NERACA
Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengoptimalkan potensi pangan biru untuk mendukung swasembada pangan nasional dan memenuhi kebutuhan pasar perikanan global. Seperti diketahui, meningkatnya konsumsi ikan di dunia maka mendorong permintaan akan ikan dan produk turunannya dan saat ini produk perikanan Indonesia telah menjangkau 133 negara di dunia.
KKP mencatat tren ekspor perikanan Indonesia ke pasar global surplus sepanjang lima tahun terakhir pada periode 2018-2023. Jadi jika dilihat neracanya adalah surplus, itu karena impor hanya USD0,65 - 0,7 miliar, dan itu kecil hanya memenuhi pasar-pasar horeka (hotel restoran dan katering) di mana jenis-jenis ikannya tidak tersedia di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengutarakan optimismenya pada kemajuan sektor kelautan dan perikanan nasional dalam pencapaian target swasembada pangan tahun 2027. Salah satu contoh konkrit yakni tahun depan Indonesia tidak lagi mengimpor garam konsumsi. Dengan stok produksi 800 ribu ton, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi yang jumlahnya sekitar 500 ribu ton.
“Sektor kelautan dan perikanan akan sangat menentukan kita swasembada pangan atau tidak. Untuk itu saya apresiasi ada agenda ini,” ungkap Zulkifli di Jakarta.
Zulkifli juga memuji program KKP merevitalisasi tambak Pantura Jawa untuk kegiatan budi daya nila salin seperti yang sudah berjalan pada modeling Budidaya Ikan Nila Salin (BINS) Karawang, Jawa Barat. Adopsi teknologi budi daya modern BINS pada program revitalisasi akan menghasilkan perikanan berkualitas dengan mutu yang teruji.
Sementtara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan potensi pangan biru akan dioptimalkan melalui pelaksanaan lima program ekonomi biru. Lewat program tersebut, produk perikanan di hulu yang ditopang oleh kegiatan budidaya dan penangkapan ditransformasi pengelolaalnya melalui kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan pembangunan modeling budidaya berkelanjutan.
Dua program tersebut sudah berjalan perairan timur Indonesia untuk penangkapan ikan terukur, sedangkan modeling budidaya perikanan berkelanjutan telah menghasilkan rumput laut, udang, dan nila salin dengan kualitas ekspor.
"Peningkatan kualitas produksi hasil perikanan di hulu pun dibuktikan dengan penerapan standar produksi yang baku, seperti implementasi CBIB, CPIB, CPPIB untuk kegiatan budidaya," kata Trenggono.
Selain itu KKP melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BBPHMKP) melakukan penjaminan mutu produk perikanan yang dihasilkan. Badan ini bertugas memastikan bahwa semua produk perikanan Indonesia berkualitas dan aman konsumsi.
“Pangan biru itu salah satu sektor pangan yang berasal dari perikanan yang dihasilkan dari perairan darat dan laut. Ini yang terus kami kembangkan untuk swasembada. Dalam neraca komoditas, sektor perikanan pun selalu positif, surplus dan impornya sangat kecil untuk komoditas yang tidak ada di dalam negeri,” papar Trenggono.
Sejauh ini produk perikanan Indonesia telah merambah 133 negara dengan nilai ekspor tahun 2023 mencapai USD5,6 miliar. Produk terserap paling banyak adalah udang, tuna cakalangan tongkol, cumi sotong gurita, rajungan kepiting, dan rumput laut. Ini menandakan produk perikanan Indonesia selama ini diperhitungkan dalam memenuhi kebutuhan protein berbasis hasil perikanan.
“Kami ingin peningkatan produksi juga seiring dengan peningkatan kualitas yang akan berdampak pada akses pasar serta mendukung program nasional di dalam negeri,” ungkap Trenggono.
Trenggono optimistis nilai ekspor akan semakin tinggi, begitupun dengan jumlah negara-negara yang menyerap produk perikanan Indonesia. Sampai dengan November 2024, telah terdaftar 2.406 unit pengolah ikan yang memiliki nomor registrasi ke negara mitra dalam rangka pemenuhan persyaratan ekspor, serta memperkaya portofolio Indonesia dalam kesetaraan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Sementara itu, Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan Didit Herdiawan menambahkan, kegiatan IMFBF yang ketiga kalinya tahun ini untuk menjalin sinergi yang lebih kuat dengan stakeholder perikanan dari dalam dan luar negeri. Optimalisasi potensi pangan biru sekaligus untuk mendukung program prioritas pemerintah yakni Makan Bergizi Gratis.
“Ini tujuannya untuk memperkuat kolaborasi yang efektif dan saling menguntungkan di kalangan negara-negara yang memiliki kaitan dengan perikanan global,” ujar Didit.
IMFBF dengan tema Blue Food Competent Authority Dialogue dihadiri ratusan tamu undangan dan pembicara dari dalam dan luar negeri. Di antaranya para duta besar, konselor perdagangan dan ekonomi negara-negara sahabat, hingga para pelaku usaha. Acara ini juga dihadiri perwakilan Badan Pangan Dunia (FAO) untuk Indonesia, serta Delegation of European Union for Indonesia and Brunei Darussalam, Directorate for Seafood Safety US-FDA.
NERACA Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan sektor pertanian akan menjadi program prioritas pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto…
NERACA Jakarta - Dalam rapat kerja (Raker antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Menteri…
NERACA Jakarta - Menjelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru), pemerintah dari berbagai sektor telah memastikan kesiapan untuk…
NERACA Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan sektor pertanian akan menjadi program prioritas pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto…
NERACA Jakarta - Dalam rapat kerja (Raker antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Menteri…
NERACA Jakarta - Menjelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru), pemerintah dari berbagai sektor telah memastikan kesiapan untuk…