MK: Kewenangan Antara Kurator dan Likuidator Berbeda
NERACA
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa tugas dan kewenangan antara kurator dengan likuidator berbeda sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
"Sekali pun dalam hal-hal tertentu ada kalanya keduanya melakukan pekerjaan yang sama, namun antara kurator dan likuidator memiliki tugas dan kewenangan yang berbeda," kata hakim konstitusi Aswanto, dalam sidang, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/2).
Aswanto membacakan pertimbangan mahkamah dalam putusan pengujian UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang diajukan oleh Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI).
Lebih lanjut, Aswanto menjelaskan baik kurator maupun likuidator sama-sama bertugas menyelesaikan persoalan perseroan yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga. Ketika perseroan dinyatakan bubar, seorang kurator yang ditunjuk pengadilan bertugas untuk membereskan harta pailit perseroan, kemudian berada dalam keadaan "insolvensi", maka kurator bertindak sebagai likuidator."Secara substansi terdapat perbedaan yang mendasar antara tugas dan wewenang kurator dengan likuidator," ujar Aswanto.
Mahkamah kemudian merujuk pada UU 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menjelaskan bahwa kurator adalah orang perseroan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim.
Sedangkan likuidator adalah orang yang ditunjuk atau diangkat menjadi penyelenggara likuidasi, baik yang diangkat oleh RUPS atau pengadilan, sepanjang berkaitan dengan perseroan yang dinyatakan pailit."Inilah alasan sebenarnya untuk menjadi kurator diatur secara ketat dibandingkan syarat-syarat menjadi likuidator," ujar Aswanto.
Sebelumnya, para pemohon dalam perkara ini mendalilkan bahwa telah terjadi perbedaan perlakuan antara likuidator dengan kurator, yang berpotensi menimbulkan diskriminasi. Atas dasar itulah pemohon meminta supaya ketentuan yang diujikan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU untuk uji Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang diajukan oleh Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI)."Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK RI, Jakarta, Kamis (14/2).
Mahkamah berpendapat dalil para pemohon berkaitan dengan likuidator harus warga negara Indonesia dan direksi tidak dapat bertindak sebagai likuidator, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 142 Ayat (3) UU 40/2007 adalah tidak beralasan menurut hukum.
Menurut Mahkamah, argumentasi para pemohon yang mengharuskan likuidator memiliki sertifikat adalah hal yang tidak sejalan dengan tujuan penyelesaian likuidasi terhadap perseroan yang dalam keadaan bubar.
"Karena harus memberi kebebasan kepada RUPS sebagai organ tertinggi dalam perseroan untuk menggunakan hak pilihnya di dalam menentukan likuidator berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, terutama kemampuan masing-masing perseroan," kata Hakim Konstitusi Aswanto membacakan pertimbangan Mahkamah.
Hal itu, kata Aswanto, disebabkan karena pada dasarnya tugas wewenang seorang likuidator secara substansial adalah melanjutkan tugas dan wewenang direksi walaupun tugas dan wewenang tersebut bukan dalam hal melakukan perbuatan hukum baru atas nama perseroan.
Dengan demikian, Mahkamah menilai bahwa syarat yang harus dimiliki oleh likuidator adalah kompetensi dan integritas sehingga tidak boleh dibatasi oleh syarat-syarat yang diajukan oleh pemohon. Ant
NERACA Jakarta - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk…
NERACA Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Eva Achjani Zulfa SH., M.H. menilai keadilan restoratif (restorative…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan Tahun Tematik Hak Cipta dan…
NERACA Jakarta - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk…
NERACA Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Eva Achjani Zulfa SH., M.H. menilai keadilan restoratif (restorative…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan Tahun Tematik Hak Cipta dan…