RAPBN 2025, Belanja dan Beban Perpajakan

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Dosen STAN,  Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Dalam setiap penyusunan RAPBN, berita yang ditunggu masyarakat adalah meningkatnya belanja negara. Meningkatnya belanja negara ini  diharapkan akan mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih cepat. Pengaruh positif secara mikro diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara individual.

Dalam konteks makro, belanja yang meningkat  akan mendorong  budget untuk ekspansif, terutama dari sisi  permintaan  (demand  side). Kondisi ini akan membawa pengaruh positif terhadap permintaan agregat, dan berujung pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

Namun bila meningkatnya belanja tersebut tidak disertai dengan  meningkatnya pendapatan negara, terutama penerimaan  perpajakan,  kondisi ini akan berdampak  kepada meningkatnya defisit anggaran. Defisit ini harus ditutup dari pembiayaan.

Di saat  defisit meningkat, konsekuensinya pembiayaan defisit, terutama yang berasal dari utang akan meningkat. Meningkatnya utang ini akan berisiko terhadap terganggunya sasaran fiscal sustainaibility dalam jangka menengah dan panjang.

Untuk itu, idealnya bila belanja negara meningkat dalam rangka  memenuhi belanja yang dibutuhkan,, maka pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan juga harus diupayakan  bergerak naik. Dengan demikian, defisit anggaran dapat dikendalikan dibawah 3 persen terhadap PDB sebagaimana diatur dalam UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2025 menyumbangkan lebih dari 83 persen kepada pendapatan negara. Kinerja perpajakan, terutama pasca pandemi Covid-19, masih belum mampu meningkat tajam. Rasio pajak terhadap PDB tahun depan diperkirakan akan berkisar 12 persen. Rasio ini  termasuk masih rendah dibanding beberapa negara tetangga.

Untuk itu, upaya meningkatkan penerimaan perpajakan  ke depan menjadi sangat penting dan strategis. Namun peningkatan penerimaan perpajakan ini memerlukan dukungan semua pihak, terutama atas dampak negatif yang dapat timbul. Peningkatan 1 persen pada rasio pajak, akan memerlukan peningkatan penerimaan perpajakan sekitar Rp245 triliun. Suatu jumlah yang akan memberikan beban tambahan kepada masyarakat dan perekonomian secara umum.

Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku bendahara negara menyampaikan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya  penerimaan  pajak di Indonesia adalah karena diberikannya berbagai fasilitas pengurangan, atau bahkan pembebasan dan pengecualian atas pajak pada sektor tertentu, dan  masyarakat kelompok bawah. Peningkatan penerimaan perpajakan yang tinggi berisiko untuk memberatkan mereka.

Untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak sehingga rasio pajak menjadi 17,5  persen terhadap PDB seperti di Thailand, maka penerimaan perpajakan harus meningkat sekitar Rp 1.400 triliun. Hampir tidak mungkin dilakukan tanpa mendistorsi perekonomian nasional dan memberatkan masyarakat. Pada pengalaman banyak negara, rasio ini ditingkatkan secara pelan dan bertahap. Dengan begitu, tidak menimbulkan kontraksi  yang berlebihan pada perekonomian.

Dengan demikian, bila ada pihak yang menuntut meningkatkan  alokasi belanja untuk membiayai program tertentu, maka penerimaan pajak yang masuk ke kas negara harus meningkat. Konsekuensinya, beban masyarakat dan perekonomian untuk membayar perpajakan ini akan meningkat sehingga berisiko menahan pertumbuhan ekonomi.

Pilihan lain adalah mengurangi belanja pada beberapa program  yang selama ini telah diberikan. Pilihan mana yang sebaiknya diambil, saat ini sedang  dibahas oleh pemerintah dan DPR pada pembahasan RAPBN 2025.

 

BERITA TERKAIT

Data, Angka & Makna

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Tantangan pemerintahan ke depan tentunya semakin pelik dan…

Ekonomi Syariah Era Baru

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Gebrakan Presiden Jokowi dan wakilnya KH. Ma’ruf Amin dalam mengembangkan ekonomi syariah lebih konkret…

Bangun Industri untuk Majukan Ekonomi

Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian Pemerintah serius dalam upaya pengembangan sektor industri manufaktur untuk meningkatkan perekonomian nasional. Bahkan Presiden…

BERITA LAINNYA DI

Data, Angka & Makna

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Tantangan pemerintahan ke depan tentunya semakin pelik dan…

Ekonomi Syariah Era Baru

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Gebrakan Presiden Jokowi dan wakilnya KH. Ma’ruf Amin dalam mengembangkan ekonomi syariah lebih konkret…

RAPBN 2025, Belanja dan Beban Perpajakan

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN,  Pemerhati Kebijakan Fiskal   Dalam setiap penyusunan RAPBN, berita yang ditunggu masyarakat adalah meningkatnya…