NERACA
Jakarta -Indonesia dan Tajikistan semakin mempererat hubungan kerja sama di sektor industri. Hal ini dibahas dalam pertemuan antara Wakil Menteri Perindustrian Republik Indonesia dan Menteri Industri dan Teknologi Baru Republik Tajikistan di Kementerian Perindustrian, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak menekankan pentingnya kolaborasi untuk menghadapi situasi global yang semakin kompleks.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) RI, Faisol Riza menyatakan bahwa dinamika geopolitik menuntut Indonesia untuk menjalin kemitraan strategis dengan negara-negara yang menghadapi tantangan serupa. "Kami berharap Indonesia dan Tajikistan dapat membangun kerja sama yang saling menguntungkan, terutama di sektor industri," ujar Faisol dalam pertemuan tersebut.
Faisol menegaskan bahwa Kementerian Perindustrian akan berupaya maksimal untuk memfasilitasi kerja sama ini demi meningkatkan daya saing dan memperkuat posisi kedua negara di kancah internasional.
Hubungan kerja sama Indonesia dan Tajikistan telah berlangsung lama, pada tahun 2024 ini kita akan merayakan 30 tahun hubungan diplomatik. Wamenperin mengungkapkan, kerja sama tersebut perlu dipererat di sektor industri, dengan mengoptimalkan peluang-peluang, terutama dalam hilirisasi industri serta industri produk halal. "Kami juga terbuka untuk membahas kerja sama mengenai pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)," tambah Faisol.
Faisol merespons positif berbagai tawaran kerja sama tersebut. "Kami akan menyiapkan langkah-langkah teknis untuk menindaklanjuti kerja sama ini dan mengidentifikasi perusahaan-perusahaan Indonesia yang potensial untuk menjalin hubungan langsung dengan Tajikistan. Kami berharap implementasi awal dapat dimulai pada awal tahun depan," jelas Faisol.
Menteri Industri dan Teknologi Baru Republik Tajikistan, Mr. Sherali Kabir menyampaikan potensi yang dimiliki negaranya. Ia menyatakan keseriusan Tajikistan dalam menjalin kemitraan dengan Indonesia. Salah satu contoh konkret, adalah kolaborasi dengan salah satu Perusahaan di Indonesia dalam penyediaan bahan baku, yang dianggap signifikan dalam mempererat hubungan bilateral. Selain itu, sektor pertambangan juga menjadi perhatian utama dengan adanya beberapa nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan kedua negara.
Mr. Kabir juga mengungkapkan ketertarikan negaranya terhadap pengalaman Indonesia dalam pengelolaan nikel, mengingat Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. "Kami ingin mempelajari lebih lanjut mengenai investasi dan pengembangan sektor nikel di Indonesia," tambah Mr. Kabir.
Tajikistan juga telah menjadi negara pertama di Asia Tengah yang mengembangkan kebijakan terkait Artificial Intelligence (AI) dan memasukkannya ke dalam kurikulum Pendidikan. Diharapkan, hal ini dapat menjadi bidang kerja sama baru antara kedua negara. Selain itu, Tajikistan juga menawarkan potensi kerja sama di bidang tekstil, farmasi, dan aluminium. Sebagai bentuk komitmennya, Tajikistan memberikan jaminan keamanan investasi, insentif pajak, serta penggunaan energi hijau yang mendukung keberlanjutan.
Sektor manufaktur Indonesia terus menjadi penggerak utama ekonomi nasional. Pada triwulan II tahun 2024, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,05 persen, lebih tinggi dibandingkan banyak negara anggota G20, seperti Tiongkok, Rusia, dan Brasil. Industri pengolahan nonmigas tetap menjadi kontributor terbesar PDB nasional dengan 16,70 persen dan pertumbuhan sektor ini mencapai 4,63 persen.
Sementara itu, berdasartkan data World Bank, menunjukkan bahwa nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia menempati peringkat ke-12 dunia dengan nilai USD255 miliar pada tahun 2023. Capaian ini menjadikan Indonesia unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam, juga melampaui beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Prancis, dan Inggris.
“Performa sektor manufaktur yang prima tersebut juga dipacu oleh akselerasi penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Ini merupakan strategi kunci bagi Indonesia untuk menjadi negara 10 ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Oleh karena itu, pentingnya transformasi menuju industri 4.0 telah dicanangkan pada program Making Indonesia 4.0 sejak tahun 2018, yang menjadi kunci utama untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 10 ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030.
Pada kesempatan ini, Agus mengapresiasi laporan survei pada 76 industri yang menyandang gelar “Champion INDI 4.0” karena telah mencapai hasil positif dalam upaya melakukan transformasi industri 4.0. Industri champion ini telah memenuhi kriteria-kriteria transformasi yang meliputi penurunan konsumsi energi mencapai 4 – 40 persen, peningkatan produktivitas sebesar 5 – 22 persen, dan penurunan cost production 3 – 78 persen.
NERACA Abu Dhabi – Pemerintah Republik Indonesia dan Persatuan Uni Emirat Arab (PEA) meneguhkan komitmen dalam memperkuat hubungan bilateral di…
NERACA Tangerang – Dalam upaya mendorong kemajuan industri otomotif dalam negeri, Presiden Prabowo Subianto memiliki impian besar kepada para pelaku…
NERACA Washington, DC – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bertemu dengan Penasehat Keamanan Nasional Amerika Serikat Jake Sullivan di Washington,…
NERACA Jakarta -Indonesia dan Tajikistan semakin mempererat hubungan kerja sama di sektor industri. Hal ini dibahas dalam pertemuan antara Wakil…
NERACA Abu Dhabi – Pemerintah Republik Indonesia dan Persatuan Uni Emirat Arab (PEA) meneguhkan komitmen dalam memperkuat hubungan bilateral di…
NERACA Tangerang – Dalam upaya mendorong kemajuan industri otomotif dalam negeri, Presiden Prabowo Subianto memiliki impian besar kepada para pelaku…