Oleh: Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute (Namarin)
Erick Thohir memutuskan: politisi PPP, Achmad Baidowi ia tunjuk sebagai Komisaris Utama sementara untuk posisi Direktur Utama ditetapkanlah politisi PKB Heru Widodo. Penetapan direksi dan komisaris perusahaan pelat merah sepenuhnya menjadi kewenangan menteri BUMN; dia dapat menempatkan seseorang pada kursi pimpinan BUMN sesuai dengan selera atau subyektifitasnya. Dan, bisa saja orang yang ditempatkan itu profesional BUMN yang sudah berkarir cukup lama pada satu perusahaan, lintas-BUMN atau orang dari luar BUMN sama sekali.
Ada beberapa pendekatan yang bisa dicatat dari fenomena di atas. Pertama, selama ini, paling tidak dalam sepuluh tahun terakhir, penunjukan politisi atau mereka yang berlatar belakang partai politik, terkait partai politik, dll (kita sebut saja buzzer dan influencer) untuk menempati posisi penting di BUMN dominannya ada pada level komisaris. Ali Mochtar Ngabalin dan Dede Budhyarto “Kang Dede“ adalah sedikit contoh yang bisa disebut dalam pengelompokan ini. Keduanya masing-masing menjadi komisaris di anak perusahaan PT Pelindo dan PT Pelni ketika itu.
Menarik dicatat, BUMN kemaritiman seperti PT Pelindo dan PT Pelni, berikut anak dan cucu perusahaannya, lumayan banyak “menyerap” mereka dengan latar belakang politik/buzzer-influencer. Tentu saja BUMN yang lain tidak luput dari praktik ini. Hanya saja BUMN kemaritiman karena posisinya yang rata-rata tergolong perusahaan pelat merah lapis ketiga atau keempat (dinilai dari pendapatan) situasi ini tidak terlalu menjadi perhatian publik. Dalam kalimat lain, jika seorang eks-politisi Senayan diangkat jadi dirut Pertamina atau suatu bank negara, masyarakat pasti riuh. Namun tidak demikian halnya dengan pengangkatan Heru Widodo.
BUMN kemaritiman memang jauh dari radar khalayak umum karenanya tidak mengherankan bila penunjukan Heru Widodo sebagai Direktur Utama PT ASDP tidak menimbulkan riak kritis dalam masyarakat maritim dalam negeri, khususnya para pakar, akademisi atau pengamat. Kedua, di dalam sistem Kementerian BUMN sudah lama diterapkan apa yang disebut talent pool yang menghimpun para eksekutif yang dipersiapkan menjadi pemimpin di berbagai BUMN yang ada saat ini. Tidak mudah masuk ke dalamnya; ada banyak assessment (dilakukan oleh pihak independen) yang harus mereka lalui. Jika penilaiannya bagus, para eksekutif tadi menunggu sebentar di pool sebelum ditunjuk menjadi direksi BUMN tertentu. Dalam susunan direksi PT ASDP terbaru yang ditetapkan Erick Thohir, salah satu jebolan talent pool adalah Yossianis Marciano, Wakil Direktur Utama.
Penunjukan Heru Widodo sebagai orang nomor satu di PT ASDP perlu mendapat perhatian kritis karena, melihat rekam jejaknya yang minim dalam pengelolaan badan usaha milik negara (BUMN), dapat mempengaruhi jalannya korporasi yang saat ini memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang memerlukan sentuhan tangan eksekutif berpengalaman, bukan yang masih membutuhkan waktu untuk belajar.
Kondisi bisnis penyeberangan saat ini adalah infrastruktur dermaga tidak mencukupi sehingga olah gerak kapal feri amat terbatas. Lalu, pengelolaan dermaga yang ada di Merak-Bakauheni dilakukan oleh PT ASDP sementara BUMN ini juga mengoperasikan kapal penyeberangan. Muncullah praktik monopolistik dalam bisnis penyeberangan di Indonesia. Operator feri dan operator terminal penyeberangan berada dalam satu tangan yang sama.
Ada langkah yang dilakukan oleh jajaran direksi PT ASDP untuk keluar dari kondisi di atas, yaitu dengan mengakuisisi operator feri swasta PT Jembatan Nusantara. Juru bicara perusahaan mengungkapkan, akuisisi ini diharapkan dapat mengembangkan korporasi menjadi pemimpin pasar bisnis perferian dengan menyediakan jasa manajemen dan pengoperasian kapal feri (dalam khazanah pelayaran hal ini disebut shipmanagement). Tetapi langkah ini berujung ditetapkannya Ira Puspadewi, direktur utama PT ASDP yang digantikan oleh Heru Widodo, sebagai tersangka oleh KPK. Lembaga antirasuah menilai ada kecurangan dalam proses akuisisi.
Di tengah situasi perusahaan yang seperti itu, ditunjuklah Heru Widodo sebagai direktur utama dan Achmad Baidowi sebagai komisaris utama. Yang dibutuhkan ASDP sebenarnya adalah pemimpin yang dapat menavigasi segala kondisi yang menghadang perusahaan dengan rekam jejak manajerial yang terukur dan teruji. Salah satu batu ujian keduanya adalah rencana Kementerian BUMN untuk menggabungkan ASDP, bersama PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), ke bawah PT Pelindo. Apakah keduanya akan menyetujui rencana itu atau tetap mempertahankan eksistensi perusahaan? Kita tunggu.
Oleh: Faisol Riza Wakil Menteri Perindustrian Selama empat tahun terakhir, pemerintah gencar menggaungkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI)…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kata 'korporasi' selama ini identik dengan sebuah perusahaan yang kuat serta modal yang…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Dalam beberapa pekan terakhir, diskursus publik mengenai pro and cons…
Oleh: Faisol Riza Wakil Menteri Perindustrian Selama empat tahun terakhir, pemerintah gencar menggaungkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI)…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Erick Thohir memutuskan: politisi PPP, Achmad Baidowi ia tunjuk…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kata 'korporasi' selama ini identik dengan sebuah perusahaan yang kuat serta modal yang…