Jakarta-Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak tumbuh 3,5% atau Rp 1.932,4 triliun pada tahun 2024. Angka penerimaan pajak ini meleset dari target penerimaan pajak Rp 1.988,8 triliun dalam UU APBN 2024 atau mengalami shortfall Rp 56,48 triliun. Sementara itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengakui implementasi sistem inti administrasi perpajakan baru (Coretax) menghadapi tantangan besar, terkait keluhan masyarakat atas kendala dalam mengakses sistem baru tersebt.
NERACA
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, penerimaan pajak pada 2024 bersifat transaksional, yaitu berasal dari pajak penghasilan dan transaksi masyarakat yang mencakup PPh 21, PPN dan PPh nonmigas. "(PPh Pasal 21) tumbuh double digit karena aktivitas gaji THR dan aktivitas ekonomi yang makin baik," ujarnya dalam Konferensi Persn APBN Kita, Senin (6/1).
Menurut Anggito, pada 2024 PPh Pasal 21 tumbuh 21,1% atau mencapai Rp.243,8 triliun, PPh nonmigas tumbuh 0,5% mencapai Rp.997,6 triliun dan PPN/PPnBM Rp 828,5 triliun atau tumbuh 8,6%.
Dijelaskannya, kenaikan penerimaan PPN didorong oleh pertumbuhan dari PPN Dalam Negeri (DN) yang mencapai 32,8%, didorong oleh konsumsi masyarakat yang masih kuat, terutama dari industri makanan dan tembakau.
Sementara itu, PPh badan mengalami kontraksi akibat turunnya profitabilitas pertambahan khususnya batu bara, nikel, kelapa sawit yang merupakan dampak dari volatilitas harga-harga komoditas. Sedangkan PPh badan juga mengalami kontraksi sebesar 5,3% atau sebesar Rp.65,1 triliun dan PPh Badan kontraksi hingga 18,1% menjadi Rp.335,8 triliun.
Jika dilihat secara sektor, pajak di sektor pertambangan mengalami kontraksi pada kuartal I dan II-2024, masing-masing sebesar 58,5% dan 59,5%. Kemudian di kuartal III dan IV-2024, penerimaan pajak dari sektor pertambangan tumbuh positif.
Kendala Sistem Coretax
Pada bagian lain, Dirjen Suryo Utomo menjawab keluhan masyarakat atas kendala dalam mengakses Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang resmi diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Sistem ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan, namun implementasinya menghadapi tantangan besar.
Suryo menjelaskan kendala utama disebabkan oleh tingginya volume akses yang terjadi secara bersamaan. “Barang baru diakses semua pihak, dan waktu akses bukan hanya mencoba tapi juga bertransaksi,” ujar Suryo.
Menurut dia, akses serentak dari berbagai pihak memengaruhi kinerja sistem, namun tim DJP terus berupaya mengatasinya dengan bekerja non-stop selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. "Nah ini situasi yg kami betul-betul hadapi jadi dengan akses bersamaan jadi mempengaruhi kinerja dari sistem. Dan inilah yang kami terus coba lakukan, tim kami terus jalan 24/7 hari," jelasnya.
Selain volume akses, kendala infrastruktur juga menjadi masalah signifikan. Suryo menekankan bahwa sistem tidak dapat berdiri sendiri karena keterkaitan dengan pihak lain, termasuk vendor penyedia jaringan telekomunikasi.
"Contohnya vendor penyedia jaringan telekomunikasi itu sangat berpengaruh. Kemarin peluncuran 1 Januari kita hubungan dengan pihak vendor luar kita terkait dengan token bisa dikirimkan tapi tak sampai tujuan," ujarnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, DJP bekerja sama dengan berbagai pihak guna menyamakan frekuensi sistem mereka dengan sistem Coretax yang baru. "Ini salah satu contoh yang kemarin trouble shouting dengan cara komunikasi berbagai pihak dengan cara menyamakan frekuensi sistem mereka dengan kami yahg coba bangun dan implementasikan saat ini," ujar Suryo.
Sebelumnya, Coretax DJP memasuki tahap praimplementasi pada 16 Desember hingga 31 Desember 2024. Wajib Pajak dapat mulai log in ke sistem Coretax DJP efektif mulai 1 Januari 2025.
Tahap ini bertujuan agar wajib pajak lebih awal mempersiapkan diri sebelum implementasi pada Januari 2025. "Harapannya adalah, saat implementasi nanti Wajib Pajak tidak menemui kesulitan penggunaan aplikasi,” tutur Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (24/12).
Untuk memberikan kemudahan pada saat implementasi, dalam masa praimplementasi ini, Wajib Pajak dapat melakukan log in ke sistem Coretax DJP mulai Selasa, 24 Desember 2024. Coretax DJP dapat diakses oleh wajib pajak yang telah memiliki akun DJP Online pada tautan https://www.pajak.go.id/coretaxdjp/.
Untuk melakukan log in ke Coretax DJP, Wajib Pajak harus memasukkan ID Pengguna berupa NIK atau NPWP, kata sandi DJP Online, kode captcha dan mengklik tombol “Log in”. Bagi Wajib Pajak yang belum memiliki akun DJP Online dapat melakukan pendaftaran pada laman https://ereg.pajak.go.id/login
Prosedur selengkapnya mengenai tata cara penggunaan Coretax DJP pada masa praimplementasi, dapat dilihat pada pengumuman DJP nomor PENG-38/PJ.09/2024 tentang Pemberitahuan Pelaksanaan Praimplementasi Coretax DJP pada tautan https://www.pajak.go.id/id/pengumuman/pemberitahuan-pelaksanaan-praimplementasi-coretax-djp.
Faktur Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga mengeluarkan aturan terkait petunjuk teknis penerbitan faktur pajak dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Menurut Dwi Astuti, berdasarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat, pemerintah menyadari terdapat kebutuhan dari pelaku usaha untuk dapat melaksanakan ketentuan sesuai diatur dalam PMK 131 Tahun 2024.
Hal ini antara lain terkait dengan penyesuaian sistem administrasi Wajib Pajak dalam menerbitkan Faktur Pajak dan cara pengembalian pajak jika PPN sebesar 12% telanjur dipungut yang seharusnya sebesar 11%. "Untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha tersebut, telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025,” ujar Dwi dikutip dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1).
Dia menuturkan, ketentuan itu memberikan masa transisi selama tiga bulan yakni sejak 1 Januari 2025-31 Maret 2025. Pengaturannya antara lain: Pelaku usaha diberi kesempatan untuk menyesuaikan sistem administrasi WP dalam menerbitkan faktur pajak sebagaimana diatur dalam PMK 131 Tahun 2024.
Menurut Dwi, dalam hal terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% dari yang seharusnya 11% tetapi telanjur dipungut sebesar 12% diberikan pengaturan. Hal itu antara lain:
a.Pembeli dapat meminta pengembalian kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% kepada penjual.
b.Atas permintaan pengembalian kelebihan PPN tersebut, PKP penjual melakukan penggantian faktur pajak.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasminta menyatakan dalam implementasinya, pengusaha memahami dan mengerti sepenuhnya mengenai perubahan tata cara penghitungan dan pembuatan faktur sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 131 tahun 2024.
Suryadi menambahkan bagi seluruh pengusaha yang sudah terlanjur menerapkan tarif PPN 12 persen dapat mengembalikan kelebihan pajak sebesar 1 persen kepada pembeli, berdasarkan aturan pelaksanaan yang saat ini masih dalam penyusunan oleh Pemerintah.
Suryadi menyebut dunia usaha menyadari pemasukan negara melalui pajak menjadi semakin penting, khususnya dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen.
“Oleh sebab itu Kadin Indonesia sebagai mitra pemerintah, bersama dengan seluruh asosiasi industri, siap untuk bersama-sama mengkaji dan mewujudkan terciptanya kebijakan perpajakan yang efisien dan efektif dalam mendukung tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya. bari/mohar/fba
Jakarta-Indonesia resmi menjadi anggota BRICS. Hal ini usai Brasil, yang memegang posisi kepresidenan BRICS untuk tahun 2025, mengumumkan pada Senin…
NERACA Jakarta -Program makan bergizi gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden Prabowo resmi digelar secara serentak di 26 provinsi pada Senin…
Jakarta-Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan peringatan khusus kepada sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia. Secara spesifik, peringatan itu terkait “petaka” yang mengancam…
Jakarta-Indonesia resmi menjadi anggota BRICS. Hal ini usai Brasil, yang memegang posisi kepresidenan BRICS untuk tahun 2025, mengumumkan pada Senin…
Jakarta-Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak tumbuh 3,5% atau Rp 1.932,4 triliun pada tahun 2024. Angka penerimaan pajak ini meleset dari…
NERACA Jakarta -Program makan bergizi gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden Prabowo resmi digelar secara serentak di 26 provinsi pada Senin…