NERACA
Jakarta -Maraknya BUMN Karya yang disuspensi karena menunda pembayaran pokok dan bunga obligasi di pasar memberikan kekhawatiran bagi para investor. Teranyar, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang menunda pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A (SMWIKA02ACN2) dan Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A (WIKA02ACN2) yang jatuh tempo pada tanggal 18 Februari 202.
Suhindarto, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo seperti dikutip Bisnis mengatakan bahwa obligasi WIKA lain yang akan jatuh tempo pada tahun ini juga memiliki risiko penundaan pembayaran, seperti obligasi dan sukuk sebelumnya. “Kecuali WIKA berhasil mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Obligasi [RUPO] untuk perpanjangan,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Pada 2025, WIKA masih akan menghadapi tiga surat utang senilai Rp1,13 triliun. Pertama, dari Obligasi Berkelanjutan III Wijaya Karya Tahap I Tahun 2022 Seri A dengan nilai pokok Rp479,8 miliar. Obligasi ini jatuh tempo pada 3 November 2025. Selanjutnya adalah Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A dengan nilai Rp231 miliar dan Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri B senilai Rp429 miliar.
Keduanya jatuh tempo pada 18 Desember 2025. Di sisi lain, PTPP juga menghadapi Obligasi Berkelanjutan III PTPP Tahap II Tahun 2022 Seri A senilai Rp140 miliar yang jatuh tempo pada 22 April mendatang. Suhindarto mengatakan, kondisi gagal bayar yang dialami WIKA tidak bisa disamakan dengan PTPP dan ADHI. Menurutnya, sumber pelunasan surat utang keduanya berasal dari kombinasi dana internal serta pendanaan eksternal terutama perbankan. “Selain itu, dari sisi neraca, kondisi keuangan ADHI dan PPTP masih relatif lebih baik dan sehat dibandingkan dengan WIKA,” pungkasnya.
Merespon hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PTPP, Joko Raharjo mengatakan pihaknya siap melunasi obligasi jatuh tempo,”Kita memiliki likuiditas dan siap membayar obligasi jatuh tempo,”ujarnya.
Disampaikannya, sumber pendanaan akan didapat dari pinjaman bank. Selain PTPP, ADHI turut memiliki utang obligasi jatuh tempo sebesar Rp1,28 triliun dari Obligasi Berkelanjutan III Adhi Karya Tahap III Tahun 2022 Seri A yang diterbitkan pada 22 Mei 2022. Obligasi dengan kupon 8,25% ini jatuh tempo pada Mei 2025.
Jika menilik laporan keuangan masing-masing perusahaan pada 2023, WIKA, ADHI, dan PTPP memiliki rasio lancar atau current ratio yang berbeda. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau jatuh tempo dalam setahun, dihitung dengan membandingkan aset lancar dan kewajiban lancar. Sepanjang 2023, WIKA tercatat memiliki rasio lancar sebesar 80,13% atau di bawah level minimal 100%. Sementara itu, ADHI memiliki rasio lancar sebesar 114%, sementara PTPP memiliki current ratio hingga 115,93%.
NERACA Jakarta- Sepanjang tahun 2024, PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) membukukan pendapatan prapenjualan atau marketing sales senilai Rp1,9 triliun.…
NERACA Brebes-Genjot pertumbuhan pendapatan berulang atau recurring income, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) melalui anak usahanya PT PP Sinergi Banjaratma,…
NERACA Jakarta — Kejar pertumbuhan bisnisnya, emiten properti dan perhotelan PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) berencana untuk terus meningkatnya…
NERACA Jakarta -Maraknya BUMN Karya yang disuspensi karena menunda pembayaran pokok dan bunga obligasi di pasar memberikan kekhawatiran bagi para…
NERACA Jakarta- Sepanjang tahun 2024, PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) membukukan pendapatan prapenjualan atau marketing sales senilai Rp1,9 triliun.…
NERACA Brebes-Genjot pertumbuhan pendapatan berulang atau recurring income, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) melalui anak usahanya PT PP Sinergi Banjaratma,…