PENGAMAT EKONOMI MENGUSULKAN: - Pemerintah Tunda Pengalihan Subsidi BBM ke BLT

Jakarta-Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, mengusulkan agar rencana Pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM ditunda hingga tahun depan. Dia khawatir kebijakan tersebut dapat menambah tekanan terhadap daya beli masyarakat kelas menengah. Sementara itu, Ekonom yang juga anggota dewan pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, tidak setuju jika pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen pada 2025.  

NERACA

"Soal peralihan subsidi energi ini, saya kira sebaiknya ditunda dulu hingga tahun depan. Jika tidak, kenaikan harga energi akibat peralihan subsidi bisa menimbulkan efek berantai yang cukup membahayakan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah dan berpotensi menambah tekanan pada pendapatan publik," ujar Ronny di Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Ronny, perubahan skema subsidi energi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) hanya akan menyasar kelompok masyarakat yang benar-benar terdampak langsung.

Padahal, kelompok yang tidak masuk kategori penerima BLT juga akan terpengaruh daya belinya akibat kenaikan harga barang, meski dampaknya mungkin tidak sampai menurunkan kelas ekonomi mereka. "Setidaknya, mereka akan mengurangi pengeluaran untuk menutupi kebutuhan yang meningkat akibat kenaikan harga," ujar Ronny seperti dikutip Liputan6.com.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan rencana pengalihan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dia menyebut bahwa skema tersebut tengah digodok. Bahlil mengatakan, rencana ini telah dibahas dengan beberapa menteri terkait. Ia menyebut bahwa berbagai opsi telah dipertimbangkan, namun pembahasan saat ini mengarah pada BLT BBM.

Dalam konteks subsidi energi, ada tiga aspek yang menjadi perhatian, yaitu BBM, listrik, dan LPG bersubsidi. Bahlil sepakat bahwa skema subsidi LPG tidak akan diubah, sementara subsidi untuk BBM dan listrik rencananya akan disesuaikan.

Secara terpisah, ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menyebut melambatnya pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2024 sebesar 4,95 persen dikarenakan penurunan daya beli masyarakat.

Menarik ini jika kita melihat memang terjadi penurunan daya beli masyarakat dimana pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. Artinya, daya beli masyarakat yang menurun tidak bisa dielakkan lagi oleh pemerintah. Dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi melambat lagi dari 5,05 persen menjadi 4,95 persen," ujar Nailul.

Dari sisi sektoral, penyediaan akomodasi dan makanan minuman, serta transportasi juga melambat. Ia melihat yang menguat justru industri pengolahan dan pertambangan. Menurutnya, industri pengolahan hasil tambang mempunyai pertumbuhan yang positif.

Maka dengan struktur ekonomi seperti itu, baginya, dimana daya beli masyarakat melambat, terutama di barang jadi seperti ke makanan dan minuman, maka pemerintah harus fokus terlebih dahulu dalam mengerek daya beli masyarakat terutama untuk kelas menengah. "Kelas menengah ini yang biasanya ke kafe dan sebagainya, sudah mengurangi konsumsi tersebut karena sudah berkurang kemampuan membeli barang-barang bersifat leisure," ujarnya.

Nailul menyarankan Pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang membuat kelas menengah semakin tertekan. Misalnya, kebijakan terkait dengan subsidi BBM harus dipertimbangkan ulang karena bisa menekan daya beli kela menengah. "Bansos sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, juga tidak dinikmati oleh kelas menengah," ujarnya.

Tidak Setuju PPN Naik

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah masih menggodok rencana kenaikan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk 2025.

Sejalan dengan hal itu, Pemerintah akan mempertimbangkan berbagai program untuk mendukung daya beli masyarakat terkait rencana penerapan PPN 12 persen. "Terkait PPN-12 nanti kita masih akan bahas dan pemerintah tentu akan mempertimbangkan beberapa program yang bisa menunjang daya beli," ujar Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (5/11).

Selain itu, Kemenko Perekonomian dan Kementerian Lembaga terkait juga akan menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto mengenai subsidi BBM yang dianggap tidak tepat sasaran. "Terutama juga arahan Bapak Presiden subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Di mana akan dialihkan untuk menjadi subsidi yang tepat sasaran. Nah ini masih digodok dalam beberapa minggu ke depan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, sekitar 20-30 persen subsidi energi yaitu BBM dan listrik pada 2024 berpotensi tidak tepat sasaran, dengan nilai mencapai Rp100 triliun.

Presiden Prabowo Subianto pun telah menugaskan Bahlil sebagai Menteri ESDM untuk menyusun skema subsidi yang lebih tepat sasaran bagi BBM, LPG, dan listrik. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah mengubah skema subsidi menjadi bantuan langsung tunai (BLT) agar bantuan ini sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.

Sebelumnya, ekonom sekaligus Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo tidak setuju jika pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen. Dia khawatir kenaikan PPN tersebut berdampak negatif terhadap penerimaan pajak.

"Jadi saya pribadi, sebagai ekonom saya agak khawatir dengan kenaikan 12 persen itu dampaknya terhadap penerimaan pajak kita," tutur Dradjad di Jakarta, Rabu (9/10).

Dia menuturkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini akan berdampak pada meroketnya harga berbagai barang. Kenaikan barang ini diyakini akan menghambat aktivitas belanja masyarakat. "Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya (beli) makin sedikit, sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit kan ujungnya penerimaan kita jeblok," ujarnya.

Apalagi, saat ini kelas menengah di Indonesia banyak yang turun kelas. Di sisi lain, ekonomi Indonesia juga mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut yang mengindikasikan daya beli masyarakat melemah. "Kenapa kemudian kita deflasi berturut-turut Itu salah satu penyebab, yang paling kuat adalah tingginya angka setengah menganggur Itu ada 2,41 juta orang setengah menganggur. Orang yang setengah menganggur ini udah jelas daya belinya rendah sekali, udah jelas dia akan terlempar dari kelas menengah," ujarnya.

Dradjad khawatir jika kenaikan PPN menjadi 12 persen harus diterapkan akan membahayakan ekonomi nasional. Mengingat, makin melemahnya daya beli akibat kenaikan harga barang. "Nah, kalau dipaksakan PPN 12 persen, saya khawatir orang setengah menganggur makin banyak. Ujung-ujungnya kan orang beli barangnya makin dikit, orang beli barang makin dikit, konsumsi makin sedikit. Ujung-ujungnya PPN-nya juga akan tergantung," uajrnya.

Sebelumnya Menko Perekonomian Airlangga mengaku tetap optimistis perekonomian Indonesia pada 2024 mampu tumbuh di 5 persen (yoy). Walaupun kinerja ekonomi di kuartal III-2024 mengalami pelambatan dibanding kuartal sebelumnya menjadi 4,95 persen. Meski secara historical, kuartal ketiga 2024 relatif turun sedikit dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya, tetapi Pemerintah berharap kuartal keempat dan sepanjang 2024 bisa mencapai 5 persen.

"Kalaupun dari kuartal ke kuartal masih naik sebesar 1,5 persen dan kalau kita bandingkan 3 kuartal di awal dengan 3 kuartal sekarang, kita masih tumbuh 5,03 persen. Artinya kalau tumbuh 5,03 persen kita masih bisa berharap bahwa perekonomian kita bisa jaga di akhir tahun, masih di level 5 sesuai dengan APBN kita," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

KETUA BANGGAR DPR-RI SAID ABDULLAH: - Pemerintah Diminta Memitigasi Risiko Dampak PPN 12%

Jakarta-Ketua Badan Anggaran DPR-RI, Said Abdullah memastikan, pihaknya sudah menyampaikan agar pemerintah memitigasi risiko atas dampak kenaikan PPN dari 11…

BERPOTENSI SUMBER BADAI PHK - Wamenaker Minta Permendang 8/2024 Kembali Direvisi

NERACA Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sebanyak 80.000 pekerja di Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama periode Januari—awal…

ADA HOTEL DAN RESTORAN BISA BANGKRUT IMBAS PPN - Sistem Transaksi QRIS dan E-Tol Bebas PPN 12%

Jakarta-Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan sistem pembayaran menggunakan QRIS dan e-Tol tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sementara itu, Ketua…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

KETUA BANGGAR DPR-RI SAID ABDULLAH: - Pemerintah Diminta Memitigasi Risiko Dampak PPN 12%

Jakarta-Ketua Badan Anggaran DPR-RI, Said Abdullah memastikan, pihaknya sudah menyampaikan agar pemerintah memitigasi risiko atas dampak kenaikan PPN dari 11…

BERPOTENSI SUMBER BADAI PHK - Wamenaker Minta Permendang 8/2024 Kembali Direvisi

NERACA Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sebanyak 80.000 pekerja di Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama periode Januari—awal…

ADA HOTEL DAN RESTORAN BISA BANGKRUT IMBAS PPN - Sistem Transaksi QRIS dan E-Tol Bebas PPN 12%

Jakarta-Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan sistem pembayaran menggunakan QRIS dan e-Tol tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sementara itu, Ketua…