IHSG Berpotensi Menguat 6.800 di Paruh Pertama

NERACA

Jakarta -Meski kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi tajam akibat sentimen negatif pajak impor AS, namun pelaku pasar masih memandang optimisme adanya ruang pertumbuhan IHSG di pasar. Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto memproyeksikan IHSG masih berpotensi menguat ke level 6.500 sampai 6.800 pada semester pertama 2025.“IHSG semester pertama berpotensi menguat menuju 6.500 sampai 6.800,” ujar William seperti dikutip Antara di Jakarta, kemarin.

Dalam jangka pendek saat ini, dirinya memproyeksikan IHSG masih berpotensi akan bergerak variatif (mixed) dengan level support akan berada di level 6.000.“Setidaknya sampai akhir pekan ini masih mixed dengan pembentukan support pada 6.000,”kata William.

Menurutnya, saat ini sikap pemerintah Indonesia yang akan melakukan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) sedikit meredakan kekhawatiran pelaku pasar. Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan delegasi tingkat tinggi untuk melakukan negosiasi dengan pihak AS setelah terkena tarif resiprokal dari AS yang sebesar 32%.“Mengingat pemerintah akan melakukan negosiasi, jadi menurut saya responnya tidak akan negatif, karena bagaimanapun aturan tarif nantinya akan tetap ada,” ujar William.

Semenjak awal tahun 2025 hingga perdagangan sesi II Rabu (09/04) pukul 14.25 WIB, IHSG secara year to date (ytd) melemah 1.113,71 poin atau 15,70% (ytd) ke posisi 5.973,86. Sepanjang tahun ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan dua kali pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem seiring pelemahan lebih dari 5% pada 18 Maret 2025 dan pelemahan lebih dari 8% pada 8 April 2025.

Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan untuk menanggapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal oleh AS di Washington D.C. Sejumlah paket negosiasi itu di antaranya, pertama, Indonesia bakal mengajukan revitalisasi perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA).

Kedua, pemerintah akan memberikan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Kemudian, evaluasi terkait pelarangan dan pembatasan barang-barang ekspor maupun impor AS. Ketiga, Indonesia akan menawarkan untuk meningkatkan impor dan investasi dari AS lewat pembelian minyak dan gas (migas).

Keempat, pemerintah menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal melalui beberapa strategi seperti penurunan bea masuk, PPh impor, atau PPN impor untuk mendorong impor dari AS serta menjaga daya saing ekspor ke AS.

 

BERITA TERKAIT

Pacu Pertumbuhan Investor, BEI Gelar CMSE

Dorong pertumbuhan investor, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyelenggarakan rangkaian kegiatan literasi dan inklusi pasar modal di berbagai daerah Indonesia…

Perluas Jaringan Digital - Sinergi Andalan Bidik Pertumbuhan Bisnis 30%

NERACA Jakarta -Torehkan kinerja positif di tahun 2024, mendorong PT Sinergi Andalan Prima Tbk (INET) mematok pertumbuhan bisnis lebih agresif…

Meski Laba Turun, Puri Sentul Komit Bagi Dividen

NERACA Jakarta-Emiten properti dan hotel,  PT Puri Sentul Permai Tbk (KDTN) menetapkan dividen tahun buku 2024 sebesar Rp 1,17 miliar.…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Pacu Pertumbuhan Investor, BEI Gelar CMSE

Dorong pertumbuhan investor, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyelenggarakan rangkaian kegiatan literasi dan inklusi pasar modal di berbagai daerah Indonesia…

Perluas Jaringan Digital - Sinergi Andalan Bidik Pertumbuhan Bisnis 30%

NERACA Jakarta -Torehkan kinerja positif di tahun 2024, mendorong PT Sinergi Andalan Prima Tbk (INET) mematok pertumbuhan bisnis lebih agresif…

Meski Laba Turun, Puri Sentul Komit Bagi Dividen

NERACA Jakarta-Emiten properti dan hotel,  PT Puri Sentul Permai Tbk (KDTN) menetapkan dividen tahun buku 2024 sebesar Rp 1,17 miliar.…