NERACA
Jakarta - Ombudsman RI menyatakan bahwa kebijakan terkait dengan penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek) bagi pekerja informal harus terus disempurnakan.
Hal itu disampaikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih saat penyerahan hasil Kajian Sistemik terkait Potensi Malaadministrasi pada Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terhadap Pekerja Informal yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (10/12).
“Hasil kajian ini menjadi saran perbaikan bagi kementerian maupun lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang memberikan suatu kondisi bahwa aspek kebijakan ini masih perlu adanya regulasi ataupun aturan yang secara khusus mengatur mengenai bagaimana penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal terutama yang bersifat nasional,” kata Najih.
Ia juga menyoroti aspek tata kelola atau manajemen. Perlunya peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam pelaksanaan penerima bantuan iuran (PBI) jaminan sosial ketenagakerjaan di daerah yang akan ikut mempengaruhi bagaimana keberlanjutan program PBI tersebut.
Kemudian, Najih menggarisbawahi aspek program mengenai perlunya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan secara terus-menerus terkait dengan kepesertaan mulai dari mekanisme pendaftaran, besarnya iuran, sampai pada manfaat yang didapat dari perlindungan ketenagakerjaan.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan jaminan sosial ketenagakerjaan tidak hanya bergantung kepada pemahaman tenaga kerja terkait, terutama yang berkaitan dengan perlindungan dari risiko yang mungkin dihadapi pada saat bekerja.
Dalam kesempatan tersebut, Najih mengapresiasi kepada semua pihak, baik pihak pemerintah maupun swasta, yang mendukung, membantu, serta memberikan pemahaman kepada para tenaga kerja informal dan menjamin kepesertaan mereka untuk mendapatkan perlindungan.
Dengan kajian ini, ujar dia, Ombudsman RI berharap kementerian ataupun lembaga tingkat pusat hingga daerah yang secara teknis berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja informal dapat meningkatkan koordinasi dan memiliki komitmen untuk menyusun regulasi yang lebih jelas dan lebih pasti terkait dengan kelompok bukan penerima upah.
Kemudian, Ombudsman RI mendorong alokasi anggaran untuk kepesertaan pekerja informal dan memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada pekerja informal terkait dengan perlindungan dan pekerjaan.
Menurut Najih, pemerintah juga akan sangat terbantu apabila bantuan masyarakat disalurkan lewat mekanisme jaminan sosial tenaga kerja, terutama kepada sektor informal, dibandingkan dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT). Ia mengingatkan dampak buruk mengenai kecenderungan masyarakat yang seolah-olah menunggu bantuan dari pemerintah.
“Hal ini akan lebih produktif menurut saya kalau dalam bentuk itu. Hal ini tidak lain perlu dilakukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas, lebih mendukung dalam rangka menyongsong Indonesia emas bagaimana yang menjadi agenda prioritas nasional kita untuk menjadikan Indonesia maju pada tahun 2045,” kata Najih.
Dalam konteks jaminan sosial pada bidang ketenagakerjaan, Najih mengatakan bahwa kerangka pengembangan layanan dari negara masih belum optimal. Cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan baru mencapai 61,56 juta orang atau masih 41,2 persen dari 149,38 juta pekerja di Indonesia.
Cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan yang belum mampu mencakup setengah dari pekerja di Indonesia merupakan persoalan yang harus terus dicermati bersama, terutama bagi pekerja-pekerja informal seperti para petani, para nelayan, serta para pekerja di sektor rumah tangga.
“Sementara sektor yang dimasuki oleh lapangan kerja informal itu paling besar dibanding sektor yang formal. Seperti kalau kita lihat di jalan-jalan pedagang minuman eceran entah itu kopi ataupun minuman hangat yang mungkin setiap pulang kerja sebagian besar dari kita ikut menikmati. Tetapi apakah mereka terlindungi jaminan ketenagakerjaan sosialnya?” kata Najih.
Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Melalui Inpres tersebut, pemerintah bermaksud mewajibkan setiap kementerian atau lembaga di tingkat pusat maupun daerah untuk mengoptimalkan perlindungan bagi tenaga kerja sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya.
Najih juga mengingatkan bahwa jaminan sosial merupakan hak konstitusional bagi semua warga negara Indonesia sebagai wujud dari komitmen negara untuk memberikan perlindungan kepada semua kelompok masyarakat. Oleh sebab itu, penyelenggara negara ataupun penyelenggara pemerintahan harus memberikan kepastian terkait dengan jaminan sosial. Ant
NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan strategi pencegahan korupsi melalui Monitoring Center for Prevention (MCP)…
NERACA Jakarta - Sebagai upaya meningkatkan literasi digital publik serta mengedukasi tentang kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengadakan…
NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra berharap momentum peringatan Hari HAM Sedunia…
NERACA Jakarta - Ombudsman RI menyatakan bahwa kebijakan terkait dengan penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek) bagi pekerja…
NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan strategi pencegahan korupsi melalui Monitoring Center for Prevention (MCP)…
NERACA Jakarta - Sebagai upaya meningkatkan literasi digital publik serta mengedukasi tentang kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengadakan…