Dibalik Kontroversi Kenaikan PPN 1%

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Apakah kebijakan kenaikan PPN memberatkan perekonomian dan rakyat? Diskursus publik mengenai penerapan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12 % terus bergulir. Padahal sesuai dengan UU HPP Tahun 2021, penerapannya sudah harus dilakukan pada Januari 2025. Bukankah dalam setiap pembuatan UU, prosesnya sudah dibahas dan disepakati oleh eksekutif dan legislatif yang mewakili rakyat ?

Pertanyaan lain muncul,  kenapa beberapa anggota partai politik tertentu juga menyuarakan keberatan diberlakukannya kenaikan tarif PPN tersebut. Bukankah berbagai tokoh politik tersebut mestinya sudah terlibat dalam pembahasan UU ini. Bahkan dalam implementasi  kenaikan tersebut pemerintah juga telah menyesuaikan dengan hanya mengenakan  kenaikan pada barang yang tergolong mewah.  Lantas, apa yang sebenarnya terjadi ?

Dalam konteks perpajakan, tidak ada satu orangpun yang dengan senang hati membayar pajak. Bisa dipahami karena wajib pajak yang membayar pajak, tidak akan mendapat kontra prestasi secara langsung dari pembayaran pajaknya itu.

Pajak yang dibayarkan tersebut, masuk ke kas negara, selanjutnya melalui belanja APBN sesuai dengan fungsi budgeternya, pemerintah menggunakan  untuk mendanai pengeluaran operasional pemerintahan, membayar belanja bantuan sosial, subsidi, pendidikan, dan kesehatan.

Pajak juga diperlukan dalam  pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum, transfer ke daerah dan belanja publik lainnya. Pembayar pajak tidak secara langsung dan  eksklusif  menikmati kontra prestasi hasil pajak itu,  namun digunakan dan dinikmati juga oleh seluruh warga masyarakat.

Ketidaksukaan masyarakat dalam membayar pajak ini juga terjadi pada pembayar pajak  diberbagai negara di dunia. Seperti digambarkan oleh  Joel S Slemrod (1992)  dalam bukunya Taxation and Economic Behavior  yang membahas bagaimana perilaku wajib pajak atas kebijakan pajak yang menjadi kewajibannya.  

Penulis lain, seperti James L Payne (1993) dalam bukunya The Taxpayer’s Dilema yang mengupas dari sisi psikologis dan ekonomis perilaku wajib pajak yang menggambarkan bahwa pajak memang dirasakan akan mengurangi kenikmatan  dan kenyamanan masyarakat.

Padahal, dalam konteks bernegara, pajak memiliki fungsi yang diperlukan pemerintah dan masyarakat secara bersama, seperti fungsi budgeter, fungsi regulatory, dan fungsi distributif. Fungsi budgeter sangat diperlukan negara karena digunakan sebagai penghimpun dana negara untuk membiayai berbagai kepentingan belanja publik dan pemerintahan.

Pada situasi yang lain, pajak juga digunakan oleh pemerintah untuk fungsi pengaturan (regulatory) untuk tujuan ekonomi dan sosial tertentu, seperti mendorong atau mengendalikan barang atau sektor ekonomi tertentu, termasuk dalam rangka mengendalikan inflasi.

Saat lainya, pajak digunakan pemerintah untuk menciptakan distribusi pendapatan diantara warga masyarakat. Masyarakat yang mampu (kaya) memiliki kewajiban untuk membayar pajak yang lebih tinggi dibandingkan warga yang tidak mampu. Pajak juga dapat digunakan untuk mendorong kesejahteraan rakyat miskin melalui subsidi dan bantuan sosial lainnya.

Sementara pajak juga dapat berfungsi untuk stabilisasi, protektif dan fungsi sosial yang diperlukan oleh pemerintah, dan diharapkan oleh sebagian masyarakat tertentu.

Pajak memang akan mengurangi kenikmatan dan kesejahteraan masyarakat tertentu, namun di sisi lain kenikmatan tersebut akan digeserkan dan didistribusaikan kepada warga masyarakat dan sektor ekonomi yang membutuhkan.

BERITA TERKAIT

Optimalisasi KUR di 2025

Oleh: Airlangga Hartarto Menko Bidang Perekonomian   Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali mencatatkan kinerja positif di tahun 2024. sejumlah capaian program…

Masa Depan BPRS

Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran dari BPRS (Bank Perekonomian Rakyat Syariah) merupakan salah satu peran kunci  bagi…

DIPA 2025 Diserahkan, Rakyat Menanti Eksekusi

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Presiden Prabowo telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan…

BERITA LAINNYA DI

Dibalik Kontroversi Kenaikan PPN 1%

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Apakah kebijakan kenaikan PPN memberatkan perekonomian dan rakyat? Diskursus publik…

Optimalisasi KUR di 2025

Oleh: Airlangga Hartarto Menko Bidang Perekonomian   Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali mencatatkan kinerja positif di tahun 2024. sejumlah capaian program…

Masa Depan BPRS

Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran dari BPRS (Bank Perekonomian Rakyat Syariah) merupakan salah satu peran kunci  bagi…