Produk dan Ekspor CPO Naik, Stok Berkurang

NERACA

Jakarta – Produksi crude palm oil (CPO) bulan Agustus 2024 mencapai 3.986 ribu ton, naik 10,2 persen dibandingkan produksi bulan JuIi sebesar 3.617 ribu ton, demikian juga dengan produksi PKO naik menjadi 391 ribu ton dari 344 ribu ton pada bulan Juli. Sampai dengan bulan Agustus, produksi tahun 2024 adalah 34.522 ribu ton atau 4,86 persen lebih rendah dari periode yang sama tahun 2023 yaitu dari 36.287 ribu ton.

Total konsumsi dalam negeri naik 30 ribu ton dari 2.030 ribu ton pada bulan Juli menjadi 2.060 ribu ton pada bulan Agustus 2024. Untuk keperluan konsumsi pangan naik 88 ribu ton dan untuk oleokimia turun 2 ribu ton sedangkan untuk biodiesel turun 56 ribu ton dari 1.035 ribu ton menjadi 979 ribu ton. Secara YoY sampai dengan bulan Agustus, konsumsi dalam negeri tahun 2024 mencapai 15.571 ribu ton atau 1,94% lebih tinggi dari tahun 2023 sebesar 15.274 ribu ton. Konsumsi untuk pangan mencapai 6.665 ribu ton atau 4,51 persen lebih rendah dari tahun lalu sebesar 6.980 ribu ton, oleokimia 1.484 atau lebih rendah 1,85 persen dari tahun sebelumnya sebesar 1.512 ribu ton, sedangkan biodiesel mencapai 7.421 ribu ton lebih tinggi 639 ribu ton (9,42 persen) lebih tinggi dari lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6.782 ribu ton.

“Total ekspor mengalami kenaikan dari 2.241 ribu ton pada Juli menjadi 2.384 ribu ton pada bulan Agustus atau naik sebesar 6,35 persen. Kenaikan terjadi pada produk olahan CPO yang naik sebesar 79 ribu ton dari 1.589 ribu ton pada bulan Juli menjadi 1.668 ribu ton pada bulan Agustus, diikuti CPO yang naik dengan 48 ribu ton menjadi 222 ribu ton dari 174 ribu ton pada bulan Juli dan oleokimia yang naik 41 ribu ton menjadi 440 ribu ton dari 399 ribu ton pada bulan Juli,” papar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono.

Muktti menambahkan, “kenaikan volume ekspor menghasilkan kenaikan nilai ekspor menjadi USD2.540 juta dari USD1.976 juta pada bulan Juli yang juga didukung oleh kenaikan harga rata-rata dari USD1.024/ton di bulan Juli menjadi USD1.048/ton cif Roterdam di bulan Agustus”.

Menurut negara tujuannya, lanjut Mukti, kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan India yang naik 170 ribu ton menjadi 462 ribu ton setelah turun 490 ribu ton pada bulan sebelumnya. Kenaikan ekspor juga terjadi untuk tujuan Pakistan dengan 62 ribu ton menjadi 286 ribu ton setelah turun 65 ribu ton pada bulan sebelumnya.

Ekspor ke Belanda naik 39 ribu ton menjadi 120 ribu ton setelah turun 43 ribu ton pada bulan sebelumnya, Italia naik 37 ribu ton menjadi 71 ribu ton setelah turun 26 ribu ton pada bulan sebelumnya sedangkan ekspor ke China hanya naik 18 ribu ton setelah turun 255 ribu ton.

Secara YoY sampai dengan Agustus, ekspor ke China tahun 2024 49,44 persen lebih rendah dari tahun 2023 sedangkan India 37,81 persen lebih rendah, Afrika 35,93 persen lebih rendah dan Bangladesh 19,59 persen lebih rendah sedangkan ekspor ke EU 29,03 persen lebih tinggi demikian juga ke Pakistan 3,98 persen lebih tinggi sehingga secara nasional ekspor 2024 lebih rendah 10,11 persen dibandingkan dengan ekspor 2023.

Lebih lanjut, pemerintah RI melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, memacu pertumbuhan ekonomi nasional ke level 6-8 persen. Sebagai salah satu upayanya, Pemerintah menetapkan kebijakan pengembangan 10 industri prioritas, di antaranya bagi industri agro.

Pengembangan tersebut antara lain dilakukan melalui strategi hilirisasi yang ditujukan untuk memperdalam struktur industri dari hulu ke hilir, serta didasarkan pada ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas yang berhasil dioptimalkan potensi ekonominya melalui hilirisasi adalah kelapa sawit. Pada komoditas kelapa sawit, perkembangan jumlah/jenis produk turunan yang dapat dihasilkan oleh industri dalam negeri meningkat dari 48 jenis di tahun 2011, menjadi sekitar 200 jenis di tahun 2024.

“Hal ini tentunya meningkatkan kompleksitas produk nasional secara signifikan. Di samping itu, Indonesia juga tercatat sebagai negara pertama yang mengimplementasikan B30 di dunia, dan akan terus kita tingkatkan menjadi B40, bahkan kita harapkan dapat mencapai B100 di masa yang akan datang,” Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Agus juga menjelaskan, ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap fluktuasi harga minyak kelapa sawit tidak terlalu besar karena hilirisasi di sektor kelapa sawit sudah dalam sekali. Fluktuasi harga komoditas ini memang berpengaruh, tapi tidak terlalu signifikan.

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Seluruh Pihak Diajak Berkolaborasi Majukan UMKM

NERACA  Jakarta - Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan, di bawah pimpinan MenKopUKM Teten dalam lima…

Indonesia - Belanda Inisiasi Kerja Sama Tingkatkan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP) menginisiasi…

Hilirisasi Pertanian Jadi Terobosan Transformasi Perdagangan

NERACA Jakarta – Program hilirisasi pertanian yang didukung oleh kebijakan perdagangan dan pembukaan akses  pasar secara masif dapat menjadi kunci…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Seluruh Pihak Diajak Berkolaborasi Majukan UMKM

NERACA  Jakarta - Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan, di bawah pimpinan MenKopUKM Teten dalam lima…

Produk dan Ekspor CPO Naik, Stok Berkurang

NERACA Jakarta – Produksi crude palm oil (CPO) bulan Agustus 2024 mencapai 3.986 ribu ton, naik 10,2 persen dibandingkan produksi…

Indonesia - Belanda Inisiasi Kerja Sama Tingkatkan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP) menginisiasi…