REKOMENDASI GURU BESAR EKONOMI: - Kebijakan Pemerintah Perlu Adaptif dan Transparan

Jakarta-Sejumlah guru besar ekonomi merekomendasikan agar Pemerintah perlu membuat kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan ekonomi global, serta memprioritaskan investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan teknologi,melalui penguatan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam mengatasi kompleksitas ekonomi dan sosial.

NERACA

Dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Forum Guru Besar dan Doktor secara daring, Minggu (7/7), para guru besar ekonomi juga meminta Pemerintah meningkatkan  transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan keuangan yang lebih bijak untuk membangun kepercayaan publik dalam manajemen keuangan negara.

Menurut Prof. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan ekonomi yang signifikan. Tiga masalah utama yang mencuat adalah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), krisis nilai tukar, dan daya beli yang menurun. Ketiga masalah ini saling berkaitan dan menciptakan tekanan tambahan bagi ekonomi Indonesia, meskipun ada sejumlah pencapaian positif selama masa kepemimpinan Jokowi, seperti pembangunan infrastruktur dan peningkatan daya saing.

“Indonesia mengalami gelombang PHK yang signifikan, terutama di sektor teknologi dan startup. Sektor ini awalnya tumbuh pesat selama pandemi, seiring dengan meningkatnya permintaan akan layanan digital. Namun, seiring dengan berakhirnya pandemi, banyak perusahaan harus menyesuaikan kapasitas produksi dan model bisnis mereka dengan proyeksi perlambatan ekonomi di masa depan,” ujar Didik.

Kenaikan biaya bahan baku dan ongkos angkutan yang tidak sejalan dengan peningkatan daya beli masyarakat memaksa banyak perusahaan untuk mengurangi tenaga kerja. Kondisi ini menciptakan ketidakstabilan di pasar tenaga kerja dan memperburuk masalah pengangguran di Indonesia. Selain itu, PHK massal ini juga mempengaruhi sektor-sektor lain yang berkaitan, menciptakan efek domino yang menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Didik mengatakan, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang signifikan, dengan nilai tukar yang terus melemah. Berbagai faktor, termasuk ketidakstabilan ekonomi global dan kebijakan moneter negara-negara maju, berkontribusi pada ketidakstabilan ini. Ketika nilai tukar rupiah melemah, biaya impor meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan inflasi. Hal ini menciptakan ketidakpastian bagi pelaku bisnis, yang berpotensi menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Pelaku bisnis menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi atau melakukan investasi baru, mengingat ketidakpastian nilai tukar dapat berdampak signifikan pada biaya operasional dan margin keuntungan mereka. Selain itu, pelemahan nilai tukar juga mempengaruhi daya beli masyarakat, karena harga barang impor menjadi lebih mahal.

Didik melihat kondisi daya beli masyarakat Indonesia juga mengalami penurunan yang signifikan. Inflasi yang tinggi dan kenaikan harga bahan pokok membuat daya beli masyarakat tergerus. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai pulih dari dampak pandemi, ketidakmampuan pendapatan masyarakat untuk mengikuti kenaikan harga barang dan jasa menambah beban ekonomi. “Banyak keluarga Indonesia yang harus berhemat dan mengurangi pengeluaran mereka, yang pada gilirannya mengurangi konsumsi domestik—salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi. Penurunan daya beli ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menekan pertumbuhan sektor ritel dan konsumsi, yang merupakan kontributor besar terhadap PDB Indonesia,” ujarnya.

Merespon Perubahan

Pembicara lainnya, Prof. Mudradjad Kuncoro, guru besar ekonomi UGM, menilai Indonesia menghadapi era disrupsi dan pandemi yang membawa tantangan luar biasa, memerlukan pendekatan yang sesuai untuk mengatasi kondisi yang dinamis. Salah satu konsep yang relevan dalam situasi ini adalah VUCA, yaitu Volatility (Volatilitas), Uncertainty (Ketidakpastian), Complexity (Kompleksitas), dan Ambiguity (Ambiguitas). Konsep ini dapat membantu negara dan organisasi dalam mengatasi tantangan yang tidak terduga dan kompleks, serta menavigasi masa-masa sulit dengan lebih efektif.

Menurut Mudradjat, volatilitas dapat terlihat dari fluktuasi harga komoditas, perubahan kebijakan pemerintah, dan gangguan ekonomi akibat pandemi. Untuk menghadapi volatilitas, Indonesia perlu mengembangkan ketangkasan dan kesiapan dalam merespon perubahan. Misalnya, pemerintah dan bisnis harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kondisi ekonomi global, serta memiliki rencana kontingensi yang solid untuk menghadapi berbagai skenario.

Pandemi Covid-19 menurut dia, adalah contoh nyata dari ketidakpastian yang dihadapi Indonesia. Ketidakpastian ini memerlukan strategi dan prediksi yang fleksibel. Pemerintah dan organisasi perlu mengumpulkan data yang relevan dan terus-menerus memantau perkembangan untuk membuat keputusan yang tepat waktu. Selain itu, penting untuk membangun sistem yang memungkinkan adaptasi cepat terhadap perubahan situasi, seperti mengubah prioritas anggaran dan kebijakan berdasarkan kebutuhan yang berkembang. menghadapi kompleksitas dalam mengelola ekonomi, sosial, dan politik.

“Untuk mengatasi kompleksitas ini, diperlukan pemahaman mendalam terhadap interkoneksi sistem dan pendekatan yang holistik. Misalnya, kebijakan ekonomi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai sektor dan lapisan masyarakat. Selain itu, kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi krusial untuk mengatasi masalah kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara terpisah,” ujarnya.

Mudradjat mengatakan, ekonomi Indonesia telah mengalami resesi sejak triwulan pertama tahun 2020, dengan pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 3,5% hingga 5,73%. Kurs rupiah cenderung melemah, dan depresiasinya masih berlanjut hingga 2023. Dalam menghadapi tantangan ini, pendekatan VUCA sangat relevan. Pemerintah Indonesia perlu menerapkan kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi global. Diversifikasi ekonomi dan peningkatan daya saing industri dalam negeri juga menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu dan memperkuat fondasi ekonomi.

Perlu adanya investasi dalam pendidikan dan teknologi untuk meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia dan inovasi. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih tangguh dalam menghadapi tantangan masa depan. Peran sektor swasta dan masyarakat juga penting dalam menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

“Secara keseluruhan, pendekatan VUCA dapat membantu Indonesia menavigasi masa-masa sulit ini dengan lebih efektif. Dengan memahami dan menerapkan konsep volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas, Indonesia dapat mengembangkan strategi yang lebih adaptif, responsif, dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ekonomi dan sosial,” ujarnya.

Pembicara lainnya, Prof. Edy Suandi Hamid, guru besar ekonomi UGM, menuturkan  menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi pada 2024, beberapa aspek penting dari ekonomi Indonesia menjadi fokus utama pemerintah. Target ekonomi yang ingin dicapai mencakup pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan, penurunan tingkat kemiskinan, dan penciptaan lingkungan ekonomi yang inklusif dan berdaya saing. Salah satu target utama pemerintah adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan berada di kisaran 5,3% hingga 5,7%.

Meskipun target ini dianggap ambisius, menurut dia, pemerintah optimis dengan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapainya. Berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi, termasuk dampak pandemi Covid-19, ketidakpastian global, dan tantangan domestik seperti infrastruktur dan regulasi, harus diatasi untuk mencapai target ini.

“Beberapa langkah konkret yang diambil termasuk hilirisasi sumber daya alam. Pemerintah mendorong proses pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau jadi di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja. Ini tidak hanya diharapkan meningkatkan pendapatan negara tetapi juga mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah,” ujar Edy.

Menurut dia, transisi energi juga menjadi fokus utama, dengan upaya mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Langkah ini penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan memenuhi komitmen iklim internasional. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan, termasuk insentif fiskal dan peraturan yang mendukung pembangunan infrastruktur energi hijau. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

INDEF SOROTI BEA MASUK IMPOR KERAMIK: - Tujuh Perusahaan Ubin Keramik Bangkrut

Jakarta-Ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti rencana pemerintah yang bersiap mengenakan tambahan bea…

Wamen Investasi: Percepatan Investasi di IKN Jadi Prioritas

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung mengatakan salah satu tugas yang menjadi…

PEMERINTAH BENTUK SATGAS IMPOR ILEGAL: - Mendag: Hati-hati Pedagang Jual 7 Barang Impor

  Jakarta-Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memperingatkan para pedagang yang masih kerap menjual barang impor ilegal. Pasalnya, Kemendag telah berkolaborasi dengan instansi…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

INDEF SOROTI BEA MASUK IMPOR KERAMIK: - Tujuh Perusahaan Ubin Keramik Bangkrut

Jakarta-Ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti rencana pemerintah yang bersiap mengenakan tambahan bea…

Wamen Investasi: Percepatan Investasi di IKN Jadi Prioritas

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung mengatakan salah satu tugas yang menjadi…

PEMERINTAH BENTUK SATGAS IMPOR ILEGAL: - Mendag: Hati-hati Pedagang Jual 7 Barang Impor

  Jakarta-Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memperingatkan para pedagang yang masih kerap menjual barang impor ilegal. Pasalnya, Kemendag telah berkolaborasi dengan instansi…