Kebijakan Pemerintah jadi Katalis Rontoknya IHSG dan Gelombang Aksi Mahasiswa?

 

Oleh: Nanda Abraham, Pengamat Ekonomi Politik

 

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dilahirkan Pilpres 2024 memiliki kecenderungan anomali, antara sangat berpihak kepada kepentingan rakyat banyak dan ingin membangun kekuatan negara yang terpusat.

Dalam konteks keberpihakan kepada masyarakat, Presiden Prabowo memperlihatkannya dengan meluncurkan paket Makanan Bergizi  Gratis (MBG) bagi siswa, pembangunan sektor ketahanan pangan, dan bahkan paling radikal adalah penghapusan hutang UMKM yang didominasi oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Tetapi dari sisi lainnya, Presiden memberlakukan kebijakan yang bersifat sentralisasi seperti penghematan APBN yang menghasilkan efesiensi dalam bentuk anggaran mencapai Rp360 triliun lebih. Pemerintah juga melakukan kegiatan serimoni pelantikan Gubernur, bupati dan walikota secara bersamaan, sesuatu yang belum pernah terjadi selama ini.

Terakhir, Presiden Prabowo meluncurkan skema pengelolaan dana BUMN ke satu super holding bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia). Nilai dana yang dikelola sangat fantastis Rp16.000 triliun.

Kebijakan Pemerintahan Prabowo yang paling spektakuler adalah menetapkan Undang undang TNI yang baru, yang dinilai sebagai tindakan mengembalikan dwifungsi TNI di pemerintahan yang sebelumnya pernah ditolak oleh rakyat Indonesia era orde baru.

Kebijakan Presiden Prabowo yang seperti lebih berpihak kepada rakyat tetapi sebaliknya kurang memahami rumus-rumus dan keberpihakan kepada tata kelola keuangan efektif, termasuk di BUMN menimbulkan tanda tanya dari investor lokal dan asing ( baca: pasar ).

Pertanyaan besarnya adalah, Presiden Prabowo itu sebenarnya mau membawa sistem politik dan ekonomi mencontoh negara komunis china yang sentralistik secara politik namun liberal secara ekonomi? Atau ingin memadukan konsep Orde Baru dengan yang sentralistik  dengan  sistem Prabowonomics yang terinspirasi   dari bapaknya Prof. Soemitro Djoyohadikusumo.

Contohnya, Danantara yang mengarah pada pengelolaan BUMN yang terpusat yang dananya dikelola langsung oleh presiden, dengan mengurangi ruang peran swasta dalam mengelola sumber daya alam dan mengurangi ruang bagi dinamika pasar.

Hal ini terlihat saat presiden mengatakan pemain saham itu hanya untuk orang-orang tertentu. Rakyat kelas ekonomi bawah yang mayoritas tidak mengerti main saham.

Pertanyaan pentingnya: apakah strategi ini benar-benar akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, atau hanya mengulang pola lama yang terbukti tidak efektif?

Saya ingin memperlihatkan jawaban dari ketidakpuasan masyarakat terhadap gaya pemerintahan Prabowo pada peristiwa anjloknya  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 7 persen.

Peristiwa hancurnya IHSG bisa disebut sebagai hardlanding dimana efeknya ke pasar finansial global bisa lebih destruktif dibandingkan dengan manfaat pemotongan suku bunga. Investor institusi cenderung mencari aset safe haven, sehingga dana akan berpindah ke Treasury AS, bukan ke ekuitas emerging markets (EM).

Selain itu, pemotongan suku bunga yang  agresif bisa memberikan sinyal negatif, bahwa kondisi ekonomi AS jauh lebih buruk dari yang diantisipasi.

Kondisi Ini bisa meningkatkan risk premium bagi pasar negara berkembang seperti Indonesia, akibatnya nilai tukar rupiah tertekan dan memicu arus keluar modal yang jauh lebih besar.

Memang benar  belanja lebaran adalah katalis utama bagi konsumsi domestik, tetapi koreksi pasar saat ini terlalu tajam kalau hanya didasarkan pada kekhawatiran ini. Mungkin ada faktor lain yang perlu digali lebih dalam, misalnya tekanan terhadap sektor keuangan, teknologi dan properti akibat suku bunga yang masih tinggi.

Kalau rumor perombakan kabinet, ini sering terjadi, tetapi jarang menjadi faktor dominan dalam penghentian perdagangan (trading halt). Yang lebih penting, apakah kebijakan yang diantisipasi akan mengarah ke ketidakpastian regulasi atau perubahan besar dalam arah ekonomi.

Yang paling utama di market tentang ketidakpastian regulasi. Seperti regulasi dibuat terkait program – program presiden, dan antara lain penghapusan utang UMKM dan KUR.

Program ini memang bagus buat rakyat, tapi untuk  pasar jadi tanda tanya, seperti yang saya uraikan diatas. Dan yg lebih meragukan, regulasi revisi tentang  BUMN yg kemudian dibentuknya Danantara.

Pasar tentunya ingin mendapatkan informasi terkait business plan dan bisnis modelnya yang sampai saat ini belum jelas. Jika nanti mendapatkan dana awal Rp300 triliun, dan akan mempunyai total aset Rp 14.000 triliun, maka akan di investasikan untuk proyek apa? Bagaimana jika ada investasi yang gagal?

Faktor penilaian pasar terhadap CEO dan CIO danantara,  yakni Rosan Roeslani dan Pandu Sjahrir dinilai kurang layak jual, karena diduga memiliki  afiliasi politik tertentu sehingga dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan saat realisasi pengelolaan dana investasi.

Faktor penurunan penerimaan pajak dan faktor MBG yang diragukan eksekusinya juga dinilai pasar bahwa MBG dibuat terkesan dipaksakan dan tanpa mitigasi risiko.

RUU TNI juga menggerus kepercayaan pasar, karena posisi di berbagai institusi dan lembaga negara yg selama ini patut dan diduduki oleh sipil profesional berpengalaman di bidangnya, nanti bisa diduduki oleh prajurit militer yang dipertanyakan pengalaman dan  keprofesionalannya. Dengan begitu pasar menunggu kepastian regulasi yang menempatkan nilai-nilai supremasi sipil untuk mengelola negara, bukan militer.

Selain hal-hal yang saya uraikan diatas, beberapa  catatan yang menjadi penilaian pasar sehingga  IHSG hancur disebabkan ;

(1) Realisasi APBN hingga akhir Februari tercatat defisit, sehingga investor ragu; (2) Isu Menteri Keuangan mundur(3) Pernyataan presiden mengenai saham sehingga membuat market lesu dan banyak orang menganggap saham itu sama dengan judi.

(4) Pengesahan Danantara tidak diikuti dengan aturan yang jelas dan potensi konflik kepentingan karena para direksi dan dewan pengawasnya punya kepentingan bisnis dan afiliasi politik tertentu buat investor keluar dari sektor keuangan; (5) Minim transparansi dan komunikasi kebijakan dari regulator, berdampak pada ketidakpastian market. Karena investor butuh informasi kebijakan ekonomi buat menentukan investasi mereka.

(6) Kebijakan penghapusan utang KUR ini bikin investor meragukan transparansi  dan kualitas aset bank yang ada di Indonesia; (7) Penghapusan utang UMKM Rp 12,5 T membuat saham BRI banyak dibuang asing sehingga harga saham BRI terpuruk, begitupun saham bank mandiri, BCA, dan lainnya.

(8) Pembentukan Koperasi merah putih Rp400 triliun, tiap desa Rp 5 miliar dianggap investor berisiko besar kredit macet tinggi, membuat investor kabur untuk antisipasi krisis perbankan di Indonesia; (9) Kebijakan fiskal yang mengguncang defisit anggaran, ancaman makro ekonomi, pelemahan rupiah, inflasi tak terkendali buat investor kabur; (10) Isu kembalinya militer dalam banyak sektor karena pengesahan RUU TNI.

Sejak sebelum pengesahan RUU TNI oleh DPR RI, setiap hari di berbagai daerah mahasiswa dan masyarakat sipil melakukan unjuk rasa (demo) yang menggugat dibatalkannya RUU TNI.

Sebelum mahasiswa unjuk rasa menentang pengesahan RUU TNI,  mahasiswa pernah melakukan unjuk rasa dengan 13 tuntutan, yang antara lain mendesak  dihapuskannya multifungsi TNI,  sebab keterlibatan militer dalam sektor sipil berpotensi menciptakan represi dan menghambat kehidupan yang demokratis.

Tuntutan lainnya mendesak presiden membuat peraturan pemerintah pengganti UU perampasan aset. Hal ini mendesak untuk memberantas kejahatan ekonomi dan korupsi. Mahasiswa juga meminta perombakan kabinet dan reformasi ditubuh polri agar tidak represif dan meningkatkan profesionalisme.

Di saat ketidak pastian ekonomi dan situasi masyarakat yang apatis meluasnya distrust masyarakat sipil kepada pemerintah, apalagi lemahnya komunikasi publik yang menambah kekecewaan masyarakat, maka diperkirakan  kritikan akan semakin kuat dan arus tekanan perlawanan bisa muncul lebih besar dari rakyat.

Diharapkan pemerintah dan seluruh elit politik bisa meredam kemungkinan gejolak kekecewaan dengan mendengar aspirasi masyarakat untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang demokratis dan realistik sesuai prioritas kebutuhan rakyat banyak.

Sebelum dampak lanjutan lebih besar yakni tidak percayanya investor domestik dan asing kepada pemerintah. Tentunya bila itu terjadi, ekonomi akan semakin sulit dan program-program pemerintah akan sulit terealisasi.

BERITA TERKAIT

WFA Ubah Pola perjalanan dan Cegah Kepadatan Arus Mudik Lebaran dan Nyepi

Oleh: Rahmat Affandi Ghozali,  Pemerhati Transportasi Libur panjang Lebaran selalu identik dengan fenomena arus mudik yang padat dan kemacetan lalu…

Ketidakpuasan Terhadap UU TNI Dapat Dilakukan Melalui Mekanisme yang Berlaku

  Oleh: Darmaji Sadat, Pengamat Hukum Militer Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)…

Stok Bahan Pangan dan BBM Tercukupi untuk Lebaran 2025

    Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Sosial Budaya   Menjelang perayaan Idul Fitri 2025, perhatian masyarakat tertuju pada ketersediaan bahan…

BERITA LAINNYA DI Opini

WFA Ubah Pola perjalanan dan Cegah Kepadatan Arus Mudik Lebaran dan Nyepi

Oleh: Rahmat Affandi Ghozali,  Pemerhati Transportasi Libur panjang Lebaran selalu identik dengan fenomena arus mudik yang padat dan kemacetan lalu…

Ketidakpuasan Terhadap UU TNI Dapat Dilakukan Melalui Mekanisme yang Berlaku

  Oleh: Darmaji Sadat, Pengamat Hukum Militer Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)…

Stok Bahan Pangan dan BBM Tercukupi untuk Lebaran 2025

    Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Sosial Budaya   Menjelang perayaan Idul Fitri 2025, perhatian masyarakat tertuju pada ketersediaan bahan…