NERACA
Bandung - DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bandung dan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan yang pada Rabu ini menggelar diskusi publik, mengharapkan restorative justice dalam UU Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru tidak berkesan transaksional.
Pasalnya, kata Ketua Tim Pengkaji RUU HAP Budi Prastowo, di Bandung, Rabu (9/4), keadilan restoratif yang kini diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif masih sempit.
Yakni, pada pada tata cara penyelesaian perkara tindak pidana, walaupun dituliskan dalam bunyi teks yang berbeda. Padahal sebenarnya secara ideal keadilan restoratif perlu dimaknai sebagai konsepsi tentang keadilan.
"Yakni bagaimana aparat penegak hukum, pemerintah/negara, dan masyarakat secara keseluruhan memandang sistem peradilan pidana, bukan sebatas pada tata cara. Bahkan selama ini hanya terkesan transaksional," kata Dekan Fakultas Hukum Unpar ini.
Secara teoritis, lanjut dia, paradigma keadilan restoratif dapat dimaknai dalam tiga konsepsi, yaitu:
1. Encounter conception, dengan mempertemukan korban dan pelaku. Keadilan restoratif dimaknai sebagai konsensus antara korban dan pelaku.
2. Reparative conception, dengan mengutamakan upaya pemulihan bagi seluruh pihak, terutama bagi korban. Keadilan restoratif dimaknai sebagai pemulihan bagi kedua belah pihak.
3. Transformative conception, dengan mengubah masyarakat menuju masyarakat yang adil. Keadilan restoratif tidak cukup dimaknai sebagai keadilan antara pelaku-korban, tetapi harus juga mencakup keseluruhan masyarakat. Konsepsi yang ini adalah konsep yang paling ideal dalam memahami keadilan restoratif.
Perumusan UU HAP yang akan datang, menurut dia, idealnya menganut transformative conception, alih-alih mereduksi keadilan restoratif menjadi semata-mata mekanisme penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan sebagaimana ditemukan dalam RUU HAP.
"Jika demikian, keadilan restoratif justru akan berujung ketidakadilan, karena masyarakat tidak benar-benar terlibat dalam transformasi yang dibidik, atau bahkan lebih buruk hanya bersifat transaksional antara pelaku dan korban," ujarnya.
Orientasi keadilan restoratif, kata dia, seharusnya terletak pada kebutuhan, bukan hak, sehingga yang paling penting adalah memulihkan korban-pelaku-masyarakat sesuai kebutuhannya, walaupun ini kurang/lebih dari hak yang dipunyai mereka.
Keadilan restoratif juga seyogianya tidak dipahami sebagai pendekatan yang lunak, melainkan harus dilihat efektifitasnya.
"Telah terbukti di beberapa negara, terutama di Skandinavia. Mestinya, keadilan restoratif akan sama efektifnya di Indonesia yang menganut Pancasila, sebab nilai-nilai restoratif timbul jika Pancasila digali lebih lanjut," kata Budi.
Terkait dengan diskusi publik yang digelar di Gedung Indonesia Menggugat Bandung tersebut, ujar Budi, guna menyerap aspirasi untuk jadi poin usulan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Acara ini digelar untuk menyerap pendapat dari para peserta yang terdiri dari berbagai latar belakang, mulai akademisi, praktisi seperti pengacara, sampai jurnalis, guna mengusulkan aturan seperti apa yang ideal ada dalam UU HAP yang akan datang," katanya
Dia menambahkan, karena belum jelasnya draf RUU HAP mana yang sebenarnya aktual dibahas oleh DPR di antara berbagai draf yang tersebar di masyarakat, pembahasan yang diajukan tim dalam diskusi tersebut mendiskusikan tiga topik utama yang secara garis besar terdapat pada setiap draf.
Topik-topik yang dinilai krusial oleh tim untuk didiskusikan adalah pertama keadilan restoratif; kedua memperbesar akses tersangka/terdakwa yang didampingi penasehat hukum dalam proses peradilan pidana.
Dan, ketiga adalah kewenangan kepolisian dan Kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana umum serta tindak pidana khusus. Ant
NERACA Jakarta - Beberapa tahun berselang tanpa terasa Togap Marpaung (TM), yang dikenal sebagai pengawas senior di Badan Pengawas Tenaga…
NERACA Jakarta - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan bahwa wacana pemiskinan keluarga koruptor memerlukan diskusi…
NERACA Jakarta - Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat mendukung para pencipta lagu mendapatkan royalitas langsung…
NERACA Jakarta - Beberapa tahun berselang tanpa terasa Togap Marpaung (TM), yang dikenal sebagai pengawas senior di Badan Pengawas Tenaga…
NERACA Bandung - DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bandung dan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan yang pada Rabu ini menggelar diskusi…
NERACA Jakarta - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan bahwa wacana pemiskinan keluarga koruptor memerlukan diskusi…