NERACA
Jakarta - Menyusul rendahnya harga batu bara menjadi pertimbangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia untuk membatasi ekspor batu bara. Apalagi harga batu bara apabila mengacu pada ICE Newcastle rendah, dibandingkan dengan harga batu bara acuan (HBA) yang ditetapkan pemerintah.“Kalau harga batu bara kita ditekan terus, tidak menutup kemungkinan juga kita berpikir pengetatan ekspor,”ujarnya di Jakarta, kemarin.
Bahlil menjelaskan, pertimbangan ihwal pembatasan ekspor batu bara dilatarbelakangi oleh rendahnya harga batu bara di pasar internasional apabila dibandingkan dengan harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Harga batu bara di pasar ICE Newcastle dihargai US$ 118.50 S per ton yang ditetapkan pada 31 Januari 2025.
Sedangkan, harga batu bara acuan (HBA) yang ditetapkan oleh pemerintah untuk Januari 2025 sebesar US$ 124.01 per ton, sebagaimana yang dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM.“Masa harga batu bara kita ditentukan oleh negara tetangga? Negara kita harus berdaulat dalam menentukan harga komoditasnya sendiri,” ucap Bahlil.
Oleh karena itu, Bahlil menyatakan akan membatasi ekspor batu bara. Menurut Bahlil, pengetatan ekspor yang dilakukan oleh Indonesia dapat memengaruhi harga batu bara di perdagangan internasional.
Melalui paparannya, Bahlil menyampaikan bahwa Indonesia mengekspor sebesar 555 ton batu bara. Sedangkan, lanjut dia, total pemakaian batu bara dunia kurang lebih 8–8,5 miliar ton, dengan jumlah yang berada di pasaran kurang lebih sekitar 1,25 miliar–1,5 miliar ton.“Kita menyuplai kurang lebih sekitar 555 juta ton, itu sama dengan 30–35% (batu bara di pasaran),” ucapnya.
Dengan demikian, lanjut dia, batu bara Indonesia sangat berdampak terhadap harga batu bara di pasar internasional.“Batu bara kita ini sangat berdampak sistemik, masif, dan terstruktur kalau kita membuat kebijakan untuk terjadi pengetatan ekspor. Tapi, sampai sekarang belum (pengetatan ekspor),” ucapnya.
Teruntuk perusahaan yang tidak mau mengikuti harga batu bara yang ditetapkan oleh pemerintah, Bahlil menyatakan tak akan memberi izin ekspor.“Kalau ada perusahaan yang tidak mengikuti HBA, maka kami punya cara untuk membuat mereka bisa ikut. Bila perlu, bila perlu, kalau tidak mau (ikut HBA), ya tidak usah izin ekspornya (diberikan),” kata Bahlil.
Dirinya juga mengungkapkan, tiga pendekatan untuk meningkatkan lifting minyak."Dalam rangka mendorong ini ada tiga pendekatan untuk meningkatkan lifting, yang pertama adalah intervensi teknologi. Teknologi ini macam-macam sesuai dengan kondisi wilayah yang ada, salah satu pendekatannya seperti di Riau itu adalah Enchanced Oil Recovery (EOR)," ujarnya.
Kedua adalah sumur-sumur yang sudah selesai eksplorasi tetapi belum Plan of Development (PoD) ada sekitar 300 lebih, dan ini sekarang dikejar PoD-nya di SKK Migas untuk segera dibangun konstruksinya."Dan yang ketiga adalah sekarang kita juga sudah mengaktifkan sumur-sumur idle well sekitar 6.000 lebih. Ada investasi yang masuk kerja sama dengan Pertamina, tapi ini kecil sekali hasil yang sudah dilakukan drilling oleh teman-teman Pertamina di mana satu sumur cuma sekitar 4-5 barel per hari. Ini ada intervensi teknologi dan teknik pengeboran dari vertikal menjadi horizontal," kata Bahlil.
Sebelumnya Bahlil menyampaikan akumulasi realisasi produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi pada 2024 mencapai 1,606 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD).Capaian tersebut meleset dari target lifting dalam APBN 2024, yakni sebesar 1.668 MBOEPD. Meskipun secara akumulasi realisasi lifting migas 2024 lebih rendah daripada target APBN 2024, Bahlil menyampaikan pada November dan Desember 2024, realisasi lifting migas lebih tinggi daripada target APBN.
Berdasarkan paparan yang disampaikan oleh Bahlil, realisasi lifting migas pada November 2024 sebesar 1.748 MBOEPD, dan realisasi pada Desember 2024 mencapai 1.868 MBOEPD. Realisasi pada dua bulan terakhir 2024 tersebut menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan realisasi pada awal tahun 2024. Pada Januari 2024, realisasi lifting migas sebesar 1.442 MBOEPD, sedangkan pada Februari 2024 realisasi lifting migas sebesar 1.406 MBOEPD.
Apabila dibedah lebih jauh, lifting minyak bumi sepanjang tahun 2024 sebesar 579,7 ribu barel minyak per hari (MBOPD), lebih rendah daripada target APBN 2024, yakni 635 MBOPD. bani
Jakarta-Kementerian Perdagangan mencium adanya modus busuk operandi yang dilakukan oleh produsen dan distributor dalam rantai pasok Minyakita. Menurut Staf…
NERACA Jakarta – Di era digital, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan teknologi untuk…
Jakarta-Kalangan pengamat ekonomi dan anggota DPR-RI menilai kebijakan baru distribusi LPG 3 Kg menyulitkan pedagang kecil (pegecer), konsumen sehingga menuai…
Jakarta-Kementerian Perdagangan mencium adanya modus busuk operandi yang dilakukan oleh produsen dan distributor dalam rantai pasok Minyakita. Menurut Staf…
NERACA Jakarta – Di era digital, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan teknologi untuk…
NERACA Jakarta - Menyusul rendahnya harga batu bara menjadi pertimbangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia untuk…