Jakarta-Usai dipanggil menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, akhir pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertemuan bersama presiden dan Menkeu Sri Mulyani Indarawati membahas mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen dan paket kebijakan ekonomi. Kemenko Perekonomian akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi dan PPN 12% pada hari ini (16/12).
NERACA
Saat ini pemerintah sedang memfinalisasi perhitungan kenaikan PPN tersebut dan akan diumumkan pada Senin (16/12) Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pk. 10.00 WIB. "Jadi ini akan dimatangkan lagi, perhitungannya difinalisasi, akan diumumkan hari Senin jam 10, soal PPN dan paket kebijakan ekonomi," ujar Airlangga Istana Kepresidenan, Jakarta, akhir pekan lalu.
Airlangga memastikan bahwa bahan pokok akan dibebaskan dari pengenaan PPN 12 persen yang akan berlaku mulai awal tahun depan. "Yang penting kan bahan pokok itu tidak kena PPN," ujarnya.
Sebelumnya, Airlangga menyatakan bahwa pemerintah berencana mengumumkan sejumlah kebijakan fiskal pada minggu depan, termasuk keputusan mengenai kenaikan PPN dan pemberian insentif kepada para pelaku usaha pada 2025. "Kan di tahun ini ada PPn BM untuk otomotif, kemudian ada PPN DTP untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu lagi nanti kami umumkan untuk tahun depan,” kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Selasa (3/12) malam.
Dia menyatakan bahwa juga akan ada sejumlah insentif baru yang diumumkan untuk industri padat karya serta penyesuaian insentif terkait revitalisasi permesinan.
Pemberian insentif tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk meningkatkan daya saing para pemain lama dalam industri padat karya nasional agar tidak kalah dengan pelaku industri padat karya baru yang didukung investasi asing. “Karena industri padat karya, baik itu di sepatu, furniture, kemudian garmen, itu kan yang baru juga banyak. Nah yang baru ini kan kebanyakan modal asing,” ujar Airlangga.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih melakukan finalisasi barang-barang yang akan dikenakan PPN 12 persen mulai 2025. Menurutnya hanya barang mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen.
Dia menjelaskan, kebijakan PPN 12 persen jadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, pemerintah memastikan pelaksanaannya tetap berpihak kepada masyarakat.
"Jadi kebijakan sesuai UU HPP yang dalam hal ini mengamanatkan PPN 12 persen dengan tetap menjalankan asas keadilan dan mendengarkan aspirasi masyarakat, kami sedang memformulasikan lebih detail. Karena ini konsekuensi terhadap APBN, aspek keadilan, daya beli dan juga dari sisi pertumbuhan ekonomi perlu kita seimbangkan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, di Jakarta, pekan lalu.
Menkeu diketahui masih terus menghitung barang-barang yang akan kena PPN tarif baru. Dia menegaskan, hanya barang mewah yang tetap akan dipungut PPN 12 persen. "Karena sekarang juga ada wacana kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, kami sedang menghitung dan menyiapkan," ujarnya.
Dia menegaskan, hanya barang mewah yang tetap akan dipungut PPN 12 persen. "Karena sekarang juga ada wacana kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, kami sedang menghitung dan menyiapkan," kata dia.
Sri Mulyani memastikan barang kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, daging, hingga pemakaian listrik dan air minum tidak akan dipungut PPN. "Barang-barang yang tidak terkena PPN tadi tetap akan dipertahankan. Namun sekarang juga ada wacana aspirasi naik ke 12 (persen) hanya untuk barang-barang yang dianggap mewah yang dikonsumsi hanya mereka yang mampu kami akan konsisten asas keadilan itu akan diterapkan," tutur dia.
"Karena ini menyangkut pelaksanaan UU di satu sisi, tapi juga dari sisi asas keadilan, aspirasi masyarakat tapi juga keadaan ekonomi dan keseahatan APBN, kami harus mempersiapkan secara teliti dan hati-hati," sambung Sri Mulyani.
Menurut Menkeu, barang-barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN selama ini ialah beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksinasi, rumah sederhana dan rusunami, serta pemakaian listrik dan air.
Pemberian pengecualian terhadap pungutan PPN ini, dia akui membuat hilangnya potensi pendapatan negara. Saat tarif PPN 11% berlaku sejak April 2022 hingga saat ini, kas negara kata dia telah kehilangan potensi penerimaan mencapai Rp 231 triliun.
"Nilai dari barang dan jasa yang tidak dipungut PPN nya itu terhadap penerimaan yang kita sebut sebagai fasilitas itu untuk tahun ini diperkirakan mencapai Rp 231 triliun PPN yang tidak di-collect dari barang dan jasa yang tadi PPN nya di nol kan, meski UU menyebutkan PPN 11%," tegas Sri Mulyani.
Ketika PPN resmi naik menjadi 12% dan daftar barang-barang maupun jasa tersebut tetap dikecualikan pemerintah dari pemungutan, maka secara nilai potensi PPN yang tidak dipungut menjadi senilai Rp 265,6 triliun.
Meski begitu, Sri Mulyani menegaskan, potential loss penerimaan pajak itu belum memperhitungkan rencana penerapan PPN 12% secara selektif khusus untuk barang-barang mewah saja. "Jadi kalau kita perkirakan pembebasan PPN mencapai Rp 265,6 triliun. Karena sekarang ada wacana PPN 12% hanya untuk barang mewah, dan kami sedang hitung dan siapkan," ucap Sri Mulyani.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, penerapan PPN 12 persen pada 2025 hanya dilakukan secara selektif. Maksudnya, lonjakan pajak pertambahan nilai hanya diterapkan untuk barang mewah, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.
Hal itu diungkapkan setelah DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto, guna memberikan penjelasan mengenai penerapan PPN 12 persen di 2025. Hasilnya diputuskan bahwa PPN 12 persen diterapkan secara selektif. "Untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya pada barang-barang mewah, jadi (penerapannya) secara selektif," kata Dasco dikutip dari Antara.
Pertemuan secara khusus dilakukan bersama Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, moneter, dan sektor jasa keuangan itu menghasilkan keputusan bahwa penerapan PPN 12 persen akan berjalan sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku yakni 1 Januari 2025.
Dasco menjelaskan barang-barang mewah yang dimaksud merupakan komoditas antara lain apartemen mewah, rumah mewah, hingga mobil mewah. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memastikan mekanisme penerapan PPN 12 persen itu tidak akan menyasar komoditas yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat.
Sementara itu, Ketua Bidang Kelembagaan dan Kemitraan Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Rizal Mulyana menilai banyak pengusaha, terutama yang bergerak di sektor UMKM dan retail, sudah menghadapi beban berat pasca-pandemi. Tidak hanya karena biaya tenaga kerja yang semakin tinggi, tetapi juga adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku tahun depan.
Hal ini membuat banyak pengusaha merasa terbebani dengan kondisi yang ada, apalagi jika mereka tidak bisa menyerap kenaikan biaya tersebut dalam harga jual produk mereka.
"Pengusahanya apakah mampu untuk memberikan UMR yang sangat tinggi kenaikannya tersebut? Karena sudah pasti kita semua tahu dengan adanya UMR naik, juga PPN 12% tahun depan naik. Nah, ini beban yang cukup besar untuk pengusaha,” ujarnya. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menjamin pihaknya mempunyai dana yang cukup…
Jakarta-Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Cellios, Bhima Yudhistira, menyoroti paket kebijakan ekonomi pemerintah yang cenderung berorientasi jangka pendek dan tidak ada…
Jakarta-Pemerintah akhirnya memastikan kenaikan PPN jadi 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai amanat UU Nomor 7/2024 tentang…
NERACA Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menjamin pihaknya mempunyai dana yang cukup…
Jakarta-Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Cellios, Bhima Yudhistira, menyoroti paket kebijakan ekonomi pemerintah yang cenderung berorientasi jangka pendek dan tidak ada…
Jakarta-Pemerintah akhirnya memastikan kenaikan PPN jadi 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai amanat UU Nomor 7/2024 tentang…