Indonesia Perlu Perkuat Integrasi Perdagangan Regional Hadapi Pengenaan Tarif Amerika Serikat

Indonesia Perlu Perkuat Integrasi Perdagangan Regional Hadapi Pengenaan Tarif Amerika Serikat
NERACA
Jakarta - Pengenaan tarif resiprokal yang bervariasi oleh Amerika Serikat kepada para negara mitra dagangnya berdampak pada stabilitas ekonomi global. Indonesia, sebagai salah satu mitra dagang terdampak, perlu melakukan berbagai penyesuaian kebijakan untuk meminimalisir dampak dari kebijakan ini.
“Indonesia perlu memperkuat integrasi dengan kerjasama perdagangan regional dengan memanfaatkan trade agreement yang sudah ada dan melihat peluang dari benefit yang ditawarkan masing-masing agreement, misalnya saja terkait alternatif sumber bahan baku dan  kemudahan akses pasar dari setiap negara,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, kemarin. 
Indonesia perlu memperkuat integrasi perdagangan dengan sesama negara ASEAN  maupun dengan negara-negara di Asia timur, seperti Jepang, Korea, maupun China. ASEAN adalah kekuatan ekonomi keempat terbesar di dunia pada tahun 2024 setelah Amerika Serikat, China dan Jerman. 
Data World Development Indicator menunjukkan, ASEAN adalah mitra dagang utama bagi China, mitra dagang penting kedua bagi Jepang, mitra dagang penting ketiga bagi Korea Selatan dan mitra dagang penting keempat bagi Amerika Serikat di 2024. Untuk memperkuat integrasi lintas ASEAN maupun dengan negara mitra dagang di Asia Timur, ASEAN perlu memaksimalkan pemanfaatan perjanjian dagang yang telah ada saat ini, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA), Comprehensive and Progressive Agreement to Trans Pacific Partnership (CPTPP) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA).
Nilai impor negara-negara ASEAN ke Amerika Serikat kurang dari 1% yang masuk ke negaranya. Namun bagi ASEAN, Amerika Serikat adalah pasar ekspor utama. Sementara itu bagi Indonesia, Amerika Serikat adalah negara mitra dagang kedua setelah China dengan nilai ekspor setara 23% antara tahun 2020-2023.
Pemerintah perlu mengevaluasi implementasi kebijakan proteksionis pada sektor-sektor strategis. Kebijakan ini bisa berisiko menghambat daya saing dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. “Walaupun kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha lokal, kebijakan ini justru akan berpotensi merugikan mereka. Karena merasa diprioritaskan pemerintah, perusahaan lokal akan kehilangan motivasi untuk berkompetisi, melakukan inovasi, dan juga ekspor,” tegas Hasran.
Ia pun menambahkan, kemudahan ini dikhawatirkan dapat membuat pelaku usaha dalam negeri tidak kompetitif dan tidak termotivasi untuk menghasilkan produk berkualitas. Mereka juga tidak termotivasi untuk melakukan ekspor karena harga yang kurang kompetitif di pasar global dan ada anggapan bahwa produknya akan selalu terserap di pasar domestik. 
Indonesia perlu menunjukkan komitmen terhadap perjanjian dagang internasional, seperti dengan menghapus hambatan non-tarif dan pembatasan ekspor-impor. Di sisi lain, kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat, meski bertujuan melindungi industri dalam negeri, justru membatasi akses pasar bagi produk asing dan mengganggu stabilitas rantai pasok global.
Selain memperkuat kerjasama dagang regional, Indonesia juga harus membenahi aspek-aspek dalam kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) dan memangkas biaya produksi untuk menjaga daya saing, terutama di pasar Amerika Serikat. Namun, efisiensi biaya perlu dilakukan secara hati-hati. Pemangkasan biaya tenaga kerja berisiko memicu pemutusan hubungan kerja (PHK). Ssementara pengurangan biaya bahan baku tidak memungkinkan karena dapat mengurangi daya saing produk. Praktik pungutan liar juga perlu diberantas agar tidak membebani pelaku usaha lebih jauh.
Dampak kebijakan tarif ini dapat dilihat dari kontribusi ekspor terhadap PDB. Pada 2024, ekspor menyumbang 22,18% terhadap PDB nasional (BPS, 2025) dan Amerika Serikat menjadi salah satu pasar utama. 

 

 

NERACA

Jakarta - Pengenaan tarif resiprokal yang bervariasi oleh Amerika Serikat kepada para negara mitra dagangnya berdampak pada stabilitas ekonomi global. Indonesia, sebagai salah satu mitra dagang terdampak, perlu melakukan berbagai penyesuaian kebijakan untuk meminimalisir dampak dari kebijakan ini

“Indonesia perlu memperkuat integrasi dengan kerjasama perdagangan regional dengan memanfaatkan trade agreement yang sudah ada dan melihat peluang dari benefit yang ditawarkan masing-masing agreement, misalnya saja terkait alternatif sumber bahan baku dan  kemudahan akses pasar dari setiap negara,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, kemarin. 

Indonesia perlu memperkuat integrasi perdagangan dengan sesama negara ASEAN  maupun dengan negara-negara di Asia timur, seperti Jepang, Korea, maupun China. ASEAN adalah kekuatan ekonomi keempat terbesar di dunia pada tahun 2024 setelah Amerika Serikat, China dan Jerman. 

Data World Development Indicator menunjukkan, ASEAN adalah mitra dagang utama bagi China, mitra dagang penting kedua bagi Jepang, mitra dagang penting ketiga bagi Korea Selatan dan mitra dagang penting keempat bagi Amerika Serikat di 2024. Untuk memperkuat integrasi lintas ASEAN maupun dengan negara mitra dagang di Asia Timur, ASEAN perlu memaksimalkan pemanfaatan perjanjian dagang yang telah ada saat ini, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA), Comprehensive and Progressive Agreement to Trans Pacific Partnership (CPTPP) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA).

Nilai impor negara-negara ASEAN ke Amerika Serikat kurang dari 1% yang masuk ke negaranya. Namun bagi ASEAN, Amerika Serikat adalah pasar ekspor utama. Sementara itu bagi Indonesia, Amerika Serikat adalah negara mitra dagang kedua setelah China dengan nilai ekspor setara 23% antara tahun 2020-2023.

Pemerintah perlu mengevaluasi implementasi kebijakan proteksionis pada sektor-sektor strategis. Kebijakan ini bisa berisiko menghambat daya saing dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. “Walaupun kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha lokal, kebijakan ini justru akan berpotensi merugikan mereka. Karena merasa diprioritaskan pemerintah, perusahaan lokal akan kehilangan motivasi untuk berkompetisi, melakukan inovasi, dan juga ekspor,” tegas Hasran.

Ia pun menambahkan, kemudahan ini dikhawatirkan dapat membuat pelaku usaha dalam negeri tidak kompetitif dan tidak termotivasi untuk menghasilkan produk berkualitas. Mereka juga tidak termotivasi untuk melakukan ekspor karena harga yang kurang kompetitif di pasar global dan ada anggapan bahwa produknya akan selalu terserap di pasar domestik. 

Indonesia perlu menunjukkan komitmen terhadap perjanjian dagang internasional, seperti dengan menghapus hambatan non-tarif dan pembatasan ekspor-impor. Di sisi lain, kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat, meski bertujuan melindungi industri dalam negeri, justru membatasi akses pasar bagi produk asing dan mengganggu stabilitas rantai pasok global.

Selain memperkuat kerjasama dagang regional, Indonesia juga harus membenahi aspek-aspek dalam kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) dan memangkas biaya produksi untuk menjaga daya saing, terutama di pasar Amerika Serikat. Namun, efisiensi biaya perlu dilakukan secara hati-hati. Pemangkasan biaya tenaga kerja berisiko memicu pemutusan hubungan kerja (PHK). Ssementara pengurangan biaya bahan baku tidak memungkinkan karena dapat mengurangi daya saing produk. Praktik pungutan liar juga perlu diberantas agar tidak membebani pelaku usaha lebih jauh.

Dampak kebijakan tarif ini dapat dilihat dari kontribusi ekspor terhadap PDB. Pada 2024, ekspor menyumbang 22,18% terhadap PDB nasional (BPS, 2025) dan Amerika Serikat menjadi salah satu pasar utama. 

BERITA TERKAIT

IKAPEKSI: Jepang Buka 150 Ribu Lowongan Kerja

  IKAPEKSI: Jepang Buka 150 Ribu Lowongan Kerja Jakarta - Ikatan Pengusaha Kenshuusei Indonesia (IKAPEKSI) berkomitmen meningkatkan kualitas sumber daya…

Kiprah Kartini Hulu Migas Membangun Ketahanan Energi

NERACA Jakarta - Kiprah perempuan di dunia hulu migas tidak dapat dipandang sebelah mata. Banyak kontribusi nyata yang diberikan oleh…

Pemerintah Sambut Investasi Rp27 Triliun untuk Cloud dari Microsoft

Pemerintah Sambut Investasi Rp27 Triliun untuk Cloud dari Microsoft NERACA Jakarta - Pemerintah RI menyambut baik investasi senilai Rp27 triliun…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

IKAPEKSI: Jepang Buka 150 Ribu Lowongan Kerja

  IKAPEKSI: Jepang Buka 150 Ribu Lowongan Kerja Jakarta - Ikatan Pengusaha Kenshuusei Indonesia (IKAPEKSI) berkomitmen meningkatkan kualitas sumber daya…

Kiprah Kartini Hulu Migas Membangun Ketahanan Energi

NERACA Jakarta - Kiprah perempuan di dunia hulu migas tidak dapat dipandang sebelah mata. Banyak kontribusi nyata yang diberikan oleh…

Pemerintah Sambut Investasi Rp27 Triliun untuk Cloud dari Microsoft

Pemerintah Sambut Investasi Rp27 Triliun untuk Cloud dari Microsoft NERACA Jakarta - Pemerintah RI menyambut baik investasi senilai Rp27 triliun…