Hilirisasi Pertambangan Dipercepat

NERACA

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan visi pertambangan Indonesia ke depan guna meningkatkan ketahanan energi Indonesia. Menurut Bahlil, potensi sumber daya alam di Indonesia cukup besar. Cadangan nikel Indonesia termasuk yang terbesar, yakni 40-45 persen dari total cadangan nikel dunia.

"Khusus untuk nikel, pada tahun 2022, data Badan Geologi Amerika masih mencantumkan bahwa nikel Indonesia itu total cadangan 22-23 percepat yang ada di dunia itu adalah Indonesia. Tapi sejak 2023 akhir, data Badan Geologi Amerika mengatakan bahwa 40-45 persen total cadangan nikel di dunia itu ada di Indonesia, salah satu negara peringkat yang mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia," ujar Bahlil di Jakarta.

Begitu pula dengan timah, batubara, bauksit, dan pasir kuarsa. Pasir kuarsa, menurut Bahlil, saat ini menjadi komoditas penting, karena sebagai bahan baku solar panel. Adapun posisi potensi mineral dan batubara Indonesia, untuk nikel nomor 1 di dunia (42 persen dari cadangan global), bauksit nomor 4 dunia (9,8 persen), tembaga nomor 9 dunia (2 persen), emas nomor 4 dunia (5,8 persen), timah nomor 1 dunia (34,47 persen), dan batubara nomor 6 dunia (3 persen).

Para pelaku usaha, sambung Bahlil, juga sudah mempertimbangkan kondisi energi fosil ke depan seiring perkembangan energi dan industri hijau di dunia. Apalagi Indonesia ikut berkomitmen dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Kendati begitu, pemerintah meyakini selama teknologi masih belum terjangkau, perlu adanya penyesuaian dengan kondisi ekonomi dalam negeri.

Terkait komoditas batubara, Bahlil mengatakan bahwa batubara masih merupakan salah satu sumber energi yang murah dan kompetitif. Terlebih lagi apabila produksi, penerimaan negara, dan pertumbuhan ekonomi daerah bagus, batubara akan tetap menjadi andalan sumber energi, di samping upaya peningkatan pemanfaatan EBT.

Bahlil juga mendorong industri smelter untuk melakukan pencampuran bahan bakar, yakni dengan gas dan sebagian lainnya menggunakan batubara.

"Tapi produk kita di global harganya akan beda. Kalau kita memakai EBT (energi baru dan terbarukan) 100 persen harga jualnya dengan energi fosil atau batubara akan berbeda, pasti EBT punya akan lebih mahal. Itu tergantung Bapak Ibu semua. Saya berpendapat bahwa hilirisasi ini harus menjadi bagian yang kita lakukan hari ini," tukas Bahlil.

Untuk mencapai kedaulatan energi, imbuh Bahlil, tidak dapat hanya berharap dari energi fosil, namun harus dilakukan pencampuran bahan bakar, yakni salah satunya dengan mendorong mandatori biodiesel. Pada 1 Januari 2025, Pemerintah akan mendorong mandatori biodiesel 40 persen atau B40. Kemudian meningkat menjadi B50 untuk mengurangi impor solar.

"Salah satu blending kita adalah terkait dengan biodiesel. Kita hari ini di B40, di 1 Januari kita mulai akan dorong untuk mandatori. Selanjutnya, kita akan dorong B50. Kalau B50 maka kita tidak akan lagi impor solar. Arahan Presiden Prabowo, begitu lifting kita belum mencapai untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, mau tidak mau kita harus dorong kepada B100. Baik solar maupun bensin," imbuh Bahlil.

Pemerintahan Presiden Prabowo juga berfokus kepada hilirisasi. Sebagai bentuk komitmen kuat pemerintah, maka Presiden Prabowo membentuk Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi untuk mempercepat upaya hilirisasi, khususnya di sektor ESDM.

Bagi pemerintah, Hilirisasi dipertimbangkan sebagai salah satu katalisator pertumbuhan ekonomi lebih dari 8 persen. Untuk mencapai itu, Pemerintah telah membuat Peta Jalan Industri Hilirisasi, yang mencakup 28 komoditas hilirisasi.

Lebih lanjut, industri logam dasar mengalami pertumbuhan signifikan, seiring dengan meningkatnya permintaan dalam dan luar negeri, yang memperlihatkan semakin kuatnya investasi dan pengembangan sektor pengolahan nasional, khususnya di bidang hilirisasi. Sebagai bagian dari industri logam dasar, industri pipa juga terus berkembang terutama didukung oleh pertumbuhan di sektor minyak dan gas bumi. 

Karenanya, sinergi antara sektor migas dan industri pengolahan penting untuk meningkatkan kemandirian dan daya saing industri nasional. “Sektor migas menciptakan rantai pasok yang kuat, terutama dalam mendukung produksi pipa seamless di dalam negeri,” ujar Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza.

Lebih lanjut, Faisol menyampaikan, Kemenperin juga aktif berkolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui platform Buku Apresiasi Produk Dalam Negeri (APDN), yang mencatat nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk operasional sektor migas.

BERITA TERKAIT

Berkolaborasi Perkuat Infrastruktur Energi Nasional

NERACA Jakarta – PT Pertamina (Persero) bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkomitmen dalam mewujudkan swasembada energi…

Gen-Z Bisa Jadi Industrialis Lewat Digitalisasi

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menyelenggarakan rangkaian acara Industrial Festival 2024. Kali ini, acara bertajuk "Kaleidoskop Industrial Wrapped…

Cisem II Dukung Gasifikasi Industri Jabar dan Jateng

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghormati langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait penyelidikan tender…

BERITA LAINNYA DI Industri

Berkolaborasi Perkuat Infrastruktur Energi Nasional

NERACA Jakarta – PT Pertamina (Persero) bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkomitmen dalam mewujudkan swasembada energi…

Gen-Z Bisa Jadi Industrialis Lewat Digitalisasi

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menyelenggarakan rangkaian acara Industrial Festival 2024. Kali ini, acara bertajuk "Kaleidoskop Industrial Wrapped…

Cisem II Dukung Gasifikasi Industri Jabar dan Jateng

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghormati langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait penyelidikan tender…