NERACA
Jakarta – Penerapan kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi yang digagas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membawa banyak perbaikan pada sistem perikanan tangkap nasional. Selain peningkatan penerimaan negara, akurasi data dan pengurusan perizinan juga menunjukkan tren positif di sepanjang tahun 2023.
Hingga 20 Desember 2024, capaian PNBP perikanan tangkap sebesar Rp 966,02 miliar, terdiri dari PNBP SDA Rp 868,03 miliar dan non SDA Rp97,99 miliar.
“Pasca penerapan penarikan pasca produksi sejak 2023 dan menunjukkan peningkatan penerimaan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap yang positif,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif.
PNBP pasca produksi merupakan penerapan sistem keadilan sebab pembayaran PNBP oleh pelaku usaha disesuaikan dengan jumlah tangkapan yang dihasilkan.
Lebih lanjut Latif mengatakan peningkatan ini juga sejalan dengan penambahan jumlah perizinan kapal perikanan dalam penerapan penangkapan ikan terukur. Per 20 Desember 2024, tercatat sebanyak 14.611 kapal izin pusat yang melakukan usaha perikanan tangkap.
“Hal ini menunjukkan pelayanan izin dan transformasi tata kelola perikanan tangkap yang semakin baik. Jumlah ini termasuk kapal perikanan yang bermigrasi dari izin daerah menjadi izin pusat yang beroperasi di atas 12 mil,” jelas Latif.
Latif mencatat, berdasarkan data sementara hingga 30 November 2024, produksi perikanan tangkap telah mencapai 6,7 juta ton. Angka ini dinilainya akan terus meningkat melampaui tahun 2023 pasca proses validasi data statistik.
Dari sisi pencatatan produksi, pelaksanaan pemungutan PNBP pasca produksi berkontribusi positif terhadap pelaporan pendataan di pelabuhan perikanan. Hingga hari ini, pendaratan ikan di pelabuhan perikanan telah tercatat 1,3 juta ton.
“Dengan pencatatan pendataan yang semakin baik, maka akan meningkatkan keakuratan data statistik perikanan tangkap yang berimplikasi pada penyusunan kebijakan yang semakin baik,” ungkap Latif.
Capaian Kinerja Pro Nelayan
Sementara itu, total bantuan pemerintah yang telah digelontorkan di subsektor perikanan tangkap mencapai Rp 104,8 miliar berupa penataan kampung nelayan maju di 65 lokasi, bantuan alat penangkapan ikan 20.087 unit, mesin kapal perikanan 1.416 unit, vessel monitoring system (VMS) 30 unit, alat usaha korporasi nelayan pada 15 koperasi dan bantuan 5 paket rumah ikan.
“Tahun ini kita juga menyerahkan 112 unit kapal perikanan dimana 106 unit diantaranya untuk nelayan terdampak bencana. Dua unit kapal hasil rampasan kasus ilegal fishing juga berhasil diperbaiki dan diserahkan untuk nelayan Banyuwangi,” papar Latif.
Akselerasi untuk meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan nelayan senilai Rp 64,9 miliar juga telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas usaha nelayan melalui pemanfaatan bantuan secara optimal serta meningkatkan social safety net nelayan dalam menghadapi ketidakpastian musim tangkapan ikan.
Sepanjang 2024 program peningkatan kapasitas , telah dilaksanakan kegiatan bakti nelayan di 106 lokasi, 23 kegiatan bimtek kecakapan nelayan, 18 kegiatan bimtek kepelabuhanan cara penanganan ikan yang baik (CPIB) serta 30 kegiatan bimtek kenelayanan.
Selain itu juga telah dilaksanakan peningkatan kapasitas 3.174 kelompok usaha bersama (KUB) nelayan, diversifikasi usaha 2.125 nelayan, fasilitasi pendanaan usaha 1.572 nelayan, fasilitasi sertifikasi tanah nelayan pada 10.648 bidang tanah milik nelayan, fasilitasi perjanjian kerja laut sebanyak 69.447 orang, sertifikasi 53.946 awak kapal perikanan dan penerbitan 7.938 dokumen awak kapal-buku pelaut.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui berbagai program dan kebijakan. Kami juga menyadari masih ada beberapa kekurangan, ini akan menjadi masukan dan evaluasi agar lebih baik kedepannya,” ungkap Latif.
Sebelumnya Menteri Sakti Wahyu Trenggono memastikan penerapan sistem pascaproduksi sebagai tahapan pelaksanaan program Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Penerapan sistem tersebut disertai dengan penguatan teknologi untuk mempermudah proses perizinan dan pelaporan hasil tangkapan.
Seperti dikerahui, PIT merupakan salah satu kebijakan prioritas guna menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan tetap mengoptimalkan manfaat ekonomi dan sosial bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan. Artinya, PIT memiliki tujuan untuk mempertahankan ekologi dan menjaga biodiversity, meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah, dan kesejahteraan nelayan.
Pelaksanaan PIT diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Salah satu poin dalam aturan tersebut yaitu mengatur zonasi. Dimana para pelaku usaha perikanan hanya boleh menangkap dan membawa ikan di zonasi yang telah ditentukan. Sehingga tidak ada lagi penangkapan ikan di luar Pulau Jawa dan kembali membawanya ke Pulau Jawa.
Pelaksanaan uji coba PIT telah resmi dijalankan di zona III PIT, tepatnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718. Uji coba ini akan dilakukan selama tiga bulan di WPPNRI 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor Bagian Timur. Namun bila dalam tiga bulan dirasa belum berhasil, maka durasi akan diperpanjang menjadi enam bulan.
NERACA Jakarta – Menjelang malam pergantian tahun 2024-2025, Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri…
NERACA Jakarta – Harga Referensi (HR) biji kakao periode Januari 2025 ditetapkan sebesar USD10.549,59/MT, meningkat sebesar USD2.813,63 atau 36,37 persen…
NERACA Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif…
NERACA Jakarta – Menjelang malam pergantian tahun 2024-2025, Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri…
NERACA Jakarta – Harga Referensi (HR) biji kakao periode Januari 2025 ditetapkan sebesar USD10.549,59/MT, meningkat sebesar USD2.813,63 atau 36,37 persen…
NERACA Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif…