Lebaran Lesu

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Pelaku ekonomi bisnis cenderung berharap selama ramadhan – lebaran terjadi lonjakan transaksi sehingga berdampak sistemik terhadap geliat ekonomi bisnis. Argumen yang mendasari adalah terjadinya perputaran uang semakin tinggi, baik dari perolehan THR atau uang kaget lainnya, termasuk bonus tahunan dan gaji ke-13.

Ironisnya, lebaran di tahun 2025 ternyata semua harapan itu sirna. Bahkan, situasinya semakin ironi ketika di lantai bursa terjadi penurunan IHSG yang secara tidak langsung menegaskan kondisi di tanah air sedang tidak baik-baik saja.

Data pada 18 Maret 2025 kemarin IHSG menurun drastis 7% (titik terendah sejak pandemi Covid-19) yang mengejutkan investor dan juga memicu gejolak di pasar saham Indonesia lalu dilakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan oleh BEI. Seperti diketahui bahwa di kejadian itu IHSG ditutup turun 3,84% (turun 248,55 poin di level 6.223,38) dan mencapai titik terendah di level 6.011,84 sebelum ditutup di level 6.223,38.

Fakta itu secara tidak langsung menegaskan rasa kekhawatiran investor terkait kondisi ekonomi Indonesia dan pasar keuangan secara agregat. Beberapa catatan dari realita ini misalnya kasus defisit APBN. Menkeu Sri Mulyani pernah menegaskan bahwa besaran defisit APBN per Februari 2025 mencapai Rp.31,2 triliun sehingga mengindikasikan ada pelemahan terhadap penerimaan negara (turun 20,85% terutama dipicu sektor pajak turun 30%).

Padahal, selama ini pajak menjadi andalan penerimaan dan penurunan ini menjadi sentimen negatif terhadap APBN, apalagi bebanAPBN saat ini semakin berat. Hal ini perlu dicermati agar tidak semakin berat bagi APBN sampai akhir 2025. Padahal, defisit APBN yang kian besar jelas akan berdampak terhadap pencapaian semua target pembangunan, termasuk misal pertumbuhan - investasi. Imbasnya tentu mempengaruhi kepercayaan pasar, investor dan pelaku ekonomi – bisnis sehingga makro ekonomi lesu.

Fakta lain dibalik merosotnya IHSG yaitu sentimen dari rumor mundurnya Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto dari kabinet Prabowo. Padahal, Sri Mulyani termasuk salah satu menteri yang diharapkan memicu sentimen terhadap kinerja ekonomi di era Prabowo. Di satu sisi, isu ini juga memicu sentimen terhadap ketidakpastian iklim sospol dalam negeri sehingga berdampak sistemik terhadap kepanikan termasuk investor sehingga ini memicu aksi jual secara agregat. Artinya rumor ini berdampak negatif dan berpengaruh terhadap iklim ekonomi-politik.

Padahal, ada interaksi kuat antara ekonomi-politik dan politik-ekonomi. Jadi, rumor itu berpengaruh terhadap kepercayaan publik dan investor pada khususnya. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk bisa menciptakan kepastian iklim sospol dan menenangkan kondisi makro secara sistematis dan berkelanjutan agar meredup sehingga menerima respon positif dari semua situasi dan kondisi yang ada.

Hal lain yang juga perlu dicermati adalah terjadinya penurunan peringkat saham oleh lembaga internasional. Betapa tidak, pemeringkatan menjadi salah satu acuan investor di bursa untuk mencermati kepastian investasi di bursa dan tentu untuk dapat memilih dan memilah saham-saham mana yang memberikan kepastian cuan. Artinya, penurunan peringkat saham Indonesia oleh Goldman Sachs dan Morgan Stanley memicu sentimen dan berpengaruh terhadap tekanan bagi IHSG.

Seperti diketahui kedua lembaga itu telah menurunkan peringkat dari ‘overweight’ menjadi ‘market weight’ sehingga ini secara tidak langsung menegaskan potensi risiko fiskal dan juga kekhawatiran terkait prospek ekonomi nasional, terutama dampak dari pergantian rezim dan iklim sospol yang panas dalam triwulan I- 2025, termasuk terkuaknya sejumlah mega skandal korupsi yang nilai kerugiannya sangat fantastis. Oleh karena itu, lemahnya penegakan hukum juga secara tidak langsung berdampak terhadap sentimen negatif tersebut sehingga banyak investor hengkang dan tidak merealisasikan investasinya. Pasca lebaran PR yang harus dibenahi yaitu memacu geliat ekonomi bisnis dengan membangun trust dan mereduksi arus balik agar tidak semakin membebani ekonomi di perkotaan dan sejumlah daerah perantauan.

BERITA TERKAIT

Peran Masyarakat dalam Menyehatkan APBN

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen penting dalam mengelola perekonomian…

Refinery jadi Game Changer

   Pembangunan Refinery Jadi Game Changer  Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung upaya Kementerian Energi dan Sumber…

Catatan untuk Menko Yusril

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Pemerintahan Prabowo menilai, terjadi tumpang-tindih kewenangan penjagaan laut. Sehingga,…

BERITA LAINNYA DI

Lebaran Lesu

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Pelaku ekonomi bisnis cenderung berharap selama ramadhan…

Peran Masyarakat dalam Menyehatkan APBN

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen penting dalam mengelola perekonomian…

Refinery jadi Game Changer

   Pembangunan Refinery Jadi Game Changer  Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung upaya Kementerian Energi dan Sumber…