang sama tahun lalu, produksi sawit mencapai 36.2 juta ton, ekpor 21.9 juta ton, dan nilainya melebihi 20,597 juta US dolar,” jelas Eddy.
Dalam kesempatan yang sama, ketua Panitia 20th IPOC, Mona Surya, juga menyebutkan tantangan-tantangan nasional dan global yang dihadapi industri sawit. “Ekonomi global menghadapi sejumlah tantangan, termasuk inflasi tinggi, konflik geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah dan peraturan dagang.
Tantangan-tantangan itu telah mengakibatkan ketidakpastian. Industri sawit tidak bisa lepas dari tantangan tersebut. “Kita telah mengalami volatilitas harga, produksi yang stagnan di negara-negara produsen, peraturan seperti EUDR. Peraturan nasional terus memainkan peran penting dalam mengarahkan dan mengembangkan industri sawit Indonesia,” ungkap Mona.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono mengungkapkan, Indonesia bermaksud untuk meningkatkan tingkat pencampuran biodiesel menjadi B50 (50 persen kandungan biodiesel) dan seterusnya di masa mendatang, sebagai bagian dari agenda energi terbarukan yang lebih luas.
“Sasaran B50 merupakan perubahan signifikan dalam kebijakan energi, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung pertanian lokal,” jelas,Sudaryono atau biasa disapa Mas Dar.
Namun, lanjut Mas Dar, perluasan ini dapat berdampak pada ketahanan pangan dan juga pasokan minyak sawit, terutama untuk ekspor. Dengan mengadopsi B35 pada tahun 2023, Indonesia telah mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan menghemat lebih dari USD7,9 miliar untuk impor bahan bakar fosil.
Mas Dar pun mengungkapkan dalam IPOC 2024 ini membahas bagaimana mengembangkan strategi dalam menanggapi isu-isu global yang berdampak pada industri kelapa sawit, seperti kebijakan indonesia tentang industri kelapa sawit dan ketahanan industri, penerapan EUDR, prospek industri kelapa sawit, serta prospek ekonomi dan tren pasar kelapa sawit di tahun 2025.
Saat ini, Mas Dar menjelaskan, minyak sawit Indonesia menyumbang sekitar 25 persen dari produksi minyak nabati dunia atau 59 persen dari produksi minyak kelapa sawit dunia. Produksi Crude Palm Oil (CPO) / minyak sawit Indonesia pada tahun 2023 sebesar 47,08 juta ton, di mana 10,2 juta ton digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri untuk pangan, 2,3 juta ton untuk industri oleokimia, 10,6 juta ton untuk biodiesel, dan 23,98 juta ton untuk ekspor.
“Industri kelapa sawit tidak hanya menjadi sumber utama pendapatan nasional, tetapi juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 16 juta orang yang bekerja di industri kelapa sawit (on farm dan off farm), termasuk petani skala kecil di berbagai daerah di Indonesia. Industri kelapa sawit merupakan tulang punggung perekonomian kita, terutama di daerah-daerah yang sedang kita dorong pertumbuhannya,” ungkap Mas Dar.
Oleh karena itu, menurut Mas Dar, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa industri ini dapat beroperasi secara berkelanjutan, efisien, dan kompetitif.
Kebijakan Indonesia di bidang pangan dan energi berfokus pada peningkatan swasembada, mengurangi ketergantungan terhadap impor, dan menangani keberlanjutan untuk mendukung ketahanan ekonomi dan tujuan lingkungan.
Strategi dan kebijakan pemerintah ditujukan untuk meningkatkan hasil atau produktivitas minyak kelapa sawit dan memenuhi target energi berkelanjutan. Indonesia telah menerapkan mandat biodiesel, yang mewajibkan bahan bakar untuk mencakup 35 persen biodiesel berbasis kelapa sawit (B35) untuk kendaraan dan industri. “Mandat ini ditujukan untuk meningkatkan penggunaan minyak kelapa sawit dalam negeri, mengurangi impor bahan bakar fosil, dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” pungkas Mas Dar.
NERACA Jakarta – Para petani dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM) saat ini tengah bernafas lega. Pasalnya, pemerintah baru saja…
NERACA Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono langsung melakukan pertemuan dengan sejumlah perwakilan nelayan Pantura usai penandantanganan…
NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong keterlibatan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perempuan di pasar global, khususnya…
NERACA Jakarta – Para petani dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM) saat ini tengah bernafas lega. Pasalnya, pemerintah baru saja…
NERACA Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono langsung melakukan pertemuan dengan sejumlah perwakilan nelayan Pantura usai penandantanganan…
NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong keterlibatan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perempuan di pasar global, khususnya…