NERACA
Jakarta - Komisi VIII DPR RI menyampaikan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana diperlukan, di antaranya demi menguatkan peran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam menanggulangi bencana.
Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid dalam UU Penanggulangan Bencana saat ini peran BNPB belum terlalu kuat untuk melakukan penanganan bencana secara komprehensif.
"BNPB ini supaya lebih kuat, kan begitu. Karena terus terang, kalau BNPB masih seperti ini, yaitu di Undang-Undang seperti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, itu terus terang, nanti dalam penanganan bencana tidak bisa melakukan penanganan bencana secara komprehensif," kata dia dalam tayangan TVR 120 yang dipantau di Jakarta, Rabu (9/4).
Sebelumnya, Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang telah menyampaikan bahwa salah satu poin utama revisi UU Penanggulangan Bencana adalah terkait dengan penguatan rentang komando antara BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Diketahui garis komando BPBD berada di bawah kendali penuh gubernur, bupati, dan wali kota. Dalam gagasan revisi yang diusulkan, BNPB dapat memiliki peran lebih besar dalam koordinasi langsung dengan BPBD, termasuk dalam penunjukan kepala BPBD agar dipilih dari individu dengan kompetensi terbaik di bidang kebencanaan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI lainnya Singgih Januratmoko mengungkapkan selain untuk memperkuat peran BNPB dalam melakukan penanggulangan bencana, revisi UU tentang Penanggulangan Bencana juga akan menyelesaikan persoalan tumpang tindih. Ia mencontohkan saat ini masih terdapat tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara Kementerian Sosial dan BNPB dalam penanggulangan bencana.
"Nanti memang harus ada yang kepastian tupoksi Kemensos (Kementerian Sosial) bagaimana, tupoksi BNPB bagaimana supaya tidak saling tindih tumpang tindih," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala BNPB Suharyanto merespons positif usulan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang dinilai penting sebagai landasan mempercepat pengambilan keputusan tanggap darurat ketika terjadi peristiwa bencana.
"Bagaimanapun semua regulasi tidak ada yang sempurna harus ada perbaikan-perbaikan, perlu disesuaikan dengan perkembangan dan tantangan yang ada, nah dari Komisi VIII DPR menginisiasi akan dilakukan revisi itu, bersama BNPB, targetnya tahun ini mulai dibahas," katanya.
Dia lalu menjelaskan bahwa semangat dari usul revisi UU Penanggulangan Bencana yang berlaku saat ini adalah untuk meningkatkan efektivitas penanganan bencana, khususnya di daerah.
Perwira bintang tiga TNI Angkatan Darat ini menegaskan pentingnya respons cepat dalam penanganan bencana yang dalam hal ini peran pemerintah daerah melalui BPBD harus lebih diperkuat, karena tidak semua memiliki anggaran yang cukup baik untuk mitigasi bencananya atau penanganan dampaknya.
“Di BNPB, dalam waktu 48 jam, tim harus sudah turun untuk memberikan bantuan. Idealnya, kecepatan seperti ini juga diterapkan di daerah agar masyarakat terdampak segera mendapatkan bantuan yang dibutuhkan,” jelasnya. Ant
NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa tersangka MSY selaku anggota tim legal PT Wilmar Group memberikan uang suap Rp60…
NERACA Semarang - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menilai perlunya peraturan daerah (perda) untuk mengoptimalkan sektor…
NERACA Jakarta - Komisi Yudisial mengumumkan 161 calon hakim agung dan 18 calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung…
NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa tersangka MSY selaku anggota tim legal PT Wilmar Group memberikan uang suap Rp60…
NERACA Semarang - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menilai perlunya peraturan daerah (perda) untuk mengoptimalkan sektor…
NERACA Jakarta - Komisi Yudisial mengumumkan 161 calon hakim agung dan 18 calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung…