Jakarta-Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump resmi mengungkapkan Kesepakatan Pajak Global yang diinisiasi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tidak berlaku di negara tersebut. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS ke-47 berpotensi memengaruhi hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS.
NERACA
Dalam sebuah memorandum yang dirilis Gedung Putih kepada Menteri Keuangan, Perwakilan Dagang AS, dan Perwakilan Tetap AS untuk OECD, Pemerintah AS menyampaikan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di AS tanpa adanya tindakan oleh Kongres.
"Menteri Keuangan dan Perwakilan Tetap Amerika Serikat untuk OECD harus memberi tahu OECD bahwa setiap komitmen yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas nama Amerika Serikat sehubungan dengan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di Amerika Serikat tanpa adanya tindakan oleh Kongres yang mengadopsi ketentuan yang relevan dari Kesepakatan Pajak Global,” tulis memorandum tersebut, dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Selasa (21/1).
Disebutkan juga, kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya dianggap membatasi kebijakan pajak nasional dan memberikan yurisdiksi eksternal atas pendapatan perusahaan lokal AS.
"Kesepakatan Pajak Global OECD yang didukung oleh pemerintahan sebelumnya tidak hanya mengizinkan yurisdiksi ekstrateritorial atas pendapatan Amerika, tetapi juga membatasi kemampuan Negara kita untuk memberlakukan kebijakan pajak yang melayani kepentingan bisnis dan pekerja Amerika," terang Gedung Putih.
"Karena Kesepakatan Pajak Global dan praktik pajak asing diskriminatif lainnya, perusahaan Amerika mungkin menghadapi rezim pajak internasional pembalasan jika Amerika Serikat tidak mematuhi tujuan kebijakan pajak asing,” lanjutnya.
Berbeda dengan Indonesia, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Indonesia merencanakan menerapkan Pajak Global mulai 2026.
Perintah Penyelidikan
Dengan demikian, pemerintah AS mendorong penyelidikan terhadap negara-negara yang kemungkinan melanggar perjanjian pajak dengan negara tersebut, atau memiliki kebijakan pajak yang bersifat diskriminatif terhadap perusahaan AS.
Menteri Keuangan dan Perwakilan Dagang diminta untuk memproses tindakan yang bisa melindungi perusahaan AS dari kebijakan pajak yang dianggap tidak adil.
"Menteri Keuangan, setelah berkonsultasi dengan Perwakilan Dagang Amerika Serikat, harus menyelidiki apakah ada negara asing yang tidak mematuhi perjanjian pajak dengan Amerika Serikat atau memiliki aturan pajak, atau kemungkinan akan menerapkan aturan pajak, yang bersifat ekstrateritorial atau secara tidak proporsional memengaruhi perusahaan Amerika, dan menyusun serta menyampaikan kepada Presiden, melalui Asisten Presiden untuk Kebijakan Ekonomi, daftar opsi untuk tindakan perlindungan atau tindakan lain yang harus diadopsi atau diambil Amerika Serikat sebagai tanggapan atas ketidakpatuhan atau aturan pajak tersebut,” tulis Gedung Putih.
Laporan temuan dan rekomendasi terkait langkah perlindungan tersebut akan disampaikan kepada Presiden AS dalam waktu 60 hari.
Hubungan Perdagangan
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat berpotensi memengaruhi hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS.
Menurutnya, perubahan kebijakan perdagangan yang bisa muncul dari Trump, termasuk penerapan proteksionisme, perlu mendapat perhatian khusus karena dapat membawa dampak ekonomi bagi Indonesia.
Salah satu potensi dampak besar yang perlu dicermati adalah meningkatnya tekanan ekonomi eksternal, seperti depresiasi nilai tukar dan kenaikan biaya produksi. Hal ini bisa menyebabkan inflasi dan menciptakan tantangan baru bagi daya saing ekspor Indonesia. Selain itu, perubahan persepsi dan spekulasi pasar global juga berpotensi menambah ketidakpastian ekonomi.
"Kita lihat bahwa memang peningkatan tekanan ekonomi eksternal terhadap Indonesia dalam bentuk depresiasi nilai tukar yang lebih besar ini juga harus menjadi perhatian karena ini bisa menciptakan tekanan baru dalam bentuk kenaikan cost plus inflation dan hal ini belum juga termasuk dampak ekonomi lain yang disebabkan oleh perubahan persepsi dan spekulasi pasar global," kata Shinta seperti dikutip Liputan6.com, kemarin.
Di sisi lain, kebijakan proteksionisme yang berpotensi diterapkan oleh pemerintahan Trump, seperti peningkatan tarif impor, bisa memberi dampak langsung kepada perdagangan Indonesia.
Meskipun Indonesia mungkin tidak terlalu rentan terhadap kebijakan tersebut, karena basis industrinya yang lebih fokus pada sektor-sektor nasional dan bukan pada manufaktur inovatif tingkat lanjut, namun tetap ada produk-produk Indonesia yang mungkin terkena dampaknya.
"Nah, khususnya untuk proteksionisme ini memang kita juga perlu tahu karena kalau kita lihat ini pasti akan pengaruh kepada Indonesia karena juga Indonesia akan dinaikkan tarifnya. Tapi kita juga mungkin mesti perlu perhatikan apa sebenarnya yang akan kena," ujarnya.
Produk yang Terpengaruh
Adapun Shinta menyebut beberapa sektor yang mungkin terpengaruh oleh kebijakan proteksionisme AS adalah baja, aluminium, semikonduktor, kendaraan listrik (EV), baterai, serta barang medis dan panel surya.
Meskipun demikian, ekspor Indonesia ke AS selama ini relatif stabil, dengan rata-rata pertumbuhan ekspor kurang dari 5% antara tahun 2021 hingga 2024. Produk-produk utama yang diekspor Indonesia ke AS antara lain adalah apparel, tekstil dan garmen, komponen elektronik, minyak kelapa sawit (CPO), sepatu, karet, dan furnitur.
"Nah, produk yang diekspor Indonesia ke AS ini top 10-nya. Itu kan seperti kita tahu, aparel. Jadi, aparel itu paling tinggi. Kemudian ada textile garment, kemudian komponen elektronik khususnya telepon genggam, ada CPO, ada sepatu, karet, furniture," ujarnya.
Lebih lanjut, Shinta menyebut sektor yang paling rentan terhadap potensi gangguan dari kebijakan tarif AS adalah ekspor komponen elektronik, yang menyumbang sekitar 14% dari total ekspor Indonesia ke AS pada 2023. "Nah, jadi kalau produk Indonesia yang mungkin paling rentan mengalami gangguan itu memang adalah ekspor komponen elektronik," ujarnya.
Kendati demikian, ekspor komponen elektronik Indonesia, khususnya dalam kategori HS85, justru mengalami peningkatan permintaan sejak 2021. Peningkatan permintaan tersebut dipicu oleh diversifikasi supply chain di AS. Namun, meskipun meningkat, kontribusi ekspor Indonesia dalam sektor ini masih relatif kecil, dengan peningkatan permintaan kurang dari 10% per tahun.
"Artinya, memang kita bisa menjadi alternatif walaupun masih bukan utama karena kalau kita lihat yang kita bisa produksi itu masih sangat kecil dan hanya mengalami peningkatan permintaan ekspor yang tidak signifikan. Jadi, kurang dari 10% per tahun," ujarnya.
Ke depan, Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang lebih besar terkait ekspor, terutama dalam sektor yang berpotensi terkena tarif tinggi.
Walaupun Indonesia mungkin tidak langsung mengalami penurunan daya saing ekspor akibat kebijakan tarif Trump, hambatan terhadap ekspansi ekspor Indonesia ke AS, terutama untuk produk-produk seperti nikel dan baterai, bisa menjadi tantangan besar. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, digitalisasi Indonesia dapat digunakan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi…
NERACA Jakarta – Dorong pertumbuhan transaksi bursa karbon di pasar, Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon akan memberikan insentif terhadap perusahaan pembeli…
Jakarta-Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum dalam proyek…
Jakarta-Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump resmi mengungkapkan Kesepakatan Pajak Global yang diinisiasi Organisasi untuk Kerja…
NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, digitalisasi Indonesia dapat digunakan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi…
NERACA Jakarta – Dorong pertumbuhan transaksi bursa karbon di pasar, Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon akan memberikan insentif terhadap perusahaan pembeli…