NERACA
Klaten – Suka tidak suka harus dilakukan kepada para pelaku usaha untuk membekali diri dengan berbagai inovasi produksi, manajerial, hingga pemasaran untuk mendukung upaya ekspor produk-produk mereka. Inovasi tersebut akan mendukung daya saing pelaku usaha dalam persaingan di pasar mancanegara.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan, cara mengekspor dan lain sebagainya adalah kemampuan yang mempengaruhi daya saing pelaku usaha. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menaruh perhatian pada hal tersebut.
“Oleh karena itu, kami menginisiasi program-program pelatihan untuk meningkatkan daya saing agar para pelaku usaha mampu menggencarkan ekspor,” ungkap Budi saat mengunjungi pabrik manufaktur kain lurik dan produk fesyen dari kain lurik CV Lurik Prasojo di Klaten, Jawa Tengah.
Budi menambahkan, Kemendag memiliki sejumlah program pembinaan untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.
Menurut Budi, menjual produk agar bisa diekspor memiliki tantangannya tersendiri. Kemendag pun memberikan sejumlah fasilitasi agar produk UMKM lokal bisa mendunia.
“Kami memiliki berbagai program pendampingan untuk peningkatan kapasitas. Selain itu, kami berupaya mengikutsertakan UMKM berorientasi ekspor dalam berbagai pameran internasional maupun pekan busana. Sejalan dengan hal tersebut, kami menyusun penjadwalan pameran internasional yang dapat diikuti UMKM berorientasi ekspor dan mempersiapkan berbagai penjajakan kesepakatan bisnis (business matching) sebagai ajang promosi produk UMKM ke pasar internasional,” papar Budi.
Di sisi lain, Mendag Budi juga menekankan pentingnya menjaga kualitas produk yang diekspor. Menurutnya, jika akan diekspor, produk tersebut dipastikan harus bernilai tinggi. Jika memiliki kualitas ekspor, produk tersebut akan berdaya saing di pasar dalam negeri.
“Kalau produk UMKM punya kualitas ekspor, berarti dia punya daya saing juga di dalam negeri,” jelas Mendag
Lebih lanjut terkait batik, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) gencar meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaku industri fesyen, khususnya para perajin batik, di tengah maraknya produk fesyen impor dan batik printing yang dijual dengan harga murah. Kemenperin juga mendampingi Industri batik dalam negeri untuk terus beradaptasi untuk dapat menguasai pasar dalam negeri maupun mancanegara, khususnya pada segmen pasar anak muda seperti generasi millenial dan generasi Z (gen z) dengan karakteristik dan kebutuhan yang beragam.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita mengungkapkan, “kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik.”
Menurut Reni, pelaku IKM batik harus semakin adaptif tanpa mengesampingkan pakem sejarah pembuatannya dan dampak yang ditimbulkan. “Saat ini memang merupakan era untuk lebih memaksimalkan penggunaan pewarna alam yang dapat memberikan nilai tambah pada batik, sekaligus untuk menekan kerusakan lingkungan,” ungkap Reni.
Reni tak henti mendorong para pelaku IKM fesyen, termasuk IKM batik untuk mulai beralih ke konsep fesyen yang inklusif dan berkelanjutan (sustainable fashion). Konsep ini, lanjut Reni, mengedepankan nilai-nilai dari seluruh aspek atau pihak yang terlibat dalam industri tersebut, baik aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Dengan mengedepankan konsep berkelanjutan tersebut, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah,” imbuh Reni. Selain itu, memberikan nilai tambah dan citra produk seiring dengan meningkatnya green lifestyle dan green consumerism.
Reni juga menyampaikan bahwa perkembangan gaya hidup sehat dan tren penggunaan produk yang ramah lingkungan semakin digandrungi oleh para generasi muda, khususnya generasi millenial dan generasi Z. “Berbagai gaya hidup sehat, aktivitas olahraga, dan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan telah menjadi budaya generasi muda yang juga harus diperhatikan oleh para pelaku industri,” jelas Reni.
Tidak hanya itu, industri batik memiliki peranan yang amat penting bagi perekonomian nasional. Sepanjang tahun 2022, nilai ekspor batik dan produk batik menembus angka USD64,56 juta atau meningkat 30,1 persen dibanding capaian tahun 2021. Sementara itu, pada periode Januari-April 2023, nilai ekspor batik dan produk batik sebesar USD26,7 juta, dan ditargetkan dapat menyentuh hingga USD100 juta selama tahun 2023.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, industri batik juga merupakan sektor padat karya yang telah menyerap tenaga kerja hingga jutaan orang. Artinya, sektor industri batik ini telah memberikan kehidupan dan penghasilan bagi jutaan rakyat Indonesia.
Kemenperin optimis, kinerja industri batik akan semakin tumbuh, terlebih lagi setelah lepas dari dampak pandemi Covid-19. Selain itu, sinyal positif menggeliatnya ekonomi juga diberikan oleh IMF yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2023 mencapai 3 persen, meningkat dari perkiraan sebelumnya dari proyeksi April lalu (2,8 persen).
NERACA Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyakinkan otoritas Amerika Serikat terkait mutu dan keamanan hasil perikanan Indonesia memenuhi standar…
NERACA Padang - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyatakan bahwa koperasi khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) memiliki dua fungsi yaitu fungsi…
NERACA Sumedang – Pelaksanaan Progam Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan baru, Presiden Prabowo Subianto, mendapat dukungan antuasias dari…
NERACA Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyakinkan otoritas Amerika Serikat terkait mutu dan keamanan hasil perikanan Indonesia memenuhi standar…
NERACA Padang - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyatakan bahwa koperasi khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) memiliki dua fungsi yaitu fungsi…
NERACA Klaten – Suka tidak suka harus dilakukan kepada para pelaku usaha untuk membekali diri dengan berbagai inovasi produksi, manajerial,…