20 BPR/S Dicabut Izinnya, OJK Sebut untuk Perkuat Industri

 

NERACA

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pencabutan izin usaha sebanyak 20 BPR/S sepanjang 2024 dilakukan untuk menjaga dan memperkuat industri BPR/BPRS serta melindungi kepentingan konsumen setelah pemegang saham dan pengurus BPR/S tidak mampu melakukan upaya penyehatan.

“OJK pada saat ini terikat UU P2SK, di mana status BDP (bank dalam penyehatan) tidak boleh melampaui satu tahun," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Selasa (24/12).

Dian mengatakan pencabutan izin usaha (CIU) pada bank perekonomian rakyat (BPR) dan bank perekonomian rakyat syariah (BPRS) tersebut tidak serta merta dilakukan. Dalam hal ini, pengawas senantiasa memantau realisasi rencana tindak penyehatan yang dilakukan oleh BPR/S dan pemegang saham pengendali (PSP).

Upaya korektif seperti penambahan setoran modal, aksi korporasi hingga konsolidasi merupakan beberapa upaya penyehatan yang dilakukan selama masa BPR ditetapkan pada status dalam penyehatan. "Realisasi dari rencana tindak BPR/S dan PSP ini yang berpengaruh terhadap penetapan BPR/S dalam Penyehatan dapat kembali normal atau menjadi BPR/S dalam resolusi," kata Dian.

Saat ini, menurut OJK, hampir seluruh BPR/S di Indonesia tercatat dengan status pengawasan normal. Fokus pengawasan yang dilakukan OJK terhadap BPR/S bertujuan untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya.

Meski begitu, Dian mengatakan bahwa permasalahan serta kondisi BPR/S yang berada dalam pengawasan normal namun mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya perlu untuk dideteksi sejak awal. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pengembangan dan penguatan sektor perbankan, khususnya BPR dan BPR Syariah, yang sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam.

Hingga 17 Desember 2024, tercatat sebanyak 20 BPR/S yang dicabut izin usahanya, yakni PT BPR Arfak Indonesia, PT BPR Kencana, PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, PT BPR Duta Niaga, PT BPRS Kota Juang Perseroda, PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung, PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, dan PT BPR Dananta.

Kemudian, PT BPRS Saka Dana Mulia, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia, PT BPRS Mojo Artho, serta Koperasi BPR Wijaya Kusuma.

Adapun hingga September 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani 15 BPR yang bangkrut hingga dicabut izin usahanya. Total dana yang telah dicairkan untuk membayar simpanan nasabah dari 15 BPR ini mencapai Rp899,37 miliar, yang mencakup 108.288 rekening nasabah. Dari hasil verifikasi, LPS telah menyatakan 99,23 persen atau 107.457 rekening dari 108.288 rekening sudah layak dibayar, dengan total simpanan yang layak dibayar sebesar Rp719,37 miliar.

Sebelumnya, LPS mencatat bahwa sebanyak 137 bank di Indonesia telah menghentikan operasionalnya dalam kurun waktu 19 tahun terakhir. Bank-bank tersebut sebagian besar merupakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang telah menyelesaikan proses likuidasi. Data ini mencerminkan dinamika sektor perbankan nasional sejak LPS mulai beroperasi pada tahun 2005.

Dari total bank yang ditutup, satu di antaranya adalah bank umum, sementara sisanya terdiri dari 123 BPR dan 13 BPRS. Periode pengamatan mencakup dari awal berdirinya LPS hingga akhir September 2024. Pada tahun 2024 saja, hingga triwulan ketiga, tercatat sebanyak 15 BPR dan BPRS yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penutupan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sektor perbankan kecil dan syariah di tengah perubahan ekonomi, persaingan, serta tekanan regulasi.

Lalu ada sebanyak 17 BPR-BPRS yang masih berlangsung proses likuidasinya, di mana ada tambahan dua dari tahun lalu. "Pada 2024 LPS berhasil melakukan penyehatan terhadap satu BPR Indramayu yang sebelumnya ditampilkan oleh OJK sebagai bank dalam resolusi dan telah kembali menjadi bank normal pada bulan Mei 2024. Ini kasus pertama. Ini juga bisa terjadi karena kerjasama erat antara LPS dengan OJK," ujar Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.

Pada tahun 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelesaikan proses likuidasi terhadap dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu BPR Pasar Umum dan BPR Persada Guna. Proses ini mencerminkan efisiensi yang tinggi dengan rata-rata waktu penyelesaian mencapai 15 bulan. 

Selain itu, LPS juga mencatat peningkatan signifikan dalam efisiensi pembayaran klaim kepada nasabah penyimpan di bank yang dicabut izin usahanya. Hingga triwulan ketiga tahun 2024, LPS mampu merealisasikan pembayaran pertama kali dan sebagian besar simpanan layak bayar dalam waktu rata-rata lima hari kerja setelah pencabutan izin usaha BPR atau BPRS. Angka ini menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana waktu penyelesaian cenderung lebih lama.

BERITA TERKAIT

LPS dan OJK Perbaharui Juklak Pertukaran Data dan Informasi

  NERACA Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperbaharui petunjuk pelaksanaan (juklak) tentang pertukaran data dan/atau…

OJK Sebut Belum Ada Permohonan Terkait Investor Baru Bank Muamalat

  NERACA Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sampai dengan saat ini belum terdapat permohonan tertulis kepada OJK…

PPN di Transaksi QRIS Bukan Dibebankan ke Konsumen

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan menyatakan pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

LPS dan OJK Perbaharui Juklak Pertukaran Data dan Informasi

  NERACA Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperbaharui petunjuk pelaksanaan (juklak) tentang pertukaran data dan/atau…

OJK Sebut Belum Ada Permohonan Terkait Investor Baru Bank Muamalat

  NERACA Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sampai dengan saat ini belum terdapat permohonan tertulis kepada OJK…

20 BPR/S Dicabut Izinnya, OJK Sebut untuk Perkuat Industri

  NERACA Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pencabutan izin usaha sebanyak 20 BPR/S sepanjang 2024 dilakukan untuk menjaga…