Jakarta-Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan, pengecer LPG 3 Kg tetap bisa mendapatkan pasokan dan berjualan tabung gas melon. Namun, pengecer harus memiliki nomor induk berusaha (NIB) dengan mendaftarkan diri di Sistem Online Single Submission (OSS). Pengecer diberikan waktu paling telat sebulan untuk beralih menjadi Pangkalan Resmi.
NERACA
Adapun pengecer yang dapat menjadi pangkalan ini seiring Kementerian ESDM yang sedang menata bagaimana LPG 3 kg yang dikonsumsi masyarakat dapat sesuai dengan batas harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Jadi yang pengecer justru kita jadikan pangkalan. Itu ada formal untuk mereka mendaftarkan nomor induk berusaha terlebih dahulu,” kata Yuliot, di Kantor Kementerian ESDM, seperti dikutip Liputan6.Com, Sabtu (1/2).
Dengan demikian, Yuliot menilai, pengecer LPG 3 kg bukan lenyap begitu saja. Pengecer diberikan waktu sebulan untuk dapat menjual LPG 3kg. "Per 1 Februari, peralihan. Karena itu ada jeda waktu. Kita berikan untuk satu bulan, pengecer jadi pangkalan," ujarnya.
Menurut dia, pihaknya sudah integrasikan dengan sistem kependudukan di Kementerian Dalam Negeri seiring pengecer masih bisa dapat pasokan dan berjualan LPG 3 kg dengan catatan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
"Nomor induk berusaha itu diterbitkan melalui oss. Jadi perseorangan pun boleh. Itu bisa mendaftarkan nomor induk kependudukannya sebagai dasar, kemudian masuk dalam skema OSS. Kita juga sudah integrasikan dengan sistem kependudukan di Kementerian Dalam Negeri," kata Yuliot.
Yuliot menilai, skema pendistribusian baru LPG 3 kg ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penyaluran yang kerap tidak tepat sasaran. "Kita enggak ada istilah naik kelas. Mereka mendaftarkan saja. Justru dari pengecer kalau mereka jadi pangkalan, itu kan justru mata rantainya akan lebih pendek. Ini kan juga ada satu layer tambahan. Ini yang kita hindari," ujar Yuliot.
Melalui skema baru ini, pemerintah menjamin kebutuhan masyarakat atas LPG 3 kg bisa terpantau dengan baik. Dengan cara pendistribusiannya dilakukan melalui pangkalan resmi Pertamina, ataupun pihak pengecer yang sudah memiliki NIB dan terdata di OSS.
Sehingga, tidak ada lagi main-main salah satu pihak pengecer yang menimbun tabung gas melon dalam jumlah besar. "Jadi satu mata rantai pengecer itu kan sudah enggak ada lagi. Kita catatkan, jadi distribusi ini tercatat secara keseluruhan," kata Yuliot.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat (JBB) memastikan stok LPG 3 kg di pangkalan resmi sekitar Jakarta aman. Usai melakukan pengecekan di sejumlah titik di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, jelang penghentian distribusi tabung gas melon ke pengecer per 1 Februari 2025.
Pjs Area Manager Communication, Relations & CSR Regional JBB PT Pertamina Patra Niaga, Joevan Yudha Achmad, menyampaikan ada lebih dari 15 titik pangkalan yang dicek untuk memastikan stok dan pasokan LPG 3 kg aman.
"Kami memastikan bahwa stok LPG di wilayah Jakarta dan sekitarnya saat ini dalam kondisi aman, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," kata Joevan dalam keterangan tertulis, Jumat (31/1).
"Sejak libur panjang kemarin, kami telah melakukan pengecekan di beberapa pangkalan di wilayah Sales Area Retail Jabode. Diantaranya di wilayah Pademangan, Jakarta Utara, Johar Baru, Jakarta Pusat, serta Cengkareng, Jakarta Barat pada Kamis (30/1),” ungkapnya.
Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga Regional JBB telah menambah stok LPG 3 kg sebanyak 711.800 tabung. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan masyarakat selama libur panjang 27-31 Januari 2025 di wilayah DKI Jakarta.
"Pertamina Patra Niaga terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan dinas terkait di wilayah DKI Jakarta, serta memonitor ketersediaan stok di pangkalan setiap hari. Kami juga berkoordinasi dengan Hiswana Migas untuk memastikan agar agen LPG dapat segera menyuplai ke pangkalan, serta memastikan pembelian di pangkalan menggunakan KTP," ujar Joevan.
"Kami mengimbau masyarakat untuk melakukan pembelian LPG 3 kg di pangkalan resmi Pertamina dan memprioritaskan pembelian LPG 3 kg untuk kebutuhan rumah tangga," dia menandaskan.
Namun, apakah kebijakan ini benar-benar akan mencapai tujuannya, atau justru menciptakan tantangan baru bagi masyarakat kecil yang sangat bergantung pada LPG 3 kg untuk kebutuhan rumah tangga mereka?
Biaya Logistik Naik
Menurut Achmad Nur Hidayat, ekonom UPN Veteran Jakarta, masyarakat yang selama ini terbiasa membeli di pengecer karena faktor kedekatan dan fleksibilitas, kini harus menghadapi kenyataan bahwa mereka hanya bisa memperoleh gas melon ini melalui pangkalan resmi.
“Ada perubahan sistem distribusi yang signifikan, yang kemungkinan besar akan menyulitkan masyarakat kecil, terutama mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi. Mereka yang sebelumnya bisa membeli LPG di warung-warung kecil dekat rumah, kini harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkannya,” ujar Nur Hidayat.
Menurut dia, hal ini tentunya akan menambah ongkos logistik, baik dalam bentuk biaya transportasi maupun waktu yang lebih lama untuk mendapatkan gas. Saat ini, biaya tambahan rerata berkisar antara Rp5.000 hingga Rp15.000 per tabung, sehingga harga LPG 3 kg yang semula berkisar antara Rp18.500 hingga Rp23.000 per tabung kini menjadi Rp25.000 hingga Rp38.000 per tabung, tergantung pada daerahnya.
Bagi masyarakat yang bekerja harian atau memiliki penghasilan pas-pasan, pengeluaran tambahan ini akan semakin membebani kehidupan mereka. Padahal tujuan utama kebijakan ini, adalah untuk memastikan LPG 3 kg hanya sampai kepada mereka yang benar-benar berhak menerima subsidi.
Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbeda dari perencanaan yang dibuat di atas kertas. Masyarakat yang tidak memiliki akses ke pangkalan resmi mungkin akan mengalami kesulitan mendapatkan gas dengan harga yang wajar.
“Akibatnya, justru bisa terjadi pasar gelap atau jalur distribusi tidak resmi yang menawarkan LPG dengan harga lebih tinggi karena kelangkaan di tingkat masyarakat bawah. Dengan kata lain, kebijakan ini berpotensi menciptakan monopoli distribusi di tangan pangkalan resmi, sementara masyarakat kecil yang selama ini mengandalkan pengecer akan kehilangan fleksibilitas dalam mendapatkan gas bersubsidi. Mereka akan dipaksa mengikuti aturan yang tidak sepenuhnya mempertimbangkan kenyataan di lapangan,” ujarnya. bari/mohar/fba
Jakarta-Kementerian Perdagangan mencium adanya modus busuk operandi yang dilakukan oleh produsen dan distributor dalam rantai pasok Minyakita. Menurut Staf…
NERACA Jakarta – Di era digital, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan teknologi untuk…
NERACA Jakarta - Menyusul rendahnya harga batu bara menjadi pertimbangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia untuk…
Jakarta-Kementerian Perdagangan mencium adanya modus busuk operandi yang dilakukan oleh produsen dan distributor dalam rantai pasok Minyakita. Menurut Staf…
NERACA Jakarta – Di era digital, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan teknologi untuk…
NERACA Jakarta - Menyusul rendahnya harga batu bara menjadi pertimbangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia untuk…