Legislator: Hakim Korupsi Bukan Masalah Sistem, Tetapi Mentalitas

NERACA

Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas mengemukakan hakim yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi karena masalah integritas dan mentalitas, bukan karena celah dalam sistem peradilan.

"Sistem governance kita sudah cukup baik untuk menutup celah adanya praktik suap, tetapi sesempurnanya sistem, tetap ada celah yang bisa diakali oleh pejabat yang berintegritas rendah. Jadi, ini soal integritas dan mentalitas," kata Hasbiallah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (14/4).

Hasbiallah mengatakan faktor lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mendorong prilaku koruptif oknum hakim.

"Dan jangan lupa, lingkungan juga memberi insentif terjadinya suap. Bisa saja hakim yang bersangkutan tidak ada niat atau keinginan bermain perkara, namun ada pihak lain yang berperkara dan pengacaranya yang merayu dan menyuapnya untuk memenangkan perkaranya," ujarnya.

Hasbiallah mengatakan gaji tinggi tidak menjamin integritas seorang aparatur sipil negara atau pejabat penyelenggara negara.

"Kalau mau jujur, gaji yang tinggi tidak menjamin tidak terjadinya suap. Di sisi lain, banyak abdi negara yang bergaji rendah berani menolak suap. Jadi ini bukan soal nominal gaji, tapi soal mentalitas dan lingkungan," tuturnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Tiga hakim tersebut adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).

“Berdasarkan alat bukti yang cukup, sudah diperiksa tujuh orang saksi, maka pada Minggu (13/4) malam, penyidik menetapkan tiga orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin dini hari.

Ia mengatakan ketiganya merupakan majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas tersebut. Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapatkan fakta bahwa ketiganya menerima uang suap senilai miliaran melalui tersangka MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat pada saat itu.

Adapun uang suap tersebut, kata dia, berasal dari tersangka AR (Ariyanto) yang merupakan advokat tersangka korporasi dalam kasus ini.

Dengan ditetapkannya tiga tersangka baru, maka total tersangka dalam kasus dugaan suap ini sebanyak tujuh orang.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Adapun putusan ontslag tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa (19/4) oleh Hakim Ketua Djuyamto (DJU) bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom (AM) dan Agam Syarief Baharudin (ASB).

Pada putusan ini, para terdakwa korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).

Kendati demikian, majelis hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU.

Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula.

Sementara itu, Pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho mengapresiasi keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam membongkar jaringan suap di lingkungan peradilan.

Kejagung, menurutnya, telah mampu mengembangkan penyidikan dari satu kasus ke kasus lainnya secara berlapis dan terstruktur.

"Kejaksaan bergerak sistematis, menelusuri satu per satu jejak uang dan kekuasaan yang merusak integritas hukum kita,” ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (14/4).

Adapun apresiasi tersebut menyasar pada pengungkapan Kejagung atas kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah, yang menyeret Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka.

Hardjuno menuturkan kasus tersebut tidak berdiri sendiri lantaran Kejaksaan pada awalnya menyidik kasus suap hakim dalam perkara "vonis bebas" terpidana pembunuhan, Ronald Tannur di Surabaya.

Dari situ, penyidik menemukan barang bukti yang mengarah ke dugaan suap dalam kasus lain, termasuk temuan uang hampir Rp1 triliun dan emas batangan di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA).

Barang bukti itu, sambung dia, kemudian membuka pintu ke kasus lebih besar, yakni dugaan suap Rp60 miliar kepada Ketua PN Jaksel dalam perkara vonis lepas tiga korporasi besar minyak goreng, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Hardjuno menilai keberhasilan itu bukan sekadar prestasi institusi, tetapi sinyal penting bahwa masih ada keberanian untuk menyentuh para aktor besar di balik mafia hukum.

“Ini bukan kerja sembarangan. Ini pembersihan yang dimulai dari fakta, bukan sekadar retorika,” tuturnya.

Sebelumnya, Kejagung menyatakan bahwa kasus dugaan suap pada penanganan perkara ekspor CPO di PN Jakarta Pusat terungkap dari pengembangan kasus dugaan suap penanganan perkara Ronald Tannur di PN Surabaya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa pada awalnya, penyidik mencium adanya indikasi suap pada putusan lepas dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah.

“Ada dugaan tidak murni putusan ontslag itu,” katanya dikutip di Jakarta pada Minggu (13/4).

Lalu, dalam penggeledahan terkait kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di PN Surabaya, didapatkan adanya informasi terkait dugaan suap di PN Jakarta Pusat. Ant

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

UGM Siap Hadirkan Seluruh Bukti Akademik Jokowi di Pengadilan

NERACA Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan siap membuka seluruh dokumen akademik presiden ke-7 RI Joko Widodo selama menempuh…

Kejagung Sebut Kasus Suap Hakim Perbuatan Personal

NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa kasus suap yang dilakukan hakim adalah perbuatan personal oknum dan tidak mencerminkan perbuatan…

Menteri HAM: Wacana Hapus SKCK Sudah Jadi Sikap Publik

NERACA Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan bahwa wacana untuk menghapus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UGM Siap Hadirkan Seluruh Bukti Akademik Jokowi di Pengadilan

NERACA Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan siap membuka seluruh dokumen akademik presiden ke-7 RI Joko Widodo selama menempuh…

Kejagung Sebut Kasus Suap Hakim Perbuatan Personal

NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa kasus suap yang dilakukan hakim adalah perbuatan personal oknum dan tidak mencerminkan perbuatan…

Menteri HAM: Wacana Hapus SKCK Sudah Jadi Sikap Publik

NERACA Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan bahwa wacana untuk menghapus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK)…