NERACA
Jakarta - Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang tahun 2025 akan berada pada level 10,6 persen plus minus 1,0 persen secara tahunan (year on year/yoy). “Proyeksi ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan kredit Bank Indonesia (BI) yaitu sebesar 11 persen hingga 13 persen (yoy),” kata Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perbankan (PKEP) Perbanas Aviliani melalui keterangan resminya, sebagaimana dikutip, kemarin.
Lebih lanjut, Aviliani menjelaskan bahwa sumber optimisme pada pertumbuhan kredit perbankan berangkat dari ambisi target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Di sisi lain, pesimisme berasal dari daya beli masyarakat yang masih lemah (sisi demand) dan semakin ketatnya likuiditas (sisi supply) yang tercermin pada pertumbuhan kredit yang tinggi, namun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) terus melambat.
Selain dipengaruhi oleh faktor struktural seperti daya beli, Aviliani menjelaskan bahwa kredit perbankan juga dipengaruhi oleh ketidakpastian. Hal ini misalnya dapat terlihat dari pertumbuhan kredit tahun 2023 (yoy) lebih rendah dibanding 2024. “Hal ini dikarenakan para pelaku ekonomi ‘wait and see’ karena menunggu hasil Pilpres 2024. Kemudian, setelah Prabowo diketahui menang satu putaran pada Februari 2024 pertumbuhan kredit (yoy) menjadi stabil tumbuh double digit,” kata dia.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata pertumbuhan kredit sepanjang 2024 sebesar 10,4 persen (yoy). Di sisi lain, data OJK per Januari 2025 menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit (yoy) sebesar 10,3 persen di mana lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
“Prediksi Office of Chief Economists Perbanas pada tahun sebelumnya sejalan dengan realisasi pertumbuhan kredit 2024 yaitu sebesar 10,4 persen (yoy),” ujar Aviliani.
Perbanas pun berharap, momentum bulan Ramadan kali ini dapat mendongkrak pertumbuhan kredit (yoy). Hal ini sebagaimana terjadi pada tahun sebelumnya di mana pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada periode Maret-April sebesar 12 persen hingga 13 persen.
Ia juga menjelaskan bahwa siklus kredit masyarakat biasanya dipengaruhi oleh tiga periode antara lain Ramadan dan Idul Fitri, periode awal masuk sekolah (Juni-Juli), serta periode Natal dan Tahun Baru.
Selama periode Ramadan, ujar Aviliani, pertumbuhan kredit konsumsi secara bulanan (month to month/mtm) biasanya meningkat cukup signifikan. Bahkan tahun 2024 di periode ini tercatat sebagai angka tertinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya sebesar 1,47 persen (mtm).
Namun, setelah Idul Fitri masyarakat cenderung mengurangi konsumsi sehingga pertumbuhan kredit konsumsi (mtm) ikut turun drastis, selalu tergolong terendah dibanding bulan-bulan lainnya. Pola yang sama juga terjadi pada periode sebelum anak masuk sekolah dan libur Natal dan Tahun Baru di mana sebelum periode tersebut kredit akan tumbuh (mtm), namun akan melambat setelah periode tersebut berlalu.
NERACA Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) kembali menggelar mudik bersama dengan memfasilitasi 289 pemudik berkebutuhan khusus…
NERACA Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mengukuhkan posisi sebagai bank pembayar zakat terbesar di Indonesia dan…
NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan pertumbuhan laba sebelum pajak (profit before tax) sebesar 45% secara…
NERACA Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) kembali menggelar mudik bersama dengan memfasilitasi 289 pemudik berkebutuhan khusus…
NERACA Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mengukuhkan posisi sebagai bank pembayar zakat terbesar di Indonesia dan…
NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan pertumbuhan laba sebelum pajak (profit before tax) sebesar 45% secara…