INDEF SOROTI BEA MASUK IMPOR KERAMIK: - Tujuh Perusahaan Ubin Keramik Bangkrut

Jakarta-Ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti rencana pemerintah yang bersiap mengenakan tambahan bea masuk untuk sejumlah barang impor, diantaranya bea masuk anti dumping (BMAD) untuk impor keramik. Sementara itu, data Kemenperin mengungkapkan saat ini terdapat tujuh perusahaan ubin keramik yang gulung tikar alias bangkrut.

NERACA

Rencana penerapan kebijakan bea masuk anti dumping ini muncul setelah Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari China, dengan pengenaan tarif maksimal sebesar 199,98 persen.

Direktur Kolaborasi Internasional Indef Imaduddin Abdullah menilai, kebijakan BMAD yang berlebihan dan tanpa dukungan data yang kuat justru akan kontraproduktif terhadap upaya membangun industri dalam negeri yang kompetitif dan mampu bersaing di level global.

Menurut dia, berbagai studi telah menunjukkan bea masuk yang diterapkan secara berlebihan tidak efektif karena dapat menghasilkan trade diversion. Sehingga impor akan tetap meningkat dari negara-negara yang tidak dikenakan BMAD.

"Selain itu, pengenaan BMAD yang berlebihan akan berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen, yang pada akhirnya akan menggerus kesejahteraan konsumen," ujar Imaduddin dalam keterangan tertulis Indef yang diberikan kepada wartawan, pekan ini.

"Kasus pemberian BMAD terhadap produk impor dari China oleh AS tidak menurunkan angka impor keramik itu sendiri. Justru terjadi kenaikan impor dari India dan Vietnam," ujarnya.

7 Perusahaan Bangkrut

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terdapat tujuh perusahaan ubin keramik yang gulung tikar alias bangkrut. Hal itu dampak dari meningkatnya harga gas dan derasnya impor dari China.

Hal itu disampaikan Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Ashady Hanafie dalam Diskusi Indef di  di Jakarta, Selasa (16/7).

"Jadi, mulai parahnya itu kenapa industri keramik kita turun drop karena ada kenaikan harga gas, jadi sebelum 2015 kita jaya daya saing kita tinggi bahkan utilisasi 90 persen, setelah itu naik mulai turun drop daya saing kita rendah kalah bersaing harga dan diperparah dengan impor masuk yang murah," ujar Ashady.

Ashady menilai lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri terutama dari Tiongkok berimbas kepada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang menghentikan produksinya. Karena itu, akhirnya pada 2016 Kemenperin mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri keramik dalam negeri.

Adapun tujuh perusahaan ubin keramik yang telah berhenti produksi: PT Indopenta Sakti Teguh; PT Indoagung Multiceramics Industry; PT Keramik Indonesia Assosiasi – Cileungsi; PT KIA Serpih Mas – Cileungsi; PT Ika Maestro Industri; PT Industri Keramik Kemenangan Jaya; PT Maha Keramindo Perkasa.

Di sisi lain, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho menyebut hasil analisis KADI untuk merekomendasi BMAD tidak kuat, sekaligus tidak memiliki urgensi karena beberapa sebab. Lantaran, menurut dia, data yang ditampilkan dalam laporan KADI menunjukkan tren impor ubin keramik turun 9,55 persen, dengan impor dari China turun 0,56 persen.

Di saat yang bersamaan, penjualan oleh perusahaan dalam negeri pemohon naik 0,12 persen dan 22,19 persen. Di sisi lain, industri keramik domestik juga sedang dalam tahap ekspansi, dengan produksi meningkat 4,52 persen dan cashflow tumbuh positif.

Sementara tren kapasitas terpasang meningkat 15,74 persen, bahkan melebihi tren penjualan dalam negeri meningkat 12,02 persen. "Berbagai data yang ditampilkan dalam laporan KADI justru menunjukkan industri keramik belum dalam tahap injury," ujar Andry.

Dia juga mempertanyakan hasil investigasi dan pengenaan BMAD yang mengalami perubahan dari hasil Mei dengan BMAD 6,61-155,48 persen, sementara hasil KADI 100,12-199,88 persen. "Perubahan besaran angka ini perlu dipertanyakan dan KADI seharusnya dapat memberikan penjelasan yang transparan," ujarnya.  

Sebelumnya, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sudah merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari RRT dengan pengenaan tarif maksimal 199,98 persen, untuk menjaga industri keramik dalam negeri.

Lalu sejauh mana rencana pengenaan kebijakan BMAD ini efektif dalam mendorong industri dalam negeri? Indef menilai rekomendasi penerapan BMAD tersebut akan memberikan beberapa dampak negatif.

Menurut Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, Indef Andry Satrio Nugroho, implikasi jika BMAD dari hasil investigasi KADI diterapkan maka yang pertama akan terjadi trade diversion, impor akan beralih ke negara lain selain China. "Trade diversion, kami melihat juga bahwa cukup besar angka diversion ke India dan Vietnam, karena ini dua ekpsortir terbesar untuk HS 690721," ujarnyya.

Dampak kedua, pasar persaingan semakin kecil, opsi konsumen semakin sedikit, sehingga harga keramik semakin mahal. Menurutnya, produsen dalam negeri akan ikut serta meningkatkan margin keuntungan dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam.

Selain itu, praktis semakin rendah kuantitas atau volume keramik di pasar, disaat permintaan keramik domestik meningkat, maka harga yang diterima konsumen akan semakin mahal. "Kami melihat produsen dalam negeri akan ikut serta menaikkan margin dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam," ujarnya.

Ketiga, dampak negatifnya yakni banyak sektor yang akan terdampak diantaranya sektor retail, real estate atau property, importir, forwarder, logitik yang akan melakukan efisiensi tenaga kerja, sehingga berpotensi meningkatkan penganngguran.

Dampak keempat, dikhawatirkan terjadinya retaliasi yang akan dilakukan oleh pihak China. Sebagai informasi, retaliasi adalah tindakan balasan oleh suatu negara terhadap negara yang menyebabkan kerugian terhadapnya. "Kemungkinan yang akan terjadi adalah retaliasi balasan terhadap produk-produk asal Indonesia yang akan dilakukan pihak China," tutur dia.

Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Syahdi Hanafi, mengungkapkan permasalahan mengenai kinerja industri keramik di tanah air sudah berlangsung lama.

Sebelumnya, Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Syahdi Hanafi, mengungkapkan permasalahan mengenai kinerja industri keramik di tanah air sudah berlangsung lama. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

PENILAIAN PENGAMAT EKONOMI: - Deflasi Saat ini Dipengaruhi oleh Faktor Domestik

  Jakarta-Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menilai kondisi deflasi yang terjadi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik.…

LITERASI KEUANGAN SYARIAH HANYA 39,11 PERSEN - Penetrasi Perbankan Syariah Masih Rendah

Jakarta-Meski Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah, saat ini penetrasi perbankan syariah di dalam negeri masih rendah, hanya…

WAPRES MA'RUF AMIN: - Tiga Langkah untuk Mengembangkan Ekosistem Syariah

  NERACA Jakarta – Wakil Presiden Ma'ruf Amin menekankan tiga langkah strategis yang perlu dijalankan secara konsisten untuk memastikan ekosistem…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PENILAIAN PENGAMAT EKONOMI: - Deflasi Saat ini Dipengaruhi oleh Faktor Domestik

  Jakarta-Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menilai kondisi deflasi yang terjadi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik.…

LITERASI KEUANGAN SYARIAH HANYA 39,11 PERSEN - Penetrasi Perbankan Syariah Masih Rendah

Jakarta-Meski Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah, saat ini penetrasi perbankan syariah di dalam negeri masih rendah, hanya…

WAPRES MA'RUF AMIN: - Tiga Langkah untuk Mengembangkan Ekosistem Syariah

  NERACA Jakarta – Wakil Presiden Ma'ruf Amin menekankan tiga langkah strategis yang perlu dijalankan secara konsisten untuk memastikan ekosistem…