NERACA
Jakarta – Harga Referensi (HR) biji kakao periode Januari 2025 ditetapkan sebesar USD10.549,59/MT, meningkat sebesar USD2.813,63 atau 36,37 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Januari 2025 menjadi USD 10.060/MT, naik USD 2.743 atau 37,48 persen dari periode sebelumnya.
Peningkatan harga ini tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15 persen sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada PMK Nomor 38 Tahun 2024.
“Peningkatan HR dan HPE biji kakao dipengaruhi peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatanproduksi, terutama dari produsen utama di wilayah Afrika Barat, akibat curah hujan yang tinggi. Sebab lainnya adalah kekhawatiran penurunan produksi akibat proyeksi cuaca kering pada semester pertama 2025” ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim.
Sebelumnya, biji kakao periode Desember 2024 ditetapkan sebesar USD7.735,97/MT, naik 3,87 persen atau sebesar USD287,95 dari periode sebelumnya. Kenaikan harga ini berdampak pada peningkatan HPE biji kakao Desember2024 menjadi USD7.318/MT, atau naik 3,99 persen atau sebesar USD 281dari periode sebelumnya.
Sedangkan pada bulan November biji kakao ditetapkan sebesar USD7.448,02/MT, turun USD133,48 atau 1,76 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan HPE biji kakao pada November 2024 menjadi USD 7.037/MT, turun USD 130 atau 1,81,persen dari periode Oktober 2024.
“Penurunan HR dan HPE biji kakao (pada bulan November) diantaranya dipengaruhi peningkatan produksi, terutama negara-negara di wilayah Afrika Barat, akibat cuaca yang mulai kondusif. Namun, tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan,” jelas Isy.
Lebih lanjut terkait kakao, Ketua Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah mengungkapkan harga biji kakao di tahun ini akan bertahan di angka USD 4000/ton atau sekitar Rp60.000/kilogram (kg). Setidaknya harga ini merupakan peningkatan dari harga tahun sebelunya USD2.500/ton. Sehingga ini menjadi sinyal menarik bagi petani untuk mengembangkan kakao.
“Sementara itu kebutuhan dalam negeri cukup tinggi. Jika kita menggarap kakao 10.000 hektar (ha) kakao dengan asumsi 1 ton hanya bisa mendapatkan 10.000 ton. Sehingga peluang sangat besar, pasar sangat terbuka dan peluang untuk pengembangan kakao untuk menutupi impor kakao,” jelas Soetanto.
Kabar menarik lainnya, ternyata hilirasasi kakao cukup berjalan dengan baik. Contohnya untuk cokelat Indonesia ternyata sudah menjadi net ekspor. Tahun 2018 Indonesia masih defisit namun sejak tahun 2020 kita sudah mulai surplus cokelat.
“Tercatat pada tahun 2022 nilai ekspor kita sudah mencapai angka 25.701 ton sementara impor cokelat 23.361 ton. Hanya saja untuk dari sisi nilai kita masih defisit karena nilai transaksi dari ekspor USD73,7 juta sementara impor USD120,5 juta. Hal ini menunjukkan bahwa harga cokelat yang kita ekspor memang secara satuan lebih murah daripada cokelat yang kita impor,” ungkap Soetanto.
Sementara untuk pasta, Soetanto, lemak dan pupuk Indonesia juga telah menjadi pemain ekspor. Dimana untuk pasta nilai ekspor pada tahun 2022 mencapai USD183 juta sementara impor USD132,5 juta. Artinya surplus USD50,5 juta. Untuk nilai ekspor lemak kakao mencapai USD656 ribu dan bubuk USD636 ribu dengan impor yang sangat terbatas.
Hal menarik lainnya industri bean to bar di Indonesia juga cukup berkembang pesat. Saat ini ada 31 perusahaan yang bergerak di bidang ini dan menajdi terbanyak kedua setelah Amerika Serikat dengan jumlah pelaku 115 perusahaan.
“Optimisme ini juga turung ditopang tingginya kebutunan dalam negeri. Indonesia adalah pasar cokelat yang sangat potensial, terjadi kenaikan pasar cokelat di Indonesia . Saat ini konsumsi per kapita masih lebih rendah yakni 0,3 kg/kapita. Namun secara keseluruhan, Indonesia merupakana negara dengnan Konsumsi tertinggi di Asia tenggara yakni mencapai cokelat 83,7 juta ton. Indonesia juga mengalami pertumbuhan dan penjualan cokelat paling tinggi di Asia Tenggara dan juga diperkirakan juga akan mengalami peningkan di tahun 2024 ini”, jelas Soetanto.
Sehingga tahun 2024 ini menjadi momentum bagi pekebun untuk mengembangkan perkebunan kakao, karena kebutuhan dalam industri dalam negeri cukup tinggi. Sementara itu kebutuhan produk cokelat dalam negeri dan secara global cenderung meningkat.
Lebih lanjut, pemerintah terus mendorong hilirisasi dengan harapan bisa memberikan nilai tambah, salah satunya yakni kakao. Hilirisasi produk kakao menjadi sumber ekonomi baru dengan cara diolah menjadi produk bernilai tinggi (high end product), terlebih Indonesia merupakan salah satu produsen utama kakao di dunia.
NERACA Jakarta – Memanfaatkan momentum liburan Nataru pada akhir tahun 2024 lalu, pemerintah berkolaborasi dengan asosiasi pelaku usaha dan para…
NERACA Tanah Laut – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menunjukkan optimisme terhadap pertanian Indonesia. Ia yakin dengan pengembangan potensi…
NERACA Semarang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempersiapkan gudang-gudang Sistem Resi Gudang (SRG) di wilayah Jawa Tengah agar dapat dimanfaatkan Bulog…
NERACA Jakarta – Memanfaatkan momentum liburan Nataru pada akhir tahun 2024 lalu, pemerintah berkolaborasi dengan asosiasi pelaku usaha dan para…
NERACA Tanah Laut – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menunjukkan optimisme terhadap pertanian Indonesia. Ia yakin dengan pengembangan potensi…
NERACA Semarang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempersiapkan gudang-gudang Sistem Resi Gudang (SRG) di wilayah Jawa Tengah agar dapat dimanfaatkan Bulog…