KNTI MINTA PEMERINTAH SERIUS: - Tegakkan Hukum atas Pelanggaran Pagar Laut

 

Jakarta-Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait pagar laut Tangerang. Adanya penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah perairan pesisir Tangerang ini merupakan pelanggaran serius.

NERACA

“Pengakuan Menteri ATR/BPN menjadi bukti keras adanya praktik kolusi antara oknum pejabat di ATR/BPN, Pemerintah Daerah, dan pihak Perusahaan dan individu dalam menabrak aturan hukum dengan menerbitkan HGB dan SHM ilegal di atas laut,” tegas Ketua Umum KNTI Dani Setiawan dalam keterangan tertulis, Rabu (22/1).

Seperti diketahui, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid mengungkapkan bahwa 263 bidang HGB yang dimiliki oleh 2 Perusahaan dan perorangan, di antaranya PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, serta atas nama perorangan sebanyak 9 bidang. Selain itu, terdapat 17 bidang yang memiliki Sertifikat Hak Milik.

Bukti ini juga seharusnya dapat memandu Aparat Penegak Hukum untuk mengusut dan memproses hukum pelaku pemagaran laut ilegal yang melintang sepanjang 30 KM di perairan laut Tangerang.

Pemberian hak di atas laut tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal ini juga ditegaskan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 atas perkara pengujian UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) karena bertentangan dengan konstitusi dan prinsip keadilan sosial.

Artinya, tidak mungkin ada penerbitan HGB atau SHM di atas laut. Jika itu terjadi, maka itu merupakan praktik ilegal. Karena itu, KNTI mendorong agar Aparat Penegak Hukum segera bertindak melakukan penyelidikan dan penyidikan secara cepat.

Langkah cepat harus dilakukan dengan mencabut pagar dan mengusut para pelaku dan membawanya ke proses hukum. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menjaga wibawa negara atas penghinaan terhadap negara dengan mempermainkan hukum yang dilakukan melalui praktik kolusi oknum penguasa-pengusaha untuk mengambil keuntungan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara tidak sah.

KNTI juga mendesak agar kasus ini sekaligus menjadi momentum Pemerintah untuk memeriksa kasus-kasus serupa di banyak wilayah di Indonesia. Kasus pemagaran laut di Tangerang merupakan potret kecil dari banyak modus perampasan ruang laut (ocean grabbing) yang berdampak negatif kepada nelayan kecil.

Hal tersebut dapat berupa kegiatan reklamasi Pantai, penambangan pasir, atau pengkavlingan wilayah laut untuk kepentingan bisnis komersil tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan. Praktik semacam ini dalam banyak kasus menyebabkan nelayan tersingkir dari wilayah tangkapnya dan kesulitan untuk mencari ikan.

KNTI juga mendesak agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkatkan pengawasan terhadap praktik-praktik privatisasi ruang laut yang meminggirkan hak nelayan kecil untuk mencari ikan. Tugas KKP seharusnya memastikan dan menjaga agar pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan di wilayah pesisir serta menjaga agar lingkungan laut tetap lestari dan berkelanjutan.

Kurang Anggaran

Di sisi lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, lemahnya pengawasan di laut lantaran pihaknya kekurangan anggaran. Oleh karena itu, ia meminta penguatan anggaran melalui revisi Undang-Undang (UU) tentang Kelautan.

Hal itu disampaikan Trenggono dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IV DPR. Rapat itu membahas soal polemik pagar laut di Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat.

"Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan masih memiliki kelemahan dalam pengawasan, pemanfaatan ruang laut. Akibat adanya keterbatasan sarana prasarana dan dukungan operasional yang membutuhkan penguatan anggaran," kata Trenggono dalam rapat bersama Komisi IV, Kamis, (23/1).  

Terkait kasus pagar laut, Trenggono menyatakan sudah melakukan penyegelan terhadap pagar laut di Tangerang sepanjang 30,16 kilometer tersebut. Upaya itu dilakukan pada 9 Januari 2025. "Sementara di Bekasi Jawa Barat pada 15 Januari 2025 karena tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan izin reklamasi," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.

Menurut dia,  pemagaran laut yang dilakukan tersebut memberikan dampak negatif terhadap ekosistem perairan laut. Lalu, mempersempit daerah penangkapan ikan, merugikan nelayan, dan pembudidaya. "Serta mengganggu operasional PLTU Banten 03 dan PLTGU muara tawar Bekasi yang merupakan objek vital nasional," jelasnya.

Dia  juga menjelaskan, pada 22 Januari 2025 telah dilakukan pembongkaran pagar laut di Tangerang. Sementara, pembongkaran yang dilakukan baru kurang lebih sepanjang 5 kilometer. "Pembongkaran melibatkan berbagai instansi dan masyarakat nelayan dan akan dilanjutkan hingga selesai sepanjang 30 kilometer," tutur  Trenggono.

Selain itu, Trenggono menyatakan pemilik pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten akan dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp18 juta per kilometer.

Menurut dia,  sanksi denda pasti akan diberlakukan meski belum merinci soal total denda terhadap pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang ada di perairan Tangerang tersebut. "Belum tahu persis (totalnya), itu bergantung pada luasan. Kalau (pagar di perairan Tangerang) itu kan 30 kilometer ya, per kilometer Rp18 juta," kata Sakti wahyu Trenggono saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (22/1).

Trenggono menjelaskan bahwa pengungkapan siapa pemilik pagar laut masih dilakukan pendalaman dengan berkoordinasi bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid. "Begitu kita dapat (pelakunya) akan didenda. Dari kami sanksi denda karena lebih ke arah sanksi administratif, kalau ada unsur pidana itu kepolisian," ujar Trenggono seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, Nusron menyebutkan ada dua orang yang terindikasi pelaku dan selanjutnya menjadi bahan diskusi untuk diserahkan kasusnya kepada aparat penegak hukum. Dia juga menyatakan akan menindak tegas pegawai yang terlibat dalam penerbitan sertifikat tanah di kawasan pagar laut di Kabupaten Tangerang. Sejumlah pihak telah dipanggil oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN untuk diperiksa.

Nusron mengungkapkan bahwa pegawai yang terlibat dalam proses pengukuran, penetapan, hingga penandatanganan sertifikat pada 2023 telah dipanggil. Pemeriksaan dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di bawah Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN.

"Semua pihak terkait, baik juru ukur, juru tetap, maupun yang menandatangani pada masa itu, saat ini sudah dipanggil dan tengah diperiksa oleh APIP di Inspektorat Jenderal," jelas Nusron di Kabupaten Tangerang, Kamis (23/1). bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Kinerja Perbankan Positif Seiring Membaiknya Risiko Kredit

NERACA Jakarta – Sepanjang tahuan 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat bahwa kinerja perbankan terjaga positif didukung risiko kredit yang…

Pemerintah Sepakat dengan DPR Susun RUU BUMN - Erick Thohir:

NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut Pemerintah sepakat dengan DPR RI terkait dengan adanya…

KALANGAN PENGUSAHA APINDO: - Minta Tunda Penerapan Cukai MBDK

  Jakarta-Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menegaskan bahwa penerapan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) harus dilakukan secara hati-hati dan…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

KNTI MINTA PEMERINTAH SERIUS: - Tegakkan Hukum atas Pelanggaran Pagar Laut

  Jakarta-Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait pagar laut Tangerang. Adanya penerbitan Sertifikat…

Kinerja Perbankan Positif Seiring Membaiknya Risiko Kredit

NERACA Jakarta – Sepanjang tahuan 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat bahwa kinerja perbankan terjaga positif didukung risiko kredit yang…

Pemerintah Sepakat dengan DPR Susun RUU BUMN - Erick Thohir:

NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut Pemerintah sepakat dengan DPR RI terkait dengan adanya…