Oleh: Marwanto Harjowiryono
Pemerhati Kebijakan Fiskal
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Kamis (13/3) menyampaikan konferensi pers tentang APBN KiTA Maret 2025, yang melaporkan realisasi APBN hingga Februari 2025. Penyampaian ini memang sedikit mundur dari kebiasaaan. Biasanya realisasi APBN dilakukan bulanan, tidak langsung melaporkan kinerja APBN sekaligus selama dua bulan.
Dampaknya, banyak spekulasi berkembang di masyarakat. Tidak disampaikannya realisasi APBN pada Februari 2025, diduga terdapat perkembangan APBN yang ingin ditutupi. Spekulasi ini bisa dipahami mengingat, sejak awal tahun 2025, terdapat kebijakan yang dipandang publik sebagai kebijakan yang akan memberatkan pelaksanaan APBN.
Kebijakan yang dipandang strategis oleh pemerintah, namun malah menimbulkan kekawatiran publik, diantaranya seperti membengkaknya jumlah kementerian dan lembaga, pelaksanaan program makan bergizi gratis, dan pembentukan Danantara. Di sisi belanja, dilakukan pemotongan anggaran operasional yang mencapaai Rp 306 triliun. Hasilnya, akan direalokasikan untuk belanja yang dipandang lebih produktif dan langsung menyentuh kesejahteraan rakyat.
APBN 2025 dirancang akan mengumpulkan pendapatan negara sebesar Rp 3.005,1 triliun, sedangkan belanja negara dipatok pada jumlah Rp 3.621,3 triliun, sehinga akan terjadi defisit anggaran sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB. Harus dipahami bahwa pelaksanaan APBN 2025 dijalankan tidak dalam ruang hampa. Instrumen kebijakan fiskal ini dilaksanakan dalam suasana perekonomian nasional dan global yang serba dinamis.
Perekonomian dunia menghadapai berbagai gejolak, seperti kebijakan Presiden Trump yang sangat protektif dengan tarif impor yang tinggi, sehingga memicu perang dagang global. Harga komoditas energi, termasuk minyak cenderung melemah, harga pangan bervariasi dan meningkat, sementara harga mineral logam melambung. Kondisi tersebut akan berdampak kepada meningkatnya tekanan terhadap perekonomian nasional.
Sementara situasi dalam negeri juga tidak mudah. Meskipun kondisi perekonomian nasional masih mampu tumbuh di atas 5 persen, di sektor riil terjadi perkembangan yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa perusahaan padat karya harus gulung tikar. Kondisi ini mengakibatkan PHK dan akan menyusutkan permintaan agregat bagi perekonomian nasional dan melemahkan penerimaan pajak.
Dampaknya dikhawatirkan akan mempengaruhi performa APBN 2025. Penundaan kenaikan tarif PPN yang sudah direncanakan dengan matang, juga memberatkan upaya peningkatan penerimaan pajak. Konsekuensi dari situasi ini mengakibatkan kinerja penerimaan pajak melorot. Realisasi pendapatan negara hingga Februari 2025 hanya mencapai Rp 316,9 triliun, melorot bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, kekawatiran atas melonjaknya belanja negara, memang terjadi. Belanja negara hingga Februari tercatat mencapai Rp 348,1 triliun, meskipun masih tidak berpaut jauh dari belanja tahun sebelumnya. Konsekuensinya defisit mencapai Rp 31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap PDB. Kinerja defisit ini menimbulkan spekulasi kian beratnya APBN 2025. Tidak biasanya APBN mengalami defisit pada Februari, biasanya masih berkinerja surplus.
Kinerja defisit dalam dua bulan pertama APBN 2025, mengkhawatirkan publik. Namun harus disadari bahwa APBN berjalan tidak dalam ruang hampa. Banyak variabel dalam perekonomian yang dapat mempengaruhi komponen APBN, baik pendapatan maupun belanja negara. Perlu dilakukan antisipasi yang tepat untuk mengendalikan defisit.
Masih tersisa waktu 10 bulan untuk bekerja keras sehingga APBN tetap mampu berperan sebagai intrumen makro ekonomi yang bisa diandalkan. Bila pendapatan negara menghadapi kendala karena surutnya perekonomian, maka belanja negara harus disesuaikan turun. Berbagai rencana kenaikan belanja negara baru dari realokasi pemotongan belanja, harus benar-benar dihemat dan dikelola secara hati-hati. Perlu dipertimbangkan kembali rencana pengalihan setoran deviden BUMN ke kas negara, karena akan dikelola langsung oleh Danantara. Untuk menahan agar pendapatan negara tidak merosot terlalu tajam.
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Pemerintahan Prabowo menilai, terjadi tumpang-tindih kewenangan penjagaan laut. Sehingga,…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Bulan suci Ramadhan akan berakhir dalam beberapa hari lagi di depan mata kita. Meski…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Ramadhan sudah 3 pekan dan meskipun dibayangi…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Pemerintahan Prabowo menilai, terjadi tumpang-tindih kewenangan penjagaan laut. Sehingga,…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Bulan suci Ramadhan akan berakhir dalam beberapa hari lagi di depan mata kita. Meski…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Ramadhan sudah 3 pekan dan meskipun dibayangi…