NERACA
Bandarlampung - Guru Besar Institut Teknologi Sumatera (Itera) Prof Sarwono Sutikno mengatakan bahwa komputasi pervasif membuka peluang inovasi di berbagai sektor seperti pertanian dan kesehatan pintar.
"Dalam pertanian, Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) membantu mengoptimalkan penggunaan sumber daya melalui pemantauan kondisi lingkungan secara real-time," kata Guru Besar Itera Bidang Keamanan Siber dan Komputasi Pervasif tersebut dalam orasi ilmiah, di Provinsi Lampung, Sabtu (2/11).
Kemudian, lanjut dia, pada sektor kesehatan, teknologi ini memungkinkan pemantauan jarak jauh, meningkatkan aksesibilitas layanan terutama di daerah terpencil.
"Era digital yang terus berkembang, di mana teknologi komputasi pervasif menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari dan mempercepat proses otomatisasi," kata dia.
Namun begitu, lanjut dia, teknologi ini juga menimbulkan tantangan baru dalam keamanan siber, sehingga diperlukan standar internasional seperti ISO/IEC 15408 untuk menjaga keamanan dan keandalan teknologi ini.
Komputasi pervasif didefinisikan sebagai integrasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari, mencakup perangkat IoT yang saling terhubung dan teknologi AI yang mampu mengolah data besar untuk pengambilan keputusan.
"Standar ISO/IEC 22989 dan ISO/IEC 25010 diterapkan untuk menjaga kualitas dan konsistensi dalam pengembangan teknologi ini. Teknologi ini mendukung inovasi dan efisiensi di berbagai bidang, namun juga menimbulkan pertanyaan etis, terutama dalam penggunaan data besar dan AI," kata dia.
Sehingga, ia pun menekankan pentingnya tata kelola yang baik, dengan penerapan standar seperti ISO/IEC 38507 untuk memastikan bahwa pengelolaan data dilakukan secara transparan, akuntabel, dan melindungi privasi pengguna.
"Beberapa standar, seperti ISO/IEC 27032 dan ISO/IEC 15408-5, memberikan pedoman tentang cara mengidentifikasi dan mengurangi risiko keamanan siber pada sistem yang saling terhubung ini," kata dia.
Prof. Sarwono juga menjelaskan berbagai jenis ancaman keamanan, termasuk kelemahan autentikasi, serangan fisik, dan risiko yang timbul dari penggunaan perangkat lunak pihak ketiga yang tidak aman.
"Untuk menghadapi tantangan tersebut, saya menyarankan beberapa strategi utama, seperti penerapan sistem keamanan berlapis berdasarkan standar ISO/IEC 15408-5, yang mencakup perlindungan di setiap lapisan sistem," katanya.
Kemudian, melakukan manajemen risiko dalam penggunaan AI juga menjadi prioritas, dengan panduan dari ISO/IEC TR 24030 untuk meminimalkan risiko yang terkait. Selain itu, pendidikan keamanan siber di semua lapisan masyarakat dianggap penting untuk meningkatkan kesadaran.
"Upaya lain yang ditekankan adalah penerapan autentikasi multi-faktor, enkripsi end-to-end, serta pendekatan security by design untuk mengintegrasikan keamanan ke dalam setiap tahap pengembangan produk," kata dia. Ant
NERACA Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Budi Santoso menyampaikan bahwa dibutuhkan intervensi lintas sektor…
NERACA Jakarta - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK)…
NERACA Jakarta - Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evaluasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ary Prihardhyanto menyatakan bahwa investasi…
NERACA Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Budi Santoso menyampaikan bahwa dibutuhkan intervensi lintas sektor…
NERACA Bandarlampung - Guru Besar Institut Teknologi Sumatera (Itera) Prof Sarwono Sutikno mengatakan bahwa komputasi pervasif membuka peluang inovasi di…
NERACA Jakarta - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK)…