Ekonom Tolak Wacana Bea Masuk Keramik 200% dari China

NERACA

Jakarta - Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) menyarankan kepada pemerintah pemberian bea masuk anti dumping (BMAD) bagi produk keramik porselen dari China sebesar 200%. Hal ini pun sontak menuai kritik dari pengamat dan ekonom. Karena bisa mengakibatkan praktik monopoli dari industri yang menguasai pasar dalam negeri.

Ekonom senior Faisal Basri menolak rencana pemerintah menerapkan bea masuk hingga 200% untuk produk keramik dari China. Dia menilai kebijakan ini diambil tanpa analisis yang memadai dan justru akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia.

Faisal menyebut kalau dirinya telah membaca laporan hasil penyelidikan yang dibuat KADI. Dia mengkritik keras hasil kajian dan rekomendasi lembaga tersebut untuk menerapkan BMAD hingga 199%. "Ini KADI apa-apaan, semua dilibas,"  tegas Faisal dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang mengangkat tema "Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik : Apa Dampaknya Bagi Industri dan Konsumen Dalam Negeri" , di Jakarta, Selasa, (16/7) kemarin.

Faisal Basri, yang merupakan ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meneruskan bahwa KADI tidak menjabarkan proses perhitungan dari hasil secara transparan mengenai pengukuran dan pengenaan tarif BMAD secara ad valorem maupun secara spesifik.  "Kurangnya transparansi ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpastian di kalangan pelaku industri," kata Faisal.

Direktur Kolaborasi Internasional Indef, Imaduddin Abdullah, juga menyoroti potensi bahaya retaliasi dari negara-negara yang terkena dampak kebijakan anti dumping ini, terutama dari China. “Pemberian BMAD dapat memicu tindakan balasan (retaliasi) dari negara-negara eksportir yang terkena dampaknya, termasuk China, yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Tindakan balasan ini bisa berupa pengenaan tarif atau hambatan perdagangan lainnya terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke pasar mereka," jelas Imaduddin.

Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat selama ini Indonesia dan China memiliki hubungan perdagangan yang kuat yang pada 2023, nilai ekspor Indonesia ke China mencapai US$ 64,94 miliar, atau 23% dari total ekspor. Angka ini mencerminkan ketergantungan yang signifikan terhadap pasar China.

Imaduddin menambahkan bahwa pengenaan BMAD yang tidak tepat sasaran dapat memunculkan praktik yang tidak sehat di dalam negeri. Salah satunya adalah adalah praktik monopoli dari industri yang menguasai pasar dalam negeri dan pada akhirnya akan mempengaruhi harga produk di level konsumen domestik yang mengalami peningkatan. "Hal ini tentu merugikan konsumen domestik dan menciptakan iklim persaingan yang tidak sehat," tegasnya.

Sementara itu,  Pejabat Fungsional Pembina Industri di Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Ashady Hanafie mengatakan, industri ubin keramik sudah mengalami penurunan daya saing. Kemudian diperparah dengan banjir produk impor di pasar Indonesia. "Lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri, terutama dari Tiongkok, berimbas kepada tujuh perusahaan ubin keramik yang menghentikan produksinya," ujarnya.

Kemenperin mencatat ketujuh perusahaan itu terdiri dari PT Indopenta Sakti Teguh, PT Indoagung Multiceramics Industry, PT Keramik Indonesia Asosiasi - Cileungsi, PT KIA Serpih Mas - Cileungsi. Kemudian, PT Ika Maestro Industri, PT Industri Keramik Kemenangan Jaya, dan PT Maha Keramindo Perkasa.

Sebelumnya, KADI telah merampungkan hasil investigasinya terhadap dugaan dumping produk keramik dari China. Dumping adalah kebijakan suatu negara menjual suatu komoditas lebih murah di luar negeri daripada pasar domestik. Hasil penyelidikan KADI menyebut China terbukti melakukan dumping keramik. Lembaga ini merekomendasikan diberlakukan BMAD hingga 199%

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto penerapan BMAD penting untuk segera dilaksanakan. Dia mengatakan, negara lain juga menerapkan kebijakan yang sama. "Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Negara Uni Eropa, Timur Tengah telah melakukan hal serupa terhadap produk keramik asal China untuk melindungi industri keramik dalam negerinya,"  tandasnya. agus

BERITA TERKAIT

PENILAIAN PENGAMAT EKONOMI: - Deflasi Saat ini Dipengaruhi oleh Faktor Domestik

  Jakarta-Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menilai kondisi deflasi yang terjadi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik.…

LITERASI KEUANGAN SYARIAH HANYA 39,11 PERSEN - Penetrasi Perbankan Syariah Masih Rendah

Jakarta-Meski Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah, saat ini penetrasi perbankan syariah di dalam negeri masih rendah, hanya…

WAPRES MA'RUF AMIN: - Tiga Langkah untuk Mengembangkan Ekosistem Syariah

  NERACA Jakarta – Wakil Presiden Ma'ruf Amin menekankan tiga langkah strategis yang perlu dijalankan secara konsisten untuk memastikan ekosistem…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PENILAIAN PENGAMAT EKONOMI: - Deflasi Saat ini Dipengaruhi oleh Faktor Domestik

  Jakarta-Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menilai kondisi deflasi yang terjadi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik.…

LITERASI KEUANGAN SYARIAH HANYA 39,11 PERSEN - Penetrasi Perbankan Syariah Masih Rendah

Jakarta-Meski Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah, saat ini penetrasi perbankan syariah di dalam negeri masih rendah, hanya…

WAPRES MA'RUF AMIN: - Tiga Langkah untuk Mengembangkan Ekosistem Syariah

  NERACA Jakarta – Wakil Presiden Ma'ruf Amin menekankan tiga langkah strategis yang perlu dijalankan secara konsisten untuk memastikan ekosistem…