Kebijakan Ekonomi vs Kepercayaan Investor

 

Melihat kondisi fakta pasar modal Indonesia saat ini memprihatinkan tentu menarik perhatian kita. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang semula tercatat 7.904 pada 20 November 2024 merosot menjadi 6.246 pada 28 Februari 2025. Penurunan ini juga diikuti dengan anjloknya harga saham-saham unggulan (blue chips) yang selama ini menjadi tulang punggung likuiditas bursa domestik.

Saham BMRI semula Rp7.550  menurun menjadi Rp4.550 (-39,7%), kemudian saham BBRI dari Rp6.450 menjadi Rp3.360 (-47,9%), BBCA semula Rp10.950 menjadi Rp8.425 (-23,1%), BBTN dari Rp3.890 menjadi Rp835 (-78,5%), saham ISAT dari Rp3.060 menjadi Rp1.470 (-52%), saham TPIA semula Rp11.225 menjadi Rp6.350 (-43,4%). Ini jelas menciptakan guncangan besar bagi investor domestik maupun asing.

Tidak hanya itu. Hal ini memicu langkah cepat sejumlah lembaga keuangan global seperti MSCI, JP Morgan, dan Goldman Sachs menurunkan peringkat Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi negatif untuk sementara waktu. Penurunan tajam ini tidak hanya disebabkan oleh faktor global, melainkan juga kebijakan domestik yang kontroversial. Dalam waktu singkat, beberapa keputusan pemerintah kemungkinan besar menjadi penyebab katalis utama merosotnya  kepercayaan pasar belakangan ini.

Apalagi ditambah dengan maraknya pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh mayoritas Bank Indonesia yang mencapai  Rp 158,96 triliun setidaknya berdampak  psikologis yang bisa dirasakan oleh investor maupun pemain saham. Antara lain :

Kepercayaan terhadap Pasar Obligasi Bisa Menurun. Investor dan trader mungkin melihat bahwa permintaan dari pihak swasta atau investor institusi kurang kuat, sehingga BI harus turun tangan. Ini bisa memunculkan kekhawatiran tentang kondisi pasar SBN dan daya tariknya bagi investor asing maupun domestik.

Kekhawatiran terhadap Likuiditas dan Inflasi. Apabila BI membeli banyak SBN, itu berarti ada injeksi likuiditas ke pasar, yang bisa menimbulkan kekhawatiran tentang inflasi. Investor dan trader mungkin khawatir bahwa nilai rupiah akan tertekan, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam mengambil posisi.

Munculnya Spekulasi terhadap Kebijakan Moneter. Investor bisa mulai berspekulasi bahwa BI akan terus membeli SBN untuk mendukung pembiayaan pemerintah. Ini bisa menimbulkan ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap rendah atau bahkan ada risiko pelemahan rupiah di masa depan.

Pengaruh terhadap Pasar Saham. Jika investor melihat bahwa pemerintah harus bergantung pada BI untuk membeli SBN, mereka bisa menjadi lebih pesimis terhadap kondisi fiskal negara. Ini bisa menyebabkan aksi jual di pasar saham karena kekhawatiran terhadap stabilitas makroekonomi.

Selain itu, peningkatan belanja negara tanpa strategi pendanaan yang jelas memperlebar defisit anggaran. Pasar melihat hal ini sebagai ancaman terhadap stabilitas makroekonomi, sehingga investor global memilih menarik modalnya untuk menghindari risiko depresiasi rupiah dan inflasi yang tak terkendali.

Kurangnya komunikasi yang terstruktur dari pemerintah dan otoritas keuangan terkait rencana pemulihan pasar memperbesar ketidakpastian. Pelaku pasar membutuhkan sinyal yang jelas mengenai arah kebijakan ekonomi, termasuk langkah-langkah konkret untuk mengatasi krisis.

Karena itu, Pemerintah perlu segera mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang berdampak sistemik ini. Keterlibatan aktif para pemangku kepentingan termasuk Bank Indonesia, OJK, dan pelaku pasar menjadi krusial untuk merancang solusi yang tidak hanya bersifat populis, tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi.

Dengan kebijakan yang lebih terukur dan berorientasi pada keberlanjutan pasar, kepercayaan investor dapat dipulihkan. Tanpa langkah korektif yang cepat dan tegas, pasar modal Indonesia berisiko jatuh lebih dalam, dan berpotensi mengancam stabilitas makroekonomi nasional.

BERITA TERKAIT

Ekonomi Kreatif Berkelanjutan

   Ekonomi kreatif semakin menjadi pilar penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi dan disrupsi teknologi. Sektor ini…

Demo Rentan Disusupi

  Aksi demonstrasi mahasiswa bertajuk ‘Indonesia Gelap’ yang digelar baru-baru ini rentan disusupi provokator. Akibatnya aspirasi sejumlah pihak tersebut dapat…

Kebijakan Publik Hati-hati

Ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan signifikan pada perdagangan 18 Maret 2025, dengan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Ekonomi Kreatif Berkelanjutan

   Ekonomi kreatif semakin menjadi pilar penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi dan disrupsi teknologi. Sektor ini…

Demo Rentan Disusupi

  Aksi demonstrasi mahasiswa bertajuk ‘Indonesia Gelap’ yang digelar baru-baru ini rentan disusupi provokator. Akibatnya aspirasi sejumlah pihak tersebut dapat…

Kebijakan Publik Hati-hati

Ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan signifikan pada perdagangan 18 Maret 2025, dengan…