Konflik Internal Manajemen Muncul - Bapepam Endus Ada penyelewengan Keuangan di Grup Bakrie

NERACA

Jakarta - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengendus adanya penyelewengan dan manipulasi laporan keuangan yang dilakukan manajemen Grup Bakrie di PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Bapepam-LK, Ngalim Sawega mengaku dirinya sudah menghubungi CEO Bumi Plc, Ari S Hudaya yang mengundurkan diri dari jabatannya. Menurut Ngalim, Ari mundur karena ada indikasi penyelewengan keuangan.

Dia juga menyatakan, ada beberapa indikasi yang menyebabkan Ari Hudaya mundur setelah adanya kabar penyelewengan manipulasi laporan keuangan BUMI. Salah satu indikasinya, BUMI cekcok dengan induknya, Bumi Plc. "Cekcok-nya seperti apa? Ibaratnya, dalam satu rumah, cekcok sudah biasa. Tapi yang penting buat kita adalah cekcok silahkan saja, asal tidak merugikan masyarakat," kata Ngalim, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/9).

Bisnis Grup Bakrie kembali dinaungi awan hitam. Setelah sebelumnya PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengalami rugi bersih sebesar US$334,111 juta atau Rp3,14 triliun sepanjang semester I-2012, kini perusahaan yang bergerak di sektor tambang itu lagi-lagi tersandung masalah penyimpangan laporan keuangan dengan mitranya, Bumi Plc (dahulu bernama Vallar Plc).

Lektor Kepala FE Universitas Pancasila, Agus S Irfani menduga telah terjadi ‘permainan’. “Logikanya begini. Kalau pemilik perusahaan melihat adanya penyelewengan, mestinya ditegur. Tapi, ini mengapa di-blow up ke publik seperti media massa. Saya mencurigainya ke sana,” jelas dia kepada Neraca, Rabu (26/9).

Agus menerangkan, dia melihat bahwa Bumi Plc sengaja membuka ‘boroknya’ ke publik lantaran supaya harga sahamnya anjlok. Supaya setelah anjlok, mereka juga yang membeli sahamnya agar kembali naik harganya. “Dugaan saya ini disengaja,” tambahnya.

Tak hanya itu saja. Dugaan demi dugaan ini semakin menguatkan adanya pecah kongsi di dalam manajemen Bumi Plc dan BUMI. Puncaknya bisa dilihat dari mundurnya CEO Bumi Plc, Ari S Hudaya dari jabatannya. “Ini mengingatkan kita bahwa Nathaniel Rothschild, pendiri Bumi Plc, berniat take-over posisi CEO. Dia ingin mendepak orang-orang Bakrie,” ungkap Agus, lagi.

Kecurigaan lainnya adalah saham induk usaha BUMI, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), di Bumi Plc ‘hanya’ 5%. Artinya, saham ini diduga sengaja dipecah-pecah agar tidak memiliki kewajiban melaporkan laporan keuangannya ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). “Kalau (saham) minoritas, kan, tidak usah lapor. Jadi, yang harusnya melapor, ya, Bumi Plc sebagai pemegang saham mayoritas,” tukasnya.

Sementara analis Trust Securities, Reza Priyambada melihat bahwa tuduhan penyelewengan laporan keuangan dan pengunduran diri salah satu direksi Bumi Plc, menambah deretan sentimen negatif perseroan terhadap para pelaku pasar modal. “Adanya investigasi ke BUMI yang dilakukan Bumi Plc ini jelas menambah sentimen negative,” ujar dia, kemarin.

Sejauh ini Reza menilai pelaku pasar mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen grup Bakrie. Yang jelas, kata dia, dengan adanya kasus tersebut, pelaku pasar tentu berpikir bahwa di dalam internal mereka ada konflik yang terjadi dan membuat mereka khawatir.

“Utang mereka terus mengalami melonjak. Risikonya sangat tinggi untuk membeli saham BUMI, terlebih ketika harganya anjlok. Ditambah lagi anak usahanya, Bakrie Telkom default (gagal bayar),” tegasnya.

Reza menengarai, permasalahan tersebut muncul karena adanya ketidaksenangan pemegang saham lama, pasca-Vallar Plc mengakuisisi BUMI. “Kalau tidak berani cut loss, bisa cari acuan dari saham lain untuk menutup kerugian di saham Bakrie,” ulas dia.

Hendrawan Supratikno selaku ekonom Universitas Satya Wacana, menegaskan bahwa dalam menyelesaikan masalah, Grup Bakrie sangat lihai melakukan cara-cara rekayasa keuangan. “Masalah yang sekarang sedang mereka hadapi, jangan sampai diselesaikan dengan cara rekayasa finansial. Berutang tapi buat menutupi utang lainnya, atau akuisisi/merger dengan perusahaan lain. Mereka ini sudah terkenal melakukan cara-cara rekayasa seperti itu untuk menyelesaikan masalahnya," katanya kepada Neraca.

Dia menerangkan, sebuah perusahaan bisa gulung tikar karena faktor eksternal dan internal. "Faktor eksternal, misalnya, karena investor berubah cepat dan harga komoditas turun. Sedangkan internalnya, bisa manajemen tidak solid, strategi yang salah, atau perpecahan antarpemilik," ungkap Hendrawan.

Kaitannya dengan konflik perusahaan Bakrie, Hendrawan melihat akibat turunnya harga-harga komoditas serta beban utang yang terlalu besar. “Ini seperti bermain ski di atas lapisan es yang tipis, jadi satu guncangan kecil saja akan mempengaruhi," papar dia.

Dengan demikian, dirinya menyarankan agar perusahaan Bakrie bisa memanfaatkan kondisi seperti ini untuk konsolidasi atau memperkuat kondisi internal perusahaannya dengan cara-cara yang kreatif.

Sebelumnya, pengamat pasar modal Willy Sanjaya mengatakan, melihat dari kasus Bumi Plc, yang menurut dia ‘dihancurkan’ harganya, dengan alasan tuduhan penyelewengan dana, sungguh tidak masuk akal karena setiap perusahan go public kalau mau menggunakan dananya harus lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Kemudian dirinya mempertanyakan, mengapa saat RUPS para pemegang saham menyetujuinya. Selain itu, lanjut dia, jika tidak dibicarakan dalam RUPS, pihak perusahaan bisa mengadakan RUPS Luar Biasa (RUPSLB) untuk meminta pertanggungjawaban, bukan menyanyikannya di media massa. Oleh karena itu, Willy menengarai, adanya tujuan terselubung di balik upaya menghancurkan harga dan menghembuskan isu. “Hal itu bisa jadi hanya untuk mendapatkan harga murah,” pungkasnya. 

BERITA TERKAIT

KEMENKEU: PPN 12% TETAP BERLAKU 2025 - Mungkinkah Target Ambisius 8% Bisa Tercapai?

Jakarta-Presiden Prabowo Subianto mencanangkan target ambisius pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen. Target ini menjadi perhatian karena selama beberapa tahun…

Butuh Orkestrasi Pemerintahan untuk Capai Pertumbuhan 8%

  NERACA Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan diperlukan orkestrasi…

JUBIR KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN: - PMI Manufaktur RI Masih Kontraksi Hingga November

Jakarta-Menjelang akhir 2024, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia masih menunjukkan posisi kontraksi pada November ini, yaitu 49,6, sedikit meningkat…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

KEMENKEU: PPN 12% TETAP BERLAKU 2025 - Mungkinkah Target Ambisius 8% Bisa Tercapai?

Jakarta-Presiden Prabowo Subianto mencanangkan target ambisius pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen. Target ini menjadi perhatian karena selama beberapa tahun…

Butuh Orkestrasi Pemerintahan untuk Capai Pertumbuhan 8%

  NERACA Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan diperlukan orkestrasi…

JUBIR KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN: - PMI Manufaktur RI Masih Kontraksi Hingga November

Jakarta-Menjelang akhir 2024, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia masih menunjukkan posisi kontraksi pada November ini, yaitu 49,6, sedikit meningkat…