NERACA
AMMAN – Ditengah-tengah kunjungan kerja (kunker) Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto ke lima negara di kawasan Timur Tengah untuk memperkuat kerja sama strategis, Pemerintah Yordania menyatakan kesiapan penuh untuk mengimpor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam jumlah besar dari Indonesia.
Hal ini disampaikan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman setelah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) kerja sama pertanian dengan Menteri Pertanian Kerajaan Hasyimiyah Yordania, Khaled Al Henefat.
Penandatanganan MoU ini dilakukan pada acara resmi yang disaksikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Raja Yordania, Abdullah II bin Al-Hussein, di Istana Al Husseiniya, Amman, Yordania.
“Mereka siap impor besar-besaran CPO secara maksimal,” ujar Amran, tanpa memberikan rincian mengenai volume maupun jadwal pelaksanaan impor.
Kerja sama ini membuka peluang ekspor besar bagi Indonesia, terutama di tengah kebijakan tarif impor 32 persen yang akan diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap Indonesia.
Selain komoditas sawit, Amran juga mengungkapkan, kedua negara akan menjajaki kerja sama dalam pengembangan tanaman gandum. Salah satu langkah yang direncanakan adalah meninjau kembali lahan-lahan produktif khusus gandum di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Yang menarik adalah Yordania memiliki sistem pengelolaan air (Water manajemen) dan akan ke NTT dan Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk tanam gandum,” kata Amran.
Adapun penandatanganan MoU ini merupakan bagian dari rangkaian pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Hasyimiyah Yordania, yang juga mencakup penandatanganan kerja sama di bidang pertahanan, riset dan pendidikan, serta keagamaan.
Terkait sektor pertanian, kedua negara sepakat untuk memperkuat hubungan strategis melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, fasilitasi perdagangan produk, serta kolaborasi di bidang pupuk dan teknologi pertanian.
Amran menyampaikan, kesepakatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat ketahanan pangan dan meningkatkan nilai tambah sektor pertanian kedua negara.
“Indonesia berkomitmen membangun kerja sama pertanian yang saling menguntungkan. Kami menyambut baik komitmen Yordania dan percaya sinergi ini akan memperkuat sektor pertanian kita ke depan,” ujar Amran.
Kesepakatan ini ini diproyeksikan akan menjadi fondasi kerja sama jangka panjang yang tidak hanya meningkatkan hubungan diplomatik, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi petani dan pelaku usaha pertanian di Indonesia dan Yordania.
Setelah penandatanganan MoU, Amran akan mendampingi Presiden Prabowo dalam audiensi dengan Raja Abdullah II, serta pertemuan lanjutan dengan para pelaku usaha pertanian di Yordania.
Langkah ini menegaskan posisi Indonesia sebagai mitra strategis dalam kerja sama pertanian global dan memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam membangun sinergi lintas negara untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan regional.
Terkait perdagangan sawit, Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fadhil Hasan menyatakan, tarif dagang sebesar 32 persen yang dikenakan Amerika Serikat terhadap Indonesia akan memberikan dampak terhadap industri sawit nasional.
Meskipun demikian, dampak tersebut diperkirakan tidak signifikan, karena minyak sawit tidak dapat dengan mudah disubstitusi oleh produk lain.
“Ya, itu akan berdampak ya tentu, karena kan begini, sawit itu merupakan salah satu trennya itu meningkat untuk ekspor sawit kita itu,” kata Fadhil.
Fadhil mengatakan, pangsa sawit di Amerika itu didominasi oleh ekspor sawit dari Indonesia. Pada tahun 2024, ekspor sawit Indonesia ke Negeri Paman Sam itu tercatat sekitar USD1,7 miliar.
“Prosentase ekspor sawit kita ke Amerika itu hanya sekitar 50 persen. Jadi, memang kita yang dominasi di sana dan trennya itu meningkat ya. Kemudian, sisanya itu dari negara-negara seperti Malaysia, Amerika Latin, dan seterusnya,” jelas Fadhil.
Fadhil mengatakan, penggunaan minyak sawit di Amerika sangat luas, mencakup industri makanan, industri pembakaran, dan berbagai industri lainnya. Menurut Fadhil, minyak sawit sulit untuk digantikan dalam sektor-sektor tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Fadhil, meskipun tarif ekspor sawit kita dikenakan 32 persen, dampaknya tidak akan terlalu besar. Hal ini karena minyak sawit tidak memiliki substitut yang sebanding di pasar.
“Kalau dampaknya, kalau kita mengira-ngirakan, mungkin ekspor sawit itu akan berkurang sekitar 3 persenan lah,” ujar Fadhil.
DORONG ESPOR PERIKANAN Teknologi VMS Berikan Manfaatt untuk Nelayan Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) menekankan banyaknya manfaat teknologi Vessel…
Triwulan I-2025, Sebanyak 739.843 NIB untuk UMKM Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyampaikan laporan…
Tingginya Permintaan Tuna, Kapal Asing Pelaku Illegal Fishing di Tangkap Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan pengawasan sumber…
DORONG ESPOR PERIKANAN Teknologi VMS Berikan Manfaatt untuk Nelayan Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) menekankan banyaknya manfaat teknologi Vessel…
Triwulan I-2025, Sebanyak 739.843 NIB untuk UMKM Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyampaikan laporan…
Kunker Presiden Prabowo Hasilkan Yordania Siap Impor Minyak Sawit dari Indonesia AMMAN – Ditengah-tengah kunjungan kerja (kunker) Presiden Republik Indonesia…