Ruang Fiskal Terbatas vs Kebijakan Moneter Ketat

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Sejak Presiden Prabowo dilantik untuk memimpin bangsa ini pada November lalu,  APBN 2024  tinggal menyisakan waktu kurang dari dua bulan untuk  menyelesaikan anggaran belanja negara. Saat ini, kita tinggal menghitung hari untuk menutup buku APBN 2024 di akhir Desember nanti.

Meskipun kinerja defisit APBN hingga November cukup baik, mencapai Rp 401.8 triliun (1,81% dari PDB) yang masih dibawah target defisit APBN 2024, namun dalam beberapa minggu ke depan belanja akan meningkat tajam. Sementara pendapatan negara, meski diperkirakan masih meningkat, namun masih ada risiko tidak akan mampu mencapai target.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA Desember 2024, Rabu (11/12), menyampaikan bahwa pendapatan negara hingga November mencapai Rp 2.492,7 triliun atau 89,0 % dari target APBN. Sementara belanja negara mencapai Rp2.894,5 triliun atau 87,9 % dari target. Defisit yang terbentuk mencapai Rp 401,8 triliun, masih lebih rendah dari target awal. Kinerja yang cukup baik dari APBN 2024 hingga November adalah capaian defisit primer yang positif Rp 47,1 triliun.

Ruang fiskal (fiscal space) yang bisa dibangun pada lima tahun terakhir masih dirasakan sempit. Padahal bila ruang fiskal longgar, akan memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mendanai berbagai belanja tertentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui belanja kapital.

Dengan besarnya belanja yang digunakan untuk mendanai belanja non discretionary, seperti belanja pegawai, subsidi, pembayaran bunga utang, serta transfer ke daerah, maka APBN hanya memiliki ruang yang terbatas untuk mendanai belanja kapital (investasi). Apalagi APBN masih menyisakan dampak Covid-19 selama 2020-2023 yang mengakibatkan melebarnya defisit APBN, bahkan melebihi batas atas 3% dari PDB.

Dalam beberapa tahun ke depan, APBN yang selama ini mampu bertahan sebagai shock absorber gejolak perekonomian nasional, serta yang diharapkan mampu mendorong meningkatnya berbagai sektor kegiatan ekonomi, akan menghadapi tantangan, baik yang berasal dari perekonomian nasional maupun gejolak perekonomian global.

Di level global, fenomena Trum 2.0 akan meningkatkan risiko perekonoian dunia. Sementara melemahnya perkonomian Tiongkok yang dipicu oleh terjadi  krisis sektor property, hidden debt local government, serta konsumsi domestik yang melemah, akan membawa pengaruh buruk terhadap perekomian global.

Situasi global tersebut merupakan tantangan nyata perekonoian nasional kedepan. Untuk itu, semua piranti makro ekonomi, terutama kebijakan fiskal,  moneter, neraca pembayaran, dan sektor riel, perlu disenergikan kembali sehingga pertumbuhan perekonomian nasional dapat terjaga dengan baik.

Dalam beberapa tahun terakhir,  kebijakan moneter yang ketat, yang dicerminkan dari masih tingginya suku bunga, menyebabkan kurang bergairahnya perekonomian nasional. Suku bunga yang tinggi, berdampak langsung pada meningkatnya biaya produksi dan investasi. Akibatnya, kurang  dapat mendorong tumbuhnya perekonomian secara optimal.

Nampaknya pelonggaran suku bunga perlu direalisasikan, sehingga mampu mendorong  dunia usaha untuk mengembangkan usaha dan investasinya. Pada gilirannya pertumbuhan ekonomi nasional ke depan dapat tumbuh optimal,  untuk kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

BERITA TERKAIT

Strategi Bila Defisit APBN 2024 Memburuk

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu…

Paket Insentif Ekonomi

  Oleh: Airlangga Hartarto  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  Kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu aspek esensial yang terus ditingkatkan Pemerintah melalui…

Konflik SDA dan Hambatan Investasi

  Oleh: Imaduddin Abdullah, Ph.D Direktur Kolaborasi Internasional Indef   Sejak 2023 Indonesia telah masuk ke dalam negara upper middle…

BERITA LAINNYA DI

Strategi Bila Defisit APBN 2024 Memburuk

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu…

Paket Insentif Ekonomi

  Oleh: Airlangga Hartarto  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  Kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu aspek esensial yang terus ditingkatkan Pemerintah melalui…

Konflik SDA dan Hambatan Investasi

  Oleh: Imaduddin Abdullah, Ph.D Direktur Kolaborasi Internasional Indef   Sejak 2023 Indonesia telah masuk ke dalam negara upper middle…