DATA BPS MENGUNGKAPKAN: - Terjadi Deflasi 5 Tahun Terakhir di Agustus

Jakarta-Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, deflasi rutin terjadi di Indonesia selama 5 tahun terakhir pada periode Agustus. Penurunan harga komoditas jadi pemicu utama. "Dalam 5 tahun terakhir terjadi deflasi di bulan Agustus, kecuali pada Agustus 2021. Deflasi yang terjadi di setiap bulan Agustus dalam 5 tahun terakhir umumnya disumbang oleh penurunan harga komoditas komponen harga bergejolak," ujarnya saat sesi konferensi pers, Senin (2/9).

NERACA

Pudji menyampaikan, komponen makanan/minuman dan tembakau jadi kelompok utama penyumbang deflasi di setiap bulan Agustus selama periode 2020-2024. Kelompok ini juga mengalami deflasi berturut-turut dalam 5 bulan terakhir di tahun ini. "Adapun komoditas utama penyumbang deflasi Agustus 2024 adalah bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras," tutur dia.

Komoditas bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras jadi komoditas utama penyumbang utama deflasi Agustus 2024. Dengan andil deflasi masing-masing sebesar 0,08 persen, 0,03 persen, 0,03 persen, dan 0,02 persen.

Secara historis, menurut dia, komoditas bawang merah dan daging ayam ras mengalami deflasi di setiap bulan Agustus dalam tiga periode terakhir. Komoditas bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras menunjukan tren deflasi sejak Juni 2024. Sedangkan komoditas tomat menunjukan tren deflasi sejak Mei 2024. "Untuk komoditas hortikultura, penurunan harga yang terjadi ini umumnya disebabkan oleh pasokan yang berlimpah," kata Pudji.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi deflasi 0,03 persen secara bulanan atau month on month (mom) pada Agustus 2024. Ini merupakan deflasi keempat pada tahun ini dan berlangsung berturut-turut. "Pada Agustus 2024 terjadi deflasi 0,03 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 pada Agustus 2024," kata Pudji.

Jika dihitung secara tahun ke tahun atau year on year (yoy) tercatat masih terjadi inflasi 2,12 persen. Sedangkan, jika dihitung secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 0,87 persen. Deflasi Agustus 2024 ini lebih rendah dibandingkan Juli 2024. Deflasi ini merupakan keempat kalinya pada 2024. Deflasi terjadi sejak Mei hingga Agustus.

Kelompok pengeluaran terbesar pada Agustus 2024 adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,52 persen. Kelompok pengeluaran tersebut memberikan andil deflasi sebesar 0,15 persen.

Di sisi lain,  terdapat komoditas yang memberikan andil inflasi pada Agustus 2024. Diantaranya adalah bensin dan cabai rawit dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,03 persen. "Kemudian kopi bubuk dan emas perhiasan dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02 persen, kemudian juga beras dan sigaret kretek mesin atau SKM dan ketimun memberikan andil inflasi masing-masing 0,01 persen," imbuh Pudji.

BPS mencatat,  kelompok pendidikan juga memberikan andil inflasi sebesar 0,04 persen atau mengalami inflasi sebesar 0,65 persen. Secara spesifik, biaya sekolah dasar (SD) kemudian biaya kuliah atau perguruan tinggi, biaya Sekolah Menengah Pertama (SMP) memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen.

Pudji mengatakan, tren peristiwa deflasi selama empat bulan berturut-turut ini bahkan pertama kali terjadi. Dalam catatan BPS, pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia Indonesia mengalami pernah deflasi selama 7 bulan berturut-turut yaitu selama Maret 1999 sampai dengan September 1999. "Deflasi ini sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar dan penurunan harga barang beberapa jenis barang," ujarnya.

Kemudian periode deflasi lainnya yang terjadi pada tahun Desember 2008 hingga Januari 2009 selama krisis finansial global. Saat itu, deflasi terjadi karena penurunan harga minyak dunia dan juga karena permintaan domestik yang melemah.

Selanjutnya, Indonesia juga kembali mencatatkan deflasi selama 3 bulan berturut-turut yaitu sejak Juli sampai dengan September 2020. Deflasi ini dipicu oleh empat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi yaitu kelompok makanan minuman dan tembakau, kelompok pakaian dan alas kaki, kelompok transportasi, serta kelompok informasi komunikasi dan jasa keuangan. "Dengan (deflasi) 4 kelompok ini mengindikasikan bahwa penurunan daya beli tahun 2020 pada periode awal pandemi 2019 kemarin," tegas dia.

Daya Beli Menurun

Ekonom yang juga Dosen Departemen Manajemen, FEB Universitas Diponegoro, Rizal Hari Magnadi mengatakan masyarakat kelompok menengah mendorong ekonomi dari sisi konsumsi. “Ada pertimbangan rasionalitas dan keberanian mengambil risiko konsumsi dari masyarakat kelas menengah,” kata Rizal, Senin (2/9).  

Menurut Rizal, hal ini mendorong banyak inovasi produk yang direspon dengan baik. Terdapat konsumsi yang beragam sehingga efek pertumbuhan ekonomi meluas. Maka dari itu, Rizal menyebut pemerintah harus menjaga bidang-bidang kerja dimana masyarakat mendapatkan pendapatan melalui kepastian regulasi dan kelengkapan infrastruktur.

Rizal menuturkan salah satu penyebabnya menurunnya masyarakat kelas menengah adalah saat pertumbuhan ekonomi tidak diikuti kemampuan beli atau konsumsi. “Inflasi memang salah satu penyebab, tapi juga banyak disumbang faktor struktur ekonomi lainnya seperti kemampuan atau kapasitas ekonomi masyarakat dimana latar belakang pendidikan dan gaji tidak kompetitif di pasar tenaga kerja,” ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.

Menurut Rizal, hal ini disebabkan industri atau bidang kerja yang digeluti tidak menyumbang ke pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Artinya masyarakat kelas menengah yang turun kelas perlu dilihat profil spesifiknya.

BPS mencatat jumlah kelompok kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Lantas apa penyebab terjadinya penurunan kelompok masyarakat ekonomi kelas menengah di tanah air?

Rizal mengatakan salah satu penyebabnya menurunnya masyarakat kelas menengah adalah saat pertumbuhan ekonomi tidak diikuti kemampuan beli atau konsumsi. “Inflasi memang salah satu penyebab, tapi juga banyak disumbang faktor struktur ekonomi lainnya seperti kemampuan atau kapasitas ekonomi masyarakat dimana latar belakang pendidikan dan gaji tidak kompetitif di pasar tenaga kerja,” ujarnya.

Rizal menambahkan, hal ini disebabkan industri atau bidang kerja yang digeluti tidak menyumbang ke pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Artinya masyarakat kelas menengah yang turun kelas perlu dilihat profil spesifiknya.

Dalam menangani hal ini, menurut dia, pemerintah harus menjaga bidang-bidang kerja dimana masyarakat mendapatkan pendapatan melalui kepastian regulasi dan kelengkapan infrastruktur. “Dibutuhkan desain produk perbankan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat kelas menengah tersebut,” ujarnya.

Sebelumnya, Jumlah kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2019 lalu. Fenomena ini terungkap dalam hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 yang diadakan oleh BPS.

Menurut data BPS, jumlah kelas menengah pada tahun 2019 mencapai 57,33 juta orang. Jumlah penduduk kelas menengah tersebut menyumbang 21,45 persen dari proporsi penduduk. Pada tahun 2021 jumlah penduduk kelas menengah mengalami penurunan tajam menjadi 53,83 juta atau setara 19,82 proporsi penduduk. Dia menyebut, penurunan kelas menengah ini masih disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19.

Fenomena penurunan jumlah kelas menengah ini kembali berlanjut pada tahun 2022. BPS mencatat, jumlah penduduk miskin turun menjadi 49,51 juta dari tahun sebelumnya atau setara 18,06 persen penduduk.

Pada tahun 2023 jumlah penduduk kelas menengah kembali menurun menjadi 48,27 jiwa. BPS mengonfirmasi jumlah penduduk kelas menengah itu setara 17,44 proporsi dari jumlah penduduk.

Adapun tahun ini jumlah penduduk kelas menengah juga kembali turun menjadi 47,85 juta jiwa. Jumlah penduduk kelas menengah tersebut setara 17,13 persen proporsi penduduk.

Saat ini, BPS mengkategorikan penduduk kelas menengah mengacu pada penduduk yang memiliki pengeluarannya berkisar 3,5 - 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia. Angka ini sekitar pengeluaran Rp2.040.262 - Rp9.909.844 per kapita per bulan pada 2024. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Pentingnya TNI-Polri Jaga Stabilitas di Tengah Gejolak Global - PRESIDEN JOKOWI:

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya peran institusi TNI dan Polri dalam menjaga stabilitas nasional bagi keberlanjutan…

KEBIJAKAN KONTROVERSIAL PP 28/2024: - Puluhan Asosiasi Lintas Sektoral Sepakat Menolak

Jakarta-Puluhan asosiasi lintas sektor menyatakan sikap penolakan atas berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada PP No.28 Tahun 2024…

TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI 8 PERSEN: - Pengamat: PR Berat bagi Presiden Terpilih Prabowo

Jakarta-Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen menjadi PR yang berat…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Pentingnya TNI-Polri Jaga Stabilitas di Tengah Gejolak Global - PRESIDEN JOKOWI:

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya peran institusi TNI dan Polri dalam menjaga stabilitas nasional bagi keberlanjutan…

KEBIJAKAN KONTROVERSIAL PP 28/2024: - Puluhan Asosiasi Lintas Sektoral Sepakat Menolak

Jakarta-Puluhan asosiasi lintas sektor menyatakan sikap penolakan atas berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada PP No.28 Tahun 2024…

TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI 8 PERSEN: - Pengamat: PR Berat bagi Presiden Terpilih Prabowo

Jakarta-Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen menjadi PR yang berat…