Meski Nilai Tukar Tembus Rp16 Ribu/Dolar, Ekonomi Indonesia Dinilai Tetap Kuat

 

NERACA

Jakarta – Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pemerintah mengklaim kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini masih kuat meskipun nilai tukar rupiah melemah hingga menyentuh di atas Rp16 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).

“Sejumlah fundamental ekonomi Indonesia yang masih lebih baik dibandingkan negara Amerika Latin seperti Brasil. Contohnya, defisit anggaran RI yang mencapai minus 2,7 persen masih lebih baik dibandingkan Brasil yang minus 8,7 persen. Selain itu, defisit transaksi berjalan sebesar 0,7 persen juga lebih baik dari Brasil yang 2,9 persen,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (24/12).

Pada akhir perdagangan Selasa, rupiah menguat 7 poin atau 0,04 persen menjadi Rp16.190 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.197 per dolar AS. Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia melemah ke level Rp16.208 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.159 per dolar AS.

Menurut dia, pelemahan rupiah hari ini masih lebih baik dibandingkan mata uang negara-negara lain seperti won Korea Selatan, yen Jepang, hingga real Brasil. “Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal daripada internal. Salah satunya adalah tensi geopolitik di Timur Tengah dan Eropa antara Rusia dan Ukraina, perlambatan ekonomi di Tiongkok serta kemenangan Donald Trump dalam pilpres (pemilihan presiden) Amerika Serikat,” kata Ibrahim.

Walaupun mengalami penurunan nilai tukar, ada sisi positif dari situasi ini, yakni dapat meningkatkan daya saing ekspor, terutama ekspor sumber daya alam (SDA) yang menjadi andalan Indonesia. “Indonesia juga diuntungkan dari pelemahan rupiah karena neraca perdagangan yang terus positif, bahkan melebar pada November 2024,” ungkap dia.

Sementara itu, Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan nilai tukar rupiah kemungkinan masih di atas Rp16 ribu per dolar AS menjelang hari Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. “Perdagangan yang menurun menjelang Natal dan tahun baru mungkin bisa menyebabkan rupiah bergerak konsolidasi. Tren rupiah kemungkinan masih di atas Rp16 ribu, kecuali ada perubahan sentimen,” ujar Ariston Tjendra.

Saat ini, pasar disebut masih mengantisipasi kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump tahun depan. Kemudian, faktor lainnya juga mencakup konflik perang di berbagai belahan dunia yang berkepanjangan, dan potensi pemangkasan suku bunga acuan AS tertahan. Menurut dia, kenaikan kurs rupiah dipengaruhi data inflasi Indeks Harga Belanja Personal atau Personal Consumption Expenditure (PCE) AS pada bulan November 2024 yakni 0,1 persen month to month (MoM), di bawah kenaikan bulan sebelumnya yang sebesar 0,3 persen.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Harap Tak Ada Badai PHK

  NERACA Jakarta – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan mengharapkan tidak ada badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.…

Target KUR Dinaikkan Jadi Rp300 Triliun

  NERACA Jakarta – Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali mencatatkan kinerja positif di tahun 2024. Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan…

Indonesia Perlu Diversifikasi Sumber Impor - Antisipasi Risiko Ekonomi

  NERACA Jakarta – Dosen Universitas Paramadina sekaligus ekonom Indef Ariyo DP Irhamna menilai, diversifikasi sumber impor menjadi langkah strategis…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Harap Tak Ada Badai PHK

  NERACA Jakarta – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan mengharapkan tidak ada badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.…

Meski Nilai Tukar Tembus Rp16 Ribu/Dolar, Ekonomi Indonesia Dinilai Tetap Kuat

  NERACA Jakarta – Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pemerintah mengklaim kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini masih kuat…

Target KUR Dinaikkan Jadi Rp300 Triliun

  NERACA Jakarta – Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali mencatatkan kinerja positif di tahun 2024. Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan…