Dinamika Investasi dan Tantangan Ekonomi Global bagi Indonesia

 

Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, Alumnus Pascasarjana UGM 

 

Investasi merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat individu maupun nasional. Studi oleh Shaikh & Khan (2025) mengungkap bahwa keputusan investasi tidak hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomi rasional, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosial. Dalam banyak kasus, investor individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan diri berlebihan (overconfidence), tingkat literasi keuangan, serta kecenderungan untuk menghindari risiko (risk aversion).

Pergeseran preferensi investasi menjadi lebih digital dan berbasis risiko tinggi semakin terlihat di kalangan Generasi Z. Studi oleh Savithri & Rajakumari (2025) menunjukkan bahwa Generasi Z lebih memilih investasi pada aset digital seperti mata uang kripto dan saham berbasis teknologi, sedangkan Generasi X tetap memilih instrumen yang lebih stabil seperti reksa dana dan properti. Tren ini mengindikasikan bahwa literasi keuangan yang lebih baik tidak selalu meningkatkan pengambilan keputusan yang lebih rasional, tetapi bisa mendorong bias kognitif yang membuat investor merasa terlalu yakin terhadap keputusan mereka.

Sementara itu, volatilitas pasar global dan kebijakan moneter yang berubah-ubah turut memengaruhi preferensi investasi di Indonesia. Aktualnya, banyak investor mulai mencari aset yang lebih aman di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal ini berdampak pada sektor pasar modal, di mana investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia mengalami perlambatan sebesar 7% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Kemenkeu, 2025).

Pada tingkat global, kondisi makroekonomi mengalami perlambatan akibat berbagai faktor, termasuk perang dagang, peningkatan utang, serta kebijakan moneter yang lebih ketat. Bank Dunia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,7% pada 2025, hal ini menandakan hanya ada peningkatan kecil dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya 2,6%. Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) juga memprediksi inflasi global tetap tinggi pada 4,5%, yang dapat berpengaruh terhadap daya beli dan stabilitas ekonomi banyak negara (IMF, 2025). 

Ketidakpastian Perdagangan Global

Kebijakan perdagangan proteksionis yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah meningkatkan ketidakpastian ekonomi global. Pengenaan tarif tinggi terhadap beberapa negara mitra dagang utama Amerika Serikat memicu respons serupa dari negara lain, sehingga menyebabkan penurunan volume perdagangan internasional. Bank of England, Bank of Japan, dan European Central Bank (ECB) menyatakan keprihatinan bahwa kebijakan ini dapat menghambat pemulihan ekonomi pascapandemi dan meningkatkan volatilitas pasar keuangan global (OECD, 2025).

Selain itu, tingkat utang negara-negara maju meningkat tajam, dengan rasio terhadap PDB diproyeksikan mencapai 85% pada 2025. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris mengalami peningkatan beban bunga utang, yang berpotensi membatasi ruang fiskal mereka dalam mengelola kebijakan ekonomi di masa depan.

Dampak terhadap Ekonomi Indonesia

Perlambatan pertumbuhan ekonomi global berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada tahun 2025, tetapi hingga kuartal pertama, realisasi pertumbuhan masih berkisar di angka 5% (BPS, 2025). Selain itu, ketergantungan terhadap impor semakin meningkat, dengan nilai impor Indonesia pada Februari 2025 mencapai US$18,86 miliar, naik 5,18% dibandingkan Januari dan 2,30% lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 (Kemenkeu, 2025).

Perlambatan ekspor juga menjadi tantangan tersendiri. Ekspor Indonesia ke Tiongkok, yang merupakan mitra dagang terbesar, turun 4,2% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (BPS, 2025). Kondisi ini diperburuk oleh melemahnya permintaan global terhadap komoditas unggulan Indonesia, seperti batu bara dan kelapa sawit.

 Di sektor mikroekonomi, tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah menurunnya daya beli masyarakat. Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mengalami kontraksi sebesar 1,8% pada awal tahun 2025, mengindikasikan bahwa masyarakat mulai mengurangi pengeluaran mereka akibat ketidakpastian ekonomi dan tekanan inflasi (LPEM, 2025).

Dalam konteks investasi domestik, Indonesia masih menghadapi hambatan dalam menarik investor jangka panjang. Generasi Z, yang saat ini mendominasi angkatan kerja, lebih tertarik pada investasi digital dengan tingkat risiko tinggi, seperti saham teknologi dan aset kripto. Di sisi lain, Generasi X lebih konservatif dalam memilih instrumen investasi, lebih mengutamakan stabilitas dibandingkan potensi keuntungan besar dalam jangka pendek (Savithri & Rajakumari, 2025).

Selain faktor demografi, perubahan kebijakan moneter global turut mempengaruhi stabilitas investasi di Indonesia. Bank Indonesia (BI) harus menghadapi tekanan dari kebijakan pengetatan suku bunga Federal Reserve AS, yang berdampak pada keluarnya modal asing dari Indonesia dan melemahnya nilai tukar rupiah. Pada Maret 2025, rupiah melemah sebesar 2,1% terhadap dolar AS, mencapai level Rp15.600 per USD, yang merupakan posisi terendah dalam enam bulan terakhir (BI, 2025).

Dinamika ekonomi ini membutuhkan langkah strategis dari pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi, seperti, menstimulasi daya beli masyarakat melalui insentif fiskal, seperti pengurangan pajak bagi kelompok berpenghasilan rendah dan meningkatkan investasi di sektor manufaktur untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Selain itu, bagaimana pemerintah mengembangkan kebijakan yang lebih fleksibel dalam menarik investasi asing langsung (FDI) dan menyesuaikan suku bunga acuan untuk menjaga daya saing ekonomi domestik.

Pada akhirnya dinamika investasi dan tantangan ekonomi global saat ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu mengadopsi strategi ekonomi yang lebih fleksibel dan adaptif. Investor individu perlu memahami faktor psikologis yang mempengaruhi keputusan investasi mereka, sementara pemerintah harus lebih proaktif dalam mengelola ketidakpastian global dan memperkuat daya saing ekonomi nasional. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global, lonjakan utang negara-negara maju, serta volatilitas perdagangan internasional menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

Meskipun pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang ambisius, berbagai indikator menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih strategis untuk memastikan ketahanan ekonomi dalam jangka panjang, dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mempertahankan stabilitas ekonomi dan meningkatkan daya saingnya di tengah tantangan global yang terus berkembang.

BERITA TERKAIT

WFA Ubah Pola perjalanan dan Cegah Kepadatan Arus Mudik Lebaran dan Nyepi

Oleh: Rahmat Affandi Ghozali,  Pemerhati Transportasi Libur panjang Lebaran selalu identik dengan fenomena arus mudik yang padat dan kemacetan lalu…

Ketidakpuasan Terhadap UU TNI Dapat Dilakukan Melalui Mekanisme yang Berlaku

  Oleh: Darmaji Sadat, Pengamat Hukum Militer Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)…

Stok Bahan Pangan dan BBM Tercukupi untuk Lebaran 2025

    Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Sosial Budaya   Menjelang perayaan Idul Fitri 2025, perhatian masyarakat tertuju pada ketersediaan bahan…

BERITA LAINNYA DI Opini

WFA Ubah Pola perjalanan dan Cegah Kepadatan Arus Mudik Lebaran dan Nyepi

Oleh: Rahmat Affandi Ghozali,  Pemerhati Transportasi Libur panjang Lebaran selalu identik dengan fenomena arus mudik yang padat dan kemacetan lalu…

Ketidakpuasan Terhadap UU TNI Dapat Dilakukan Melalui Mekanisme yang Berlaku

  Oleh: Darmaji Sadat, Pengamat Hukum Militer Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)…

Stok Bahan Pangan dan BBM Tercukupi untuk Lebaran 2025

    Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Sosial Budaya   Menjelang perayaan Idul Fitri 2025, perhatian masyarakat tertuju pada ketersediaan bahan…